• Always Keep The Faith!

    The five of us working together could be consider as fate. Five different people feeling as one, happiness multiplied by five, sorrow is just 1/5. This is called happiness. To me, TVXQ is just like a family, a home. No matter how far we’re separated, we’ll come back together one day. TVXQ is just such an important place for us. - U-know Yunho, Fujin kouron magazine 2009

  • Are you envied at us?

    This red ocean is belong to Cassiopeia and TVXQ, just for your information.

  • Humanity Strongest's Soldier

    Thanks to you, Rivaille, for looking so DAMN HOT although you're 160cm. xD /kicks/

31 Desember 2013

SKANDAL - Chapter 7

SKANDAL
Chapter 7

-xxx-

Jaejoong mengajak Changmin ke sebuah tempat yang sudah lama jadi langganannya sejak dia debut. Meskipun kecil, tapi tempat ini terasa nyaman. Dia suka minum di tempat ini dan sering kali dia pergi berdua bersama Junsu. Tempat ini tidak terlalu ramai, kebanyakan pelanggannya orang-orang kantoran berumur sekitar 30-an. Dan Jaejoong merasa tidka perlu khawatir ada yang mengenalinya di sini. Sekalipun ada yang mengenalinya, pasti orang itu bukanlah fansnya dan cenderung acuh terhadapnya. Itu sangat melegakan bagi Jaejoong, mengingat tidak banyak tempat yang bisa Jaejoong datangi dengan mudah tanpa penyamaran.
Pemiliknya, seorang pria berusia 60 tahun dan istrinya yang masih terlihat cantik di usianya sekarang, sangat ramah dan baik. Sepasang suami istri itu bahkan tahu Kim Jaejoong adalah seorang penyanyi terkenal, tapi hal itu tidak membuat mereka berubah sikap apalagi mengistimewakan Jaejoong. Mereka memperlakukan Jaejoong sama seperti pelanggan lainnya, dan mereka memberikan Jaejoong privasi dengan tidak melakukan hal-hal yang biasa dilakukan seorang fans minta foto, minta tanda tangan,  menyentuh bagian tubuhnya, dan menanyakan hal ini-itu. Itulah yang membuatnya merasa nyaman.
            Jaejoong mengajak Changmin masuk ke kedai itu begitu mereka berdua memarkirkan mobil masing-masing. Jaejoong menggeser pintu kedai dan masuk dengan sedikit membungkuk.
            “Selamat datang,” seru si pemilik kedai dengan ramah begitu menyadari ada pelanggan yang datang.
            Jaejoong masuk ke dalam diikuti dengan Changmin di belakangnya. Tampak olehnya ada 3 orang pria paruh baya orang selain dirinya dan Changmin, sementara si pemilik kedai terlihat sedang membersihkan beberapa meja.
            “Annyeong, ahjusshi,” sapa Jaejoong.
            Si pemilik kedai yang bernama Kang Jangwoo menoleh dan langsung tersenyum sumringah melihat kedatangan Jaejoong, “Rupanya kau, Joongie,’ katanya sambil membersihkan kedua tangannya dengan celemek yang ada di pinggang, “Sudah lama kau tidak kemari.”
            “Ah ye, kemarin aku sibuk jadi tidak sempat mampir kemari. Ahjusshi merindukanku, ya?” canda Jaejoong. Dia memang suka sesekali bercanda dengan Tuan Kang, menurutnya Tuan Kang itu memiliki selera humor yang cukup bagus.
            “Aish, kau ini bisa saja,” sahut Tuan Kang lalu tertawa kecil, “Ayo silahkan duduk,” tambahnya.
            “Ne, ahjusshi,” kata Jaejoong, lalu mengambil tempat duduk di tengah belakang. Tempat ini selalu jadi tempat favoritnya.
            Changmin mengikuti Jaejoong dan duduk di seberang namja itu. Matanya menatap sekeliling kedai itu. Sederhana tapi terkesan hangat, suasananya pun begitu nyaman, begitulah kesan pertama Changmin begitu masuk ke tempat ini.
            Tuan Kang menghilang di balik dapur sederhananya dan muncul kembali sembari membawa 2 gelas air dan meletakkannya di meja mereka.
            “Tumben sekali kau kemari membawa teman, Joongie-ah,” ujar Tuan Kang, “Junsu tidak ikut?” tanyanya kemudian.
            “Tidak, ahjusshi, Junsu hyung sedang sibuk,” jawab Jaejoong, “Dan ini Shim Changmin,” lanjutnya, memperkenalkan Changmin.
            Changmin segera menundukkan kepalanya ke arah Tuan Kang dan memberi salam, “Annyeonghaseo.”
            “Annyeonghaseo,” balas Tuan Kang sembari sedikit menunduk.
            Tuan Kang memperhatikan Changmin untuk beberapa detik sebelum kemudian berkata, “Sepertinya wajahmu tidak asing,” ujarnya sambil berusaha mengingat-ingat pemilik wajah tampan itu.
            “Ah sudahlah ahjusshi, jangan menatapnya seperti itu.”
            “Baiklah, baiklah,” Tuan Kang menyerah untuk mengingat-ingat, memorinya diumur yang sekarang memang tidak lagi sama seperti saat dia muda dulu, “Mau pesan apa, Joongie-ah?”
            “Seperti biasa saja, ahjusshi.”
            “Baik, tunggu sebentar ya,” ucap Tuan Kang lalu berlalu ke dapurnya.
            Changmin menatap punggung Tuan Kang hingga menghilang di balik dapur, lalu menatap Jaejoong, “Hyung sering kemari ya?” tanyanya.
            “Eum,” sahut Jaejoong sembari mengangguk, lalu menegak airnya.
            “Tempat ini enak juga,” gumam Changmin sambil mengedarkan pandangannya.
            “Setuju,” tandas Jaejoong cepat dan bersemangat, “Tempat ini memang nyaman. Pemiliknya ramah. Dan lagi kita tidak perlu menyamar kalau datang kemari.”
            Changmin mengangguk-angguk setuju. Beberapa menit kemudian, Tuan Kang kembali sambil membawa nampan di tangannya dan menghampiri meja mereka. Tuan Kang meletakkan beberapa botol soju, 2 buah gelas, dan beberapa piring camilan beserta sumpit.
            “Silahkan,” ujar Tuan Kang sambil tersenyum ramah.
            “Gomawo, ahjusshi,” sahut Jaejoong.
            Tuan Kang membungkuk sekilas lalu pergi dan meninggalkan kedua namja ini. Jaejoong lalu meraih sebotol soju dan segera menuangkannya ke dalam gelas Changmin. Changmin yang kaget melihat tindakan Jaejoong, menyodorkan gelasnya lalu ganti mengisi gelas Jaejoong dengan soju. Jaejoong tersenyum samar lalu mengangkat gelasnya dan bersulang dengan Changmin.
            Baik Jaejoong maupun Changmin, langsung menegak habis segelas soju itu. Berikutnya dan berikutnya, keduanya kembali mengisi penuh gelas mereka dan menegaknya.
            “Haahh,” desis Jaejoong saat merasakan minuman khas Korea itu melewati tenggorokannya dan membawa sensasi hangat dan menyenangkan. Setelahnya, dia meraih sumpit dan mulai memasukkan camilan ke dalam mulutnya.
            Kedua namja tampan seprofesi ini terdiam cukup lama. Masing-masing sibuk dengan pikiran dan euforianya. Hanya suara denting gelas yang beradu dan suara air yang menggelegak yang mengisi keheningan di antara mereka.
            Sementara di kejauhan tampak Tuan Kang yang tengah memperhatikan mereka, dengan yakin menarik sebuah kesimpulan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa yang sedang terjadi dan hal itulah yang membuat mereka tenggelam dalam kesunyian tanpa obrolan. Anak muda zaman sekarang memang sering terlihat banyak pikiran dan terkadang itu sebenarnya tidak cocok dengan usia mereka, begitu pikir Tuan Kang.
            “Hyung,” panggil Changmin, mencoba memulai pembicaraan.
            Jaejoong hanya mendongakkan kepalanya dan menatap Changmin sekilas dengan pandangan bertanya.
            “Ada apa?” tanya Changmin.

SKANDAL - Chapter 6

SKANDAL
Chapter 6

-xxx-

            “Jae Jaejoong-ah.”
            Kim Jaejoong yang merasa namanya dipanggil, dengan cepat mengangkat kepalanya dan mengerjap-ngerjap menatap sekeliling. Dilihatnya Junsu yang sedang duduk di sampingnya sambil menatap dengan pandangan cemas. Menyadari hal itu, Jaejoong membenarkan posisi duduknya dan mengusap-usap matanya.
            “Waeyo, hyung?” tanya Jaejoong pada Junsu.
            “Apa kau baik-baik saja? Kulihat sedari tadi kau hanya duduk diam,” jawab Junsu, dengan nada penuh kekhawatiran.
            “Ah gwaenchana, hyung. Aku hanya sedikit merasa lelah.”
            Meski Jaejoong berkata baik-baik saja, tapi Junsu tidak yakin dan masih menatap Jaejoong dengan cemas lalu berkata, “Kalau begitu kembalilah ke hotel dan istirahatlah di kamar. Lagipula besok kau masih ada jadwal pemotretan, ‘kan?”
            “Eh?” sahut Jaejoong bingung.
            “Tidak apa-apa kok, istirahat saja duluan.”
            “Eum” Jaejoong tampak berpikir sejenak.
            Suasana di ruang karaoke yang cukup luas ini masih riuh. Salah seorang staf sedang menyanyikan sebuah lagu, sementara yang lain sibuk bersorak-sorai. Di meja penuh dengan berbagai makanan dan camilan, serta beberapa botol minuman ringan serta soju. Jaejoong melirik sekilas jam yang ada di dinding. Waktu ternyata hampir lewat tengah malam.
            Kedatangan Jaejoong ke Jeju adalah untuk pekerjaan, bukan untuk liburan apalagi menghindar dari kejaran pers. Dan saat ini Jaejoong memang sedang berada di salah satu tempat karaoke di Jeju. Dia pergi setelah menerima ajakan dari para kru dan staf sebuah majalah fashion yang sedang bekerja sama dengannya untuk sebuah pemotretan. Acara karaoke ini mungkin menjadi cara bagi mereka untuk bisa melepas penat sejenak dari pekerjaan yang menumpuk.
            “Mungkin aku akan keluar sebentar untuk mencari udara segar, hyung,” ujar Jaejoong, kemudian bangkit dari tempat duduk dan mengenakan mantelnya.
            “Kau yakin tidak apa-apa, Jae?” tanya Junsu, masih khawatir karena menurut matanya Jaejoong terlihat begitu penat dan banyak pikiran.
            Jaejoong mengangguk pelan lalu berkata, “Aku pergi dulu, hyung.”
            Junsu hanya bisa menatap Jaejoong yang berjalan menjauh dari keramaian tanpa ada satu pun yang menyadari, dan melihat punggung Jaejoong menghilang di balik pintu. Junsu menghela napas kuat-kuat sebelum kemudian memutuskan untuk kembali ke kerumunan orang-orang yang sepertinya sudah sangat terlarut dalam euforia masing-masing.
*          *          *
            Kim Jaejoong melangkahkan kakinya menembus pekatnya malam, dan ternyata kakinya membawanya ke sebuah pantai. Tidak ambil pusing, Jaejoong berjalan saja menuju bibir pantai dan menyusurinya. Suara desiran halus ombak menyapa pendengarannya dan memecah kesunyian malam. Hanya butuh beberapa menit berjalan di pantai sebelum Jaejoong melepas sepatunya dan berjalan dengan telanjang kaki, karena merasa kakinya tergelitik untuk menikmati halusnya pasir pantai.
            Jaejoong melangkah dengan ringan, tanpa perlu khawatir ada yang mengenalinya. Fakta bahwa pantai di malam hari begitu sepi atau bahkan tidak ada orang lain selain dirinya sedikit melegakan untuk hatinya yang merasa sesak belakangan ini. Sepanjang menyusuri bibir pantai, sesekali ombak mengenai kakinya dengan lembut. Suasana yang tenang sekaligus menghanyutkan ini terasa nyaman bagi Jaejoong.
            Sembari berjalan, sesekali Jaejoong mengedarkan pandangannya ke arah laut. Laut yang tetap terlihat gelam dan kelam, sekalipun bulan menggantung di atasnya. Laut yang meski dipandang sejauh apapun tetap terlihat tak ada ujungnya. Jaejoong berhenti sejenak dan terdiam. Matanya terpejam sambil menikmati desiran angin malam yang menerpa tubuhnya, ditambah dengan suara-suara nyiur kelapa yang bergemerisik akrena terusik oleh angin pantai yang cukup kencang. Terasa dingin, tapi juga menenangkan.
            Jaejoong mengeratkan mantelnya dan kembali melanjutkan langkah kakinya, agak menepi karena mulai terusik oleh dinginnya air yang mengenai kakinya. Kedua tangannya menyatu ke belakang tubuhnya, dengan sepasang sepatu yang terkait di jemarinya. Kepalanya mendongak, matanya menatap langit malam yang gelap namun cerah tak berawan. Bulan terlihat bersinar terang di atas sana, ditemani ratusan bintang yang menciptakan konstelasi indah di langit.
            Kaki Jaejoong kembali terhenti. Matanya kini sibuk memandang bintang-bintang. Sejak kecil Jaejoong memang suka sekali melihat bintang, dan kebiasaan melihat bintang itu terus terbawa hingga di umurnya yang sekarang. Jaejoong tersenyum samar, masih sambil memandang bintang-bintang. Bintang-bintang itu selalu berhasil menghibur hatinya.
            Jaejoong melangkah lagi, kali ini lebih menepi lagi. Setelah dirasa menemukan tempat yang pas, Jaejoong meletakkan sepatunya, kemudian duduk dan merebahkan tubuhnya begitu saja dengan beralaskan pasir. Kedua telapak tangannya saling tertaut dan digunakan sebagai sandaran kepalanya. Jaejoong menghela napas pelan, lalu kembali sibuk memandangi bintang. Bintang-bintang itu memang tak pernah membuatnya bosan.
            Kedua kelopak mata Jaejoong kembali tertutup. Dia tengah menikmati halusnya pasir pantai tempat punggungnya bersandar, angin malam yang mengalir lembut membawa dingin yang menenangkan, gemerisik pohon-pohon kelapa, dan desir ombak.
            “Kau suka sekali melihat bintang ya?”

SKANDAL - Chapter 5

SKANDAL
Chapter 5

-xxx-

Winter, 2 years ago
Seoul, 11.15 p.m
            Kim Jaejoong menghentikan langkahnya. Terdiam sejenak dan menghirup napas dalam-dalam sebelum menghelanya kuat-kuat. Kepalanya tertunduk dan matanya terpejam untuk beberapa saat. Dieratkannya mantel sebelum kemudian melanjutkan langkah kakinya.
            Entah kemana kakinya membawanya pergi, Jaejoong hanya berjalan mengikuti instingnya. Tatapannya kosong ke depan, sesekali kepalanya menengadah ke atas, menatap langit malam yang hari ini tampak cerah tak berawan.
            Lagi-lagi, Jaejoong menghela napas berat. Kata-kata Song Jihyun terus dan masih terngiang jelas di telinganya. Kata-kata perpisahan yang sama sekali tidak Jaejoong kira akan meluncur dari bibir sang kekasih. Kata-kata yang tak bisa dia sangkal. Kata-kata yang membuatnya tersadar dan terhempas ke kehidupan jelata. Kata-kata yang sempat menjadi kekhawatirannya. Tentang dirinya, yang kini menjadi salah satu artis papan atas Korea.
            “Jaejoong-ah, eum… maaf… tapi kupikir hubungan kita sampai di sini saja. Belakangan ini kita berdua sama-sama sibuk. Aku harus menyelesaikan skripsi dan kau… belakangan ini kau semakin populer. Aku… membaca banyak artikel di internet tentangmu. Promo album, iklan, drama, tour, aku yakin banyak hal yang harus kaulakukan.”
            “Apa maksudmu, Jihyun-ah?”
            “Aku… maaf… tapi belakangan ini aku merasa risih, eum… dengan status kita masing-masing. Kau tahu, aku ini orang biasa, bukan dari kalangan artis sepertimu. Dan akhir-akhir ini kariermu sedang menanjak, fansmu pun bertambah. Aku merasa… kita ada di dunia yang berbeda… dan kurasa… aku tidak bisa lagi. Mianhe, jeongmal mianhe, Jaejoong-ah. Kau… mengerti maksudku bukan?”
            “…”
            “Kurasa… kita tak bisa bersama lagi. Mungkin sudah cukup sampai di sini.”
            Song Jihyun adalah kekasihnya sekarang mantan kekasihnya sejak sebelum Jaejoong memulai debutnya. Bertemu di sebuah toko bunga tempat Jihyun bekerja sambilan, ketika Jaejoong memulai hari-hari pertama perantauannya ke Seoul. Sepasang remaja muda yang bertemu tanpa disengaja, kemudian saling tertarik satu sama lain, dan hanya butuh waktu sampai mereka memutuskan sebuah komitmen hubungan.
            Mereka pernah berkomitmen. Ya, layaknya pasangan muda lainnya, berjanji untuk saling mencintai dan melindungi, berkomunikasi tanpa ada yang disembunyikan dari satu sama lain. Semuanya berjalan biasa, tak ada yang aneh dari pasangan ini. Sementara waktu terus berjalan sembari membawa takdir lain dalam kehidupan mereka.
            Jaejoong yang lolos ajang pencarian bakat dan menjalani masa training, akhirnya memulai debutnya sebagai penyanyi solo pria. Sementara Jihyun mulai sibuk dengan berbagai aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Seoul. Sibuk dengan jalan hidup yang baru sebagai seorang dewasa, membuat mereka semakin jarang bertemu. Komunikasi lewat ponsel terkadang tidak terlalu membantu intensivitas hubungan mereka. Semuanya pun perlahan berubah.
            Langkah Jaejoong kembali terhenti. Kepalanya menunduk, matanya menekuri salju yang ada di dekat kakinya. Lagi-lagi Jaejoong menghela napas berat. Jaejoong menyadarinya sekarang. Selama ini dia terlalu egois, beranggapan bahwa hubungannya dengan Jihyun baik-baik saja. Terlalu egois, sehingga Jaejoong lupa memikirkan perasaan Jihyun terhadap dirinya yang sudah menjadi penyanyi terkenal. Terlalu egois, sehingga Jaejoong tak ingatuntuk berpikir bagaimana perasaan Jihyun terhadap dirinya yang kini dikelilingi oleh fans-fans yang mayoritas yeoja. Terlalu egois, sehingga Jaejoong tak menyadari kalau sebenarnya dia menyakiti Jihyun perlahan-lahan. Dia mungkin memang bukanlah pacar yang baik.

SKANDAL - Chapter 4

SKANDAL
Chapter 4

-xxx-

            “Mau minum apa, Jihye-sshi?” tanya Jaejoong sembari berjalan ke dapur.
            “Tidak usah repot-repot, oppa. Aku kemari hanya ingin mengantarkan ini,” kata Wang Jihye sambil mengeluarkan sebuah naskah dan meletakkannya di meja. Jaejoong membalikkan badannya dan melangkah menuju meja.
            “Apa ini?” tanya Jaejoong. Dia mengambil naskah tersebut dan duduk di seberang Jihye. Matanya menatap lembar demi lembar dalam naskah itu.
            “Itu skenario drama. Sutradara Seo memintaku untuk memberikannya padamu. Dia sedang mencari pemeran pria dalam drama tersebut, dan katanya dia ingin oppa yang memerankannya.”
            “Hm,” gumam Jaejoong, matanya menelusuri kata-kata dalam naskah tersebut.       “Tapi aku bukan seorang aktor, Jihye-sshi. Aku belum pernah mencoba berakting,” ujar Jaejoong sambil melirik Jihye sekilas.
            Jihye tersenyum kemudian berkata, “Sutradara Seo ingin oppa melihat skenarionya dulu, baru memutuskan.”
            “Hm, entahlah, tapi aku tidak begitu yakin,” kata Jaejoong sembari menutup naskah tersebut dan meletakkannya kembali ke atas meja.
            “Sutradara Seo akan menghubungimu lagi nanti, oppa.”
            “Ya, baiklah.”
            “Kalau begitu aku pamit pulang dulu, oppa. Ini sudah larut malam,” tandas Jihye. Dia bangkit dari duduknya, membuat Jaejoong pun segera berdiri.
            “Buru-buru sekali. Mau kuantar, Jihye-sshi?” tawar Jaejoong. Kakinya mulai melangkah menuju pintu depan, diikuti oleh Jihye.
            “Ani, tidak usah repot-repot, oppa, aku bawa mobil,” sahut Jihye sambil tersenyum samar.
            Jaejoong membuka pintu begitu mereka sampai di depan. Jihye melangkah keluar dan membalikkan badannya serta membungkukkan kepalanya sekilas.
            “Aku pamit dulu, oppa,” kata Jihye. Sebuah senyum menghiasi wajahnya yang terlihat agak letih.
            “Eum, hati-hati di jalan, ne?” Jihye mengangguk sambil masih tersenyum sebagai jawaban.
            “Lain kali mampirlah lagi kemari,” kata Jaejoong, mengundang tawa pelan dari Jihye.
            “Ne, oppa, gomawo.”
            Jihye kemudian berbalik dan berjalan menuju mobilnya yang terparkir di seberang rumah Jaejoong. Suara sepatunya yang beradu dengan jalan memecah kesunyian malam. Tangannya membuka pintu mobil dan segera duduk di balik kemudi. Setelah memasang sabuk pengaman, Jihye menurunkan kaca mobilnya dan melambaikan tangan ke arah Jaejoong yang masih berdiri di ambang pintu.
            Jaejoong membalas lambaian tangan Jihye dan tersenyum ke arahnya. Mobil itu perlahan bergerak dan ketika mobil Jihye menghilang dari jangkauan penglihatannya, Jaejoong masuk kembali ke dalam rumahnya. Tak lupa dia menutup pintu dan menguncinya.
            Kaki Jaejoong melangkah menuju ruang tengah. Dihempaskannya tubuhnya begitu saja di atas sofa, dan Jaejoong menghela napas kuat-kuat. Diliriknya sekilas naskah yang tergeletak di atas meja. Kepalanya kemudian dia sandarkan ke atas sofa, matanya menerawang ke langit-langit rumahnya.
            Belakangan ini Jaejoong tak banyak melakukan aktivitas. Hanya sesekali dia pergi ke kantor agensinya, setelah itu dia akan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah yang luas ini. Jaejoong merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Jaejoong menghela napas kecewa ketika mendapati tak ada satu pesan atau panggilan pun yang masuk ke ponselnya. Bahkan Yunho tak lagi mengiriminya pesan singkat atau mencoba meneleponnya sejak kejadian malam itu.
            ‘Mianhe, Yun, jeongmal mianhe,’ batin Jaejoong.

20 November 2013

Mencari Jalan Menuju Fakultas Teknik

Dimana Universitas Diponegoro berada? Universitas Diponegoro terletak di Semarang. Kalau Anda ingin mencari dimana Fakultas Teknik, maka pergilah ke daerah bernama Tembalang. Mudah saja menemukannya. Di pinggir jalan menuju ke Tembalang sudah ada petunjuk arah kemana kita harus berbelok agar sampai di Tembalang. Bila Anda sudah melewati Patung Kuda, berarti arah Anda sudah benar dan kekhawatiran tentang tersesat menjadi lebih kecil. Lalu kemana arah menuju Fakultas Teknik?
Apabila Anda melihat sebuah gapura besar dengan logo UNDIP yang terdapat di sana dan gapura tersebut melintang di sepanjang jalan serta berada di antara SPBU dan Gedung Serba Guna (GSG), Anda perlu melewatinya dan bergerak lurus terus ke depan. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi, tentu akan lebih praktis dan nyaman. Namun jika Anda memilih untuk berjalan kaki agar sekaligus untuk berolahraga ringan, maka energi yang Anda butuhkan akan cukup banyak, karena jalan yang akan dilewati berupa jalan naik-turun yang trotoarnya pun kurang nyaman bagi pejalan kaki. Bila Anda menggunakan kendaraan umum, Anda juga tidak perlu repot karena kendaraan umum yang harus Anda naiki hanya satu, yaitu angkutan yang berwarna kuning. Anda perlu mengatakan tujuan Anda pada supir angkutan, misal kampus S-1 Teknik Sipil, maka angkutan umum tersebut akan mengantarkan Anda sampai tujuan. Tarifnya pun hanya Rp. 2500,-, cukup terjangkau bagi kantung mahasiswa. Dari gapura UNDIP tersebut Anda akan menemukan sebuah perempatan pertama dengan lalu lintas penyeberangan yang biasanya padat. Anda hanya perlu lurus saja. Tidak jauh dari perempatan itu, Anda kemudian akan menemukan sebuah pertigaan dengan masjid kampus di kiri jalan yang berada beberapa meter dari pertigaan tersebut. Anda hanya perlu bergerak lurus saja. Anda akan melewati sebuah jembatan dan Anda akan menemukan sebuah bundaran. Dari sana, Anda beloklah ke kiri. Sekarang Anda mulai memasuki area kampus Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik yang Anda cari mudah ditemukan, karena berada tidak jauh dari jalur utama dan berkelompok dalam satu area. Jurusan Teknik Sipil adalah kampus pertama yang akan Anda temui. Kampus Sipil, yang bangunannya paling berumur dibandingkan dengan bangunan-bangunan kampus lainnya karena sudah berdiri seiring dengan berdirinya Fakultas Teknik, berada tak jauh dari jalur utama. Begitu Anda melewati gedung kembar ICT, Anda akan menemukan sebuah perempatan pertama. Belok ke kiri dan maju beberapa meter, Anda sudah akan menemukan gerbang kampus Sipil. Kampus Sipil berada tepat di depan Student Center atau mahasiswa biasa menyebutnya PKM Baru. Anda dapat masuk ke sana, mungkin untuk sekadar melihat-lihat bagaimana kampus Sipil, apakah sesuai dengan bayangan Anda dan apakah sesuai dengan penerapan ilmu Sipil itu sendiri.
Pada dasarnya tidak susah untuk mencari letak kampus Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Selain karena jalannya yang tidak terlalu banyak bercabang, lingkungan sekitar kampus yang selalu ramai bisa membantu Anda dalam menanyakan arah pada orang yang berada di sekitar situ. Yang juga tak kalah penting adalah tujuan Anda harus jelas, agar Anda tidak membingungkan diri Anda sendiri. Jangan malu bertanya. Ingat pada pepatah yang mengatakan, “Malu bertanya, sesat di jalan.”

8 November 2013

SKANDAL - Chapter 3

SKANDAL
Chapter 3

-xxx-

Suasana koridor sekolah setelah bel masuk berbunyi tampak lengang. Terkadang hanya ada beberapa guru, siswa, atau petugas kebersihan yang lewat. Selebihnya, semua orang berada di dalam kelas.
            Namun suasana koridor yang hening sedikit terusik dengan adanya suara derap langkah kaki. Seorang namja berumur 20-an, yang merupakan guru biologi di sekolah ini tampak sedang berjalan-jalan di koridor dengan santai, sembari sesekali menyesap segelas kopi yang ada di tangannya. Park Yoochun, begitu nama lengkap namja bersuara husky ini, mengisi kegiatannya dengan berjalan-jalan santai, karena dia tidak ada jam mengajar pagi ini. Kakinya melangkah menyusuri koridor yang sepi. Matanya sesekali menengok ke dalam kelas dan menyapa guru-guru yang sedang mengajar dengan sebuah anggukkan.
            “Hah~” Yoochun menghela napas pelan.
            Sebenarnya dia juga bosan harus jalan-jalan sendirian seperti ini, tapi cuma duduk di ruang guru itu lebih membosankan. Biasanya dia sering menghabiskan waktu luang bersama sahabatnya yang seorang guru matematika, Jung Yunho. Tapi sahabatnya itu ada jam mengajar pagi ini. Yoochun meneruskan langkahnya dengan malas.
            ‘Mungkin duduk di taman lebih baik,’ pikir Yoochun, sambil melangkah menuju taman yang ada di samping sekolah.
            Yoochun menghabiskan seteguk kopinya dan membuangnya di tempat sampah yang berada di dekat pintu masuk ruang kelas yang dilewatinya. Yoochun melongok sedikit ke dalam untuk melihat siapa guru yang mengajar.
            ‘Oh, Yunho,’ batin Yoochun sambil tersenyum ke arah sahabatnya yang sedang duduk di balik meja guru itu, berharap sahabatnya itu melihatnya.
            Namun senyum di wajah Yoochun hilang ketika mendapati Yunho kini sedang menyangga kepalanya yang tertunduk dengan telapak tangan kanannya, sementara jemarinya tampak memijit pelipisnya. Yoochun maju beberapa langkah dan melihat lebih ke dalam. Suasana kelas yang hening dan masing-masing dari mereka tampak sibuk mengerjakan sesuatu membuat Yoochun berasumsi bahwa mereka sedang mengerjakan ulangan.
            Yoochun mengernyit ketika matanya menangkap beberapa siswa yang duduk di belakang saling melempar kertas contekan. Hei, dia juga guru. Dan dia tidak suka melihat murid yang menyontek. Segera dialihkan pandangannya kepada Yunho, mencoba melihat tindakan apa yang akan Yunho lakukan.
            Yoochun terkesiap kaget ketika mendapati Yunho masih memijit-mijit kepala. Yunho tampak acuh pada murid-muridnya, tak peduli meski beberapa dari mereka mulai menyontek saat ulangan. Atau… dia tidak tahu kalau ada yang menyontek? Tidak, itu mustahil. Biasanya Yunho akan mengawasi murid-muridnya dengan tegas saat ulangan. Bahkan ketika ada yang tertangkap basah sedang menyontek, Yunho tidak segan untuk langsung merobek lembar jawab siswa itu.
            Lalu, kenapa Yunho bersikap tak seperti biasanya?
            Yoochun mempertajam penglihatannya dan mengamati Yunho lekat. Wajah Yunho memang terlihat lelah, tak seperti biasanya. Waktu Yoochun menyapa Yunho tadi pagi di ruang guru, Yunho juga terlihat lemas.
            ‘Apa ada yang sedang mengganggu pikirannya?’ batin Yoochun sambil berjalan meninggalkan kelas itu. Dia tidak mau terlalu lama berdiri di sana dan nantinya malah mengganggu kegiatan belajar-mengajar.
            ‘Mungkinkah ini berhubungan dengan Jaejoong?’
*          *          *
            “Yak, Jung Yunho!” panggil Yoochun ketika melihat Yunho berjalan masuk ke ruang guru.
            Yunho melirik Yoochun sekilas, kemudian melanjutkan langkahnya berjalan ke mejanya. Diletakkannya setumpuk buku di atas meja. Baru saja Yunho ingin duduk dan sedikit mengistirahatkan tubuhnya di kursi, seseorang menarik lengannya kuat.
            “Setelah ini kau tidak ada jam mengajar, ‘kan?” tanya Yoochun sambil menggenggam erat lengan Yunho, menahan namja itu agar tidak duduk dulu.
            “Tidak. Maka dari itu aku ingin tidur sebentar disini. Aku lelah, Park Yoochun, dan aku sedang tidak ingin bermain denganmu,” jawab Yunho ketus sembari memasang ekspresi kecut.
            “Ikut denganku,” ujar Yoochun. Ditariknya lengan Yunho dan dibawanya sahabatnya itu beranjak dari ruang guru.
            “Yah~! Park Yoochun! Lepaskan,” raung Yunho sambil mencoba melepaskan diri dari Yoochun.
            Beberapa guru lain yang ada di ruang guru menatap mereka dengan tatapan bingung. Yoochun hanya mendengus pelan dan tidak memedulikan Yunho yang terus berontak.
            “Kau mau apa, Park Yoochun?” tanya Yunho dengan nada kesal. Akhirnya dia menyerah dan pasrah saja mengikuti langkah Yoochun. Dia tak punya cukup tenaga untuk berontak. Semalam dia kurang tidur dan hari ini tubuhnya terasa lemas.
            “Ada yang ingin kubicarakan denganmu,” jawab Yoochun singkat tanpa menoleh sedikit pun ke arah Yunho. Yunho mengerutkan dahinya dan menatap Yoochun bingung.
            “Kalau begitu, dibicarakan di ruang guru saja bisa ‘kan?”
            “Aish, sudahlah, jangan berisik terus, Jung Yunho. Sekarang masih ada jam pelajaran, kau ingat itu ‘kan?
            Yunho memutuskan untuk mengunci mulutnya dan hanya mengikuti langkah Yoochun saja. Semakin cepat urusan mereka selesai, semakin cepat pula Yunho bisa tidur sejenak di ruang guru.
            Yoochun baru melepaskan tangannya dari lengan Yunho ketika mereka sampai di atap sekolah. Angin yang berhembus cukup kencang langsung menyambur kedua namja ini ketika mereka membuka pintu yang menghubungkan ke atap sekolah. Yoochun melangkah pelan dan berhenti di tengah-tengah.
            Yoochun kemudian membalikkan tubuhnya dan menatap Yunho tajam, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, “Apa yang Kim Jaejoong katakan padamu?” tanya Yoochun tiba-tiba.
            Yunho tersentak kaget, alisnya bertaut menatap Yoochun, “Apa maksudmu?”
            “Kau menemui Kim Jaejoong, bukan?”
            Yunho hanya diam, kepalanya menunduk dalam. Kaki jenjangnya melangkah perlahan menuju ke samping, ke bagian dinding setinggi 1 meter yang membatasi area atap sekolah. Tubuhnya disandarkan ke dinding, sementara kedua sikunya bertumpu pada bagian atas dinding. Kepalanya menegadah, menerawang ke langit biru tak berawan.
            “Tidak ada yang dia katakan,” kata Yunho lirih. Yoochun berjalan perlahan menuju ke tempat Yunho berdiri dalam diam, membiarkan Yunho melanjutkan kalimatnya.
            “Aku sudah mengetuk pintu dan memanggil namanya, tapi dia tidak keluar untuk menemuiku,” lanjut Yunho, “Aku yakin dia ada di dalam. Tapi…” Yunho menggantung kalimatnya. Ditariknya napas dalam-dalam untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya.
            Yoochun berdiri di samping Yunho dan menyandarkan tubuhnya juga pada dinding. Matanya menatap lurus ke depan sementara telinganya setia mendengar cerita Yunho.
            “Mungkin memang dia tidak ingin melihatku lagi. Dan kurasa… hubungan ini memang berakhir hanya sampai di sini.”
            Yoochun terperangah kaget mendengar kata-kata Yunho. Tanpa sadar tangannya meraih kerah baju Yunho dan menariknya kuat, membuat Yunho berdiri tepat di depannya. Kedua bola matanya menatap Yunho tajam. Sebelah tangannya yang terkepal hendak melayangkan sebuah pukulan ke wajah sahabatnya itu.
            Yunho yang tahu Yoochun akan memukulnya memilih untuk tidak berontak sedikit pun. Dia tahu kalau dirinya memang pantas mendapatkan itu. Mata bak musangnya balas menatap Yoochun. Terlihat jelas gurat kemarahan di wajah tampan Park Yoochun.
            “Yah, Jung Yunho~!” seru Yoochun sambil mempererat cengkraman tangannya di kerah baju Yunho, “Apa seperti ini sikap seorang Jung Yunho yang aku kenal?! Jung Yunho yang kukenal bukanlah pengecut yang pesimistis seperti ini. Dia seorang yang tidak mudah putus asa dan teguh pada pendiriannya,” ujar Yoochun lantang, tepat di depan wajah Yunho.
            Yunho menghela napas berat. Kepalanya sedikit tertunduk untuk menyembunyikan ekspresi kepedihan di wajahnya. Kepalan tangan Yoochun terangkat dan siap untuk memukul Yunho, namun sedetik kemudian Yoochun mendengus kesal dan menurunkan kepalan tangannya. Dia melepaskan cengkraman tangannya pada kerah Yunho dan sedikit menghentakkannya, membuat Yunho mundur selangkah ke belakang.
            Yoochun cepat-cepat membuang mukanya, sementara Yunho menatapnya dengan perasaan bersalah karena telah membuat Yoochun khawatir padanya sampai seperti ini.
            “Mianhe, Yoochun-ah,” ujar Yunho lirih. Kepalanya menunduk dalam, matanya sibuk menekuri lantai.
            Yoochun menolehkan kepalanya dan menatap Yunho. Ada sebersit rasa penyesalan yang menghampirinya ketika dia menyadari perbuatan yang baru saja dilakukannya pada Yunho.
            “Aku… aku pikir semuanya akan baik-baik saja. Aku pikir Jaejoong masih…” lagi-lagi Yunho menggantung kalimatnya. Dadanya kembali terasa sesak tiap kali dia memikirkan Kim Jaejoong. Dia merasa kalut dan bingung, tak tahu harus bagaimana.
            “Bukankah selama ini kau mempercayainya? Bukankah sebelum skandal ini, tiap kali aku memberitahu gosip tentang Kim Jaejoong, kau akan dengan tegas menyangkalnya dan mengatakan kalau kau percaya pada Kim Jaejoong? Lalu sekarang apa?”
            “Aku tidak tahu. Aku merasa seharusnya semuanya tidak seperti ini. Tapi Jaejoong…”
            “Yunho,” potong Yoochun, nada suaranya rendah dan tegas. Matanya menatap lurus ke arah Yunho yang kini sudah mengangkat kepala dan balas menatapnya. “Yakinkan dan buktikanlah kalau rasa percayamu pada Kim Jaejoong selama ini tidak pernah salah.”
*          *          *
            Jung Yunho menginjak pedal gas kuat, membuat mobilnya melaju cukup kencang di jalanan kota Seoul malam ini. Meski jam hampir menunjukkan waktu tengah malam, tapi sepertinya penduduk Seoul masih enggan untuk berhenti dari aktifitas mereka. Terlihat dari kondisi jalan yang maish ramai dengan kendaraan.
            Yunho menatap lurus ke depan. Dikatupkannya rahangnya kuat-kuat. Kata-kata Yoochun siang tadi di atap sekolah masih jelas membekas di pikirannya, membuat namja bermarga Jung satu ini memutuskan untuk pergi ke rumah Jaejoong sekali lagi. Dan kali ini dia tidak akan menyerah. Dia siap untuk melakukan apa saja, asal dia bisa bertemu dengan kekasihnya.
            ‘Aku akan melindungimu, Jae,’ batin Yunho sembari tangannya mencengkeram kuat stir mobil.
            Perlahan Yunho menginjak pedal rem, membuat roda-roda mobilnya bergerak lebih pelan dan akhirnya mobil hitam milik Yunho berhenti beberapa meter dari rumah Kim Jaejoong. Dimatikannya mesin mobilnya dan dilepaskannya sabuk pengaman dari tubuhnya. Diliriknya jam tangan yang setia melingkar di pergelangan tangan kirinya sekilas.
            Yunho mencoba merilekskan tubuhnya dengan beberapa kali menghirup napas dalam-dalam. Mata sipitnya menatap tepat ke arah rumah Jaejoong. Dengan kedua tanan yang terlipat di depan dada, Yunho berusaha memikirkan langkah yang akan dia lakukan selanjutnya.
            ‘Apa aku harus kesana dan mengetuk pintu? Atau langsung masuk saja? Aish, apa yang harus kulakukan sekarang,’ batin Yunho sembari mengacak rambutnya frustasi.
            Yunho mengarahkan pandangannya ke kaca spion yang ada di atasnya dan di sampingnya, mencoba mengamati keadaan di sekeliling rumah Jaejoong. Tampak tidak ada wartawan bahkan seorang pun yang terlihat. Yunho menaikkan retsleting jaketnya sampai ke dagu. Setelah menghembuskan napas kuat-kuat, tangan Yunho bergerak untuk membuka pintu mobil dan bersiap untuk keluar.
            Tapi entah ada bisikan darimana, Yunho menghentikan jemarinya yang sudah memegang kenop pintu. Mendadak dia mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil dan pergi menemui Jaejoong. Yunho mengerjapkan matanya beberapa saat sembari menimbang-nimbang pilihan yang ada di hadapannya, keluar dari mobil dan menemui Jaejoong atau menunggu sejenak di dalam mobil.
            Perlahan jari-jari Yunho lepas dari kenop pintu. Disandarkannya kembali punggungnya di kursi pengemudi, sementara tangannya memukul stir mobil dengan cukup keras.
            Yunho tidak banyak bergerak setelah itu. Kedua tangannya masih memegang stir mobil dan matanya menatap rumah Jaejoong lekat. Cukup lama Yunho terdiam di dalam mobilnya sementara pikirannya mengembara entah kemana.
            Yunho kembali tersadar dari lamunan kosongnya ketika menangkap ada gerakan dari pintu rumah Jaejoong. Pintu itu membuka perlahan. Yunho menegakkan tubuhnya dan mencondongkan tubuhnya ke depan, sembari berusaha mempertajam penglihatannya, bersiap untuk mengantisipasi apa pun yang terjadi setelah ini.
            Tak berapa lama kemudian, tampak seorang yeoja dengan rambut sebahu keluar dari rumah Jaejoong, disusul oleh Jaejoong yang berdiri di ambang pintu. Mereka berdua tampak berbicara satu sama lain, sampai akhirnya yeoja itu berjalan meninggalkan rumah Jaejoong menuju sebuah mobil silver yang terparkir di seberang rumah Jaejoong. Jaejoong masih berdiri di ambang pintu dan tampak sedang memperhatikan yeoja itu, sementara yeoja itu memasuki mobilnya.
            Yunho mengerjapkan matanya beberapa kali sambil terus mengamati wanita itu. Rambut pendek sebahunya membuat Yunho mengerutkan dahi, berusaha mengingat wajah yeoja yang terasa tak asing bagi Yunho. Tunggu, jangan-jangan yeoja itu… Wang Jihye?
            Yeoja itu menurunkan kaca mobilnya dan melambaikan tangan ke arah Jaejoong. Jaejoong yang melihatnya balas melambaikan tangan dan sebuah senyum menghiasi wajahnya. Mobil silver yang dikendarai yeoja itu perlahan berjalan dan meninggalkan rumah Jaejoong. Begitu mobil itu menghilang dari pandangan, Jaejoong kembali masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu.
            Tangan Yunho yang semula mencengkeran stir mobil erat kini terjatuh lemas ke samping tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang dan pikirannya sibuk berkelana.
            ‘Jadi… semua skandal itu benar? Jaejoong dan Wang Jihye…’ batin Yunho. Matanya menatap penuh tanya ke arah rumah Jaejoong. ‘Kenapa, Jae?’
*          *          *
   
-to be continued-

1 November 2013

SKANDAL - Chapter 2

SKANDAL
Chapter 2

-xxx-

Suasana apartemen Yunho malam ini sepi. Tak ada suara lain selain suara televisi. Namja pemilik apartemen ini pun hanya duduk di atas karpet berwarna coklat muda yang ada di ruang tengah dan sibuk dengan laptopnya. Jemarinya bergerak lincah di atas keyboard dan matanya menatap lurus ke arah layar laptop. Sesekali Yunho menghentikan aktivitasnya sejenak untuk menyesap segelas kopi yang ada tak jauh dari laptopnya.
            “Apa Jaejoong benar-benar tidak mengatakan sesuatu padamu tentang ini?” tiba-tiba kata-kata Yoochun pagi tadi melintas di benak namja bermarga Jung ini. Seketika jemarinya berhenti bergerak dan matanya hanya menatap kosong.
            “Skandal. Kim Jaejoong terlibat skandal dengan aktris Wang Jihye. Kau benar-benar tidak tahu?” Yunho terdiam dan memikirkan kata-kata Yoochun pagi tadi.
            Jaejoong terlibat skandal? Yunho sama sekali tidak mendengar berita tentang skandal ini sebelumnya, sampai Yoochun mengatakannya pagi tadi. Jaejoong juga tidak mengatakan apa pun padanya. Bahkan penyanyi top Korea itu sulit untuk dihubungi beberapa hari ini.
            Dahi Yunho berkerut begitu mata sipitnya menangkap majalah yang tergeletak begitu saja di atas meja. Majalah dengan cover Kim Jaejoong dan aktris Wang Jihye. Majalah yang tadi pagi Yoochun tunjukkan padanya. Majalah nista yang Yunho letakkan sembarangan saat dia mengeluarkan laptopnya dari ransel.
            Yunho sama sekali belum membuka majalah itu. Entah karena alasan apa, tapi Yunho memilih untuk tidak menyentuh majalah itu. Itu yang ada di pikirannya tadi pagi, namun sekarang berbeda. Yunho berubah pikiran dan dia ingin membaca berita tentang skandal kekasihnya. Terlalu banyak pertanyaan yang berkelebat di otaknya, membuat tangan Yunho bergerak meraih majalah itu.
            Diperhatikannya lekat-lekat sampul majalah itu. Setelah menarik napas dalam, Yunho mulai membuka majalah itu. Tak butuh waktu lama bagi Yunho untuk menemukan berita yang dia cari, karena toh berita skandal Kim Jaejoong ada di halaman pertama majalah itu.
‘Kim Jaejoong dan Wang Jihye Tertangkap Kamera Sedang Berpegangan Tangan’
            Yunho mengerutkan alisnya membaca headline berita itu. Bola matanya bergerak menelusuri tiap kata yang menjadi berita terhangat saat ini.
‘Kim Jaejoong, penyanyi papan atas Korea, tertangkap basah sedang berpegangan tangan dengan Wang Jihye di sebuah jalan di Apgujung, Sabtu malam lalu. Keduanya berjalan bersama menyusuri jalanan Apgujung. Meski mereka berdua memakai topi dan masker, tapi mata para fans setia Kim Jaejoong tidak pernah salah mengenali idola mereka,’
            Yunho mengamati sebuah foto yang menampilkan sosok seorang namja dan yeoja sedang berpegangan tangan. Foto tersebut agak buram, sehingga wajah namja dan yeoja yang mengenakan masker dan topi itu tidak terlalu jelas. Lama Yunho memperhatikan foto itu. Awalnya dia tidak percaya dengan kebenaran foto itu sebagai foto Kim Jaejoong dan Wang Jihye, namun ketidakpercayaannya sirna begitu dia mengenali sepatu yang dikenakan oleh namja dalam foto tersebut. Sepatu sneakers dengan kombinasi warna hitam-coklat itu milik Jaejoong. Yunho ingat benar ketika Jaejoong memamerkan sepatu itu kepadanya beberapa waktu lalu. Itu sepatu yang Jaejoong beli ketika dia tour ke Jepang.
            ‘Benarkah?’ tanya Yunho dalam hati sembari menghela napas berat.
‘Diduga kedua selebriti yang berada dalam agensi yang sama ini tengah menjalin suatu hubungan istimewa. Apakah mereka sedang berkencan?’
            Yunho mengatupkan rahangnya kuat-kuat tiap membaca kalimat demi kalimat yang ada di berita itu. Dia masih bisa menahan kekesalannya saat membaca berita itu sampai kalimat terakhir. Namun tidak setelah Yunho melihat sebuah foto di sudut halaman itu. Foto yang menampakkan seorang namja dan yeoja tengah berciuman di dalam mobil. Meski buram karena gelapnya kaca mobil, namun siluet mereka masih bisa dikenali. Refleks Yunho melempar majalah yang sudah agak kusut karena sedari tadi dia menggenggamnya dengan kuat selagi dia membaca beritanya.
            Emosi Yunho yang sudah dia tahan seharian ini sekarang meluap. Diambilnya ponsel yang tergeletak di atas meja dengan kasar. Ditekannya keypad ponselnya dengan cepat, sebelum kemudian menempelkan ponselnya ke telinga kanannya. Dia butuh penjelasan dari Jaejoong sekarang.
            15 detik berlalu, Jaejoong tak kunjung mengangkat panggilannya. Sampai akhirnya Yunho menyerah dan mengumpat kesal ketika operator telepon yang menyahut panggilannya. Dia melemparkan ponselnya ke atas sofa dengan kasar.
            “Argh!” erang Yunho sembari memegang kepalanya dengan kedua tangannya.
            Napas Yunho pendek-pendek dan jantungnya berdegup kencang. Tangannya mengacak rambutnya frustasi. Yunho menengadahkan kepalanya dan memejamkan matanya, sembari berusaha menenangkan dirinya. Yunho mencoba menarik napas panjang beberapa kali untuk meredam emosinya.
            “Kenapa, Jae? Kenapa seperti ini?” bisik Yunho.
            Ingatannya membawa Yunho kembali mengingat saat terakhir kali dia bertemu Jaejoong sebelum skandal ini mencuat. Saat itu Jaejoong tampak murung, tak seperti biasa. Tapi saat itu Yunho tak ambil pusing, karena dia pikir kekasihnya itu hanya sedang lelah.
            “Apa kau lelah bersamaku?”
            “Yunho-ya, kau percaya padaku ‘kan?”
            Pertanyaan yang Jaejoong lontarkan saat itu terngiang di benak Yunho. Yunho menegakkan tubuhnya dan irisnya menatap lurus ke depan. Perlahan semuanya terasa jelas. Memang ada sesuatu yang Jaejoong sembunyikan saat itu, tapi Jaejoong tidak mau mengakuinya ketika dia tanya tentang hal itu. Dan Yunho yakin yang disembunyikan Jaejoong pasti berkaitan dengan skandal ini.
            Mata Yunho mendadak terpaku pada layar televisi yang tengah menampilkan sebuah iklan tentang wisata Korea.
            “Apa yang terjadi, Jae?” tanya Yunho dengan suara lirih saat melihat bintang utama iklan itu adalah kekasihnya, Kim Jaejoong.
            Senyum Jaejoong di iklan tersebut membuat namja bermarga Kim itu terlihat sangat manis meski tubuhnya dibalut dalam tuksedo hitam. Yunho tersenyum pahit melihat kekasihnya.
            ‘Aku percaya. Aku percaya padamu, Jaejoong-ah,’ ucap Yunho dalam hati, berusaha menguatkan dirinya.

19 Oktober 2013

SKANDAL - Chapter 1

SKANDAL

Tataplah mataku.
Percayalah padaku, percayalah padaku.
Jika ada yang harus kau dengar, dengarlah dariku.
*          *          *
a YUNJAE fanfiction
Skandal © Kristalicia Rizki
Disclaimer : They belong to God. This fanfiction belongs to me.
Rate : PG-15
Warn : YAOI, Shounen-ai, BoyXBoy, BL, OOC, Typo(s).
*          *          *
            “KIM JAEJOONG!”
            “OPPA!”
            “KIM JAEJOONG SARANGHAE!”
            “JAEJOONG OPPA!”
            Pekikan yeoja-yeoja memenuhi sebuah studio di salah satu stasiun TV terkenal di Korea Selatan yang sedang digunakan sebagai tempat syuting sebuah acara musik yang terkenal, baik di Korea maupun di luar negeri. Yeoja-yeoja itu kompak meneriakan fan-chant mereka ketika seorang penyanyi solo pria tengah membawakan lagunya di atas panggung. Tak henti-hentinya para yeoja itu histeris melihat penampilan idolanya. Kedua tangan mereka dengan erat memegang fan-board, lightstick, atau banner.
            Penyanyi solo pria yang piawai menyanyi dan terkenal dengan suara yang luar biasa ini bernama Kim Jaejoong. Memulai debutnya sejak umur 20 tahun, namja berkulit putih serta berwajah tampan ini sudah bergelut di dunia entertainment selama kurang lebih 6 tahun. Berbagai penghargaan telah diraihnya sejak masa keemasannya. Bahkan, Kim Jaejoong menjadi salah satu penyanyi yang telah diakui oleh banyak komposer dunia.
            Albumnya berhasil menggebrak pasar musik Korea dan Jepang. Single-nya mencetak rekor dengan jumlah unduhan terbanyak. Konsernya di berbagai negara di Asia menuai banyak pujian dan berhasil menyedot puluhan ribu penonton. Tak dipungkiri, konser solo perdananya di Eropa juga sukses besar. Bisa dikatakan, Kim Jaejoong adalah ikon musik Korea yang paling bersinar.
            Tapi, 2 tahun yang lalu tidaklah sama dengan sekarang.
            “Kamsahamnida,” ucap penyanyi bersuara emas ini di penghujung lagunya. Namja yang akrab disapa Jaejoong ini membungkukkan badannya sembilan puluh derajat, kemudian tersenyum pada fansnya sebelum turun dari panggung.
            Manajer Jaejoong, yaitu pria berusia di akhir 30, segera menghampirinya dan menyodorkan sebotol air mineral. Jaejoong menerimanya dan meneguk air tersebut.
            “Jaejoong-ah, Presdir Baek ingin bertemu denganmu hari ini,” kata manajer yang bernama Kim Junsu.
            Jaejoong menatap sekilas pada manajer-nya, “Ada apa? Tumben mendadak,” ucapnya, sambil berjalan menuju mobil van-nya.
            “Ada yang ingin beliau bicarakan denganmu,” jawab sang manajer. Begitu mereka sampai di depan van, Junsu segera membukakan pintu mobil untuk Jaejoong. Jaejoong menatap sekeliling sebelum masuk ke dalam mobil.
            ‘Rasanya ada yang kurang,” batin Jaejoong sebelum masuk ke dalam mobil. Junsu menutup pintu, kemudian menyusul masuk ke dalam mobil, duduk di kursi samping pengemudi.
            “Bicara tentang apa, hyung?” tanya Jaejoong sembari mengeluarkan ponsel miliknya dan mulai sibuk menekan-nekan layar ponsel touch screen-nya.
            “Soal itu…” Junsu terdiam sejenak sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya, “aku juga kurang tahu, Jaejoong-ah.”
            “Um, baiklah,” gumam Jaejoong. Dirinya sudah mulai tenggelam dalam kesibukan dengan ponselnya, sementara Junsu melirik Jaejoong dari kaca spion. Tatapan matanya seolah khawatir sekaligus was-was. Ini bukan pertanda baik.
*          *          *
            Kim Jaejoong berjalan menyusuri salah satu koridor di gedung kantor agensinya. Sesekali tangannya bergerak untuk merapikan rambutnya. Tak lupa, Jaejoong tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya ketika berpapasan dengan orang-orang yang dikenalnya. Kakinya melangkah menuju ruangan CEO agensinya, yaitu Presdir Baek.
            “Temui Presdir Baek di ruangannya,” kata Junsu sebelum Jaejoong turun dari van tadi.
            “Hyung tidak ikut?” tanya Jaejoong heran.
            “Ani. Katanya Presdir ingin bicara berdua denganmu,” jawab Junsu, kemudian tersenyum canggung. “Aku tunggu disini, lalu kita pergi minum, bagaimana?” Jaejoong hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian turun dari mobil.
            Sepanjang jalan menuju ke ruangan Presdir Baek, Jaejoong terus berpikir apa yang hendak dikatakan Presdir Baek padanya. Namun lamunannya terhenti ketika dirinya menyadari telah sampai di depan ruangan Presdir Baek.
            “Annyeong, Reika-sshi,” sapa Jaejoong pada sekretaris Presdir Baek.
            “Annyeong, Jaejoong-sshi. Presdir sudah menunggu, silahkan langsung masuk saja,” ujar yeoja berambut sebahu itu.
            “Ah, ne,” sahut Jaejoong sembari mengangguk samar.
            Kakinya mulai melangkah lagi mendekati sebuah pintu. Diketuknya pintu itu beberapa kali.
            “Masuk,” sahut seseorang di dalam. Segera Jaejoong meraih gagang pintu dan membuka pintu itu perlahan.
            Iris hitamnya menangkap sosok pria yang tengah duduk di balik meja dan terlihat sibuk menangani beberapa berkas. Jaejoong berjalan memasuki ruangan itu dan berhenti beberapa langkah dari meja kerja sang CEO.
            “Permisi, Presdir,” sapa Jaejoong sambil membungkukkan badannya.
            “Oh, Jaejoong, kau sudah datang?” sahut Presdir Baek, tangannya sibuk merapikan beberapa kertas yang berserakan di atas mejanya.
            “Ne.”
            Presdir Baek segera bangkit dari duduknya, “Mari, silahkan duduk,” ucapnya sambil mempersilahkan Jaejoong untuk duduk di sofa yang ada di pinggir ruangan.
            “Ne, kamsahamnida,” kata Jaejoong, kemudian duduk bersebrangan dengan Presdir Baek.
            “Ada yang ingin kubicarakan denganmu,” kata Presdir Baek memulai pembicaraan. Jaejoong hanya diam, menunggu Presdir Baek melanjutkan kalimatnya.
“Kau tentu tahu, saat ini banyak bermunculan grup-grup baru,” lanjut Presdir Baek.
            Jaejoong menelan ludahnya gugup, mendadak tenggorokannya terasa kering. Sepertinya Jaejoong tahu arah pembicaraan ini.
            “Mereka mulai menggebrak pasar musik saat ini. Sepertinya masyarakat ingin sesuatu yang baru, muda dan enerjik.”
Lagi-lagi Jaejoong menelan ludahnya gugup. Ini bukan pertanda baik. Dan Jaejoong harus bersiap untuk segala kemungkinan terburuk.
            “Dan penjualan albummu kali ini menurun dari album sebelumnya. Kau tahu maksudku, ‘kan?” ucap Presdir Baek sembari menatap Jaejoong dengan pandangan tegas. Jaejoong hanya balas menatap Presdir Baek dengan pandangan ragu.
            “Popularitasmu mulai menurun, Kim Jaejoong, kau kalah bersaing dengan para grup baru itu,” kata Presdir Baek. Meski suaranya terdengar tegas, namun batinnya sebenarnya tidak ingin mengatakan ini. “Lakukanlah sesuatu, supaya kau bisa kembali mendapatkan perhatian masyarakat dan mendongkrak penjualan albummu. Lakukanlah apa pun asal tidak melanggar hukum. Kalau perlu, buatlah skandal.”
            “Ne?” tandas Jaejoong cepat. Sepertinya dia tidak percaya pada apa yang telah dia dengar.
            “Skandal. Buatlah skandal dengan salah satu artis,” sahut Presdir Baek tegas.
            Jaejoong mengerjapkan matanya beberapa kali. Apa ini? Skandal? Dia harus membuat skandal?

Aku Cinta Indonesia (dan Jepang)

Sejak masih berada di taman kanak-kanak, pertanyaan klise tentang apa cita-cita kita di masa depan sering dilontarkan oleh orang-orang dewasa di sekeliling kita, entah itu orang tua, sanak keluarga, guru di sekolah, atau juga orang dewasa lainnya yang bahkan tidak pernah kita temui sebelumnya. Dan aku semasa kecil yang ditanyai tentang hal itu hampir selalu menjawab dengan jawaban yang terdengar mulia, ingin menjadi dokter. Kenyataannya sekarang berbeda. Cita-citaku berubah seiring dengan bertambahnya usia dan kemampuan berpikir. Sekarang aku bukanlah lagi anak berumur 5 tahun yang ingin menjadi dokter demi mengobati orang sakit. Aku yang sekarang sadar bahwa menghafal nama ilmiah dalam bahasa latin itu tidak semudah menghafalkan lagu berbahasa Jepang.
              Berbicara tentang masa kecil, masa kecilku bisa dibilang tidak terlalu istimewa. Akan tetapi satu hal yang kusukai dari diriku dan tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang adalah kecintaanku terhadap komik Jepang. Berawal dari tokoh fantasi abad 21 bernama Doraemon hingga Naruto, kegemaranku membaca komik terus bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Dari komik itu pula, ketertarikanku terhadap segala sesuatu tentang Negeri Sakura terus meningkat, mulai dari musik, drama, bahasa, kebudayaan, sampai gaya hidup orang Jepang, semuanya selalu berhasil menyita perhatianku. Saat mendengar ada seorang senior di SMA yang kuliah di Jepang, keinginanku untuk melanjutkan studi ke sana mulai muncul. Ditambah lagi, aku sejak awal memang telah memiliki ketertarikan tersendiri terhadap Jepang. Sempat muncul niatan untuk mengikuti seleksi beasiswa ke Jepang, tapi niat tersebut kuurungkan lantaran aku harus menunggu setahun untuk mengikuti seleksi itu. Pada akhirnya kuputuskan untuk kuliah dahulu di sini dan setelah lulus barulah aku melanjutkan sekolah di Jepang. Izin dari orang tua sudah kudapatkan, dukungan dari keluarga pun akan selalu ada. Yang kurang hanyalah izin dari Tuhan.

              Aku yakin itu bukan hal yang mustahil. Hanya kesempatan saja yang belum datang. Keinginanku juga belum hilang. Cita-citaku belum putus. Aku telah berjanji dengan diriku sendiri, kalau suatu hari nanti aku pasti bisa menimba ilmu di negeri kedua yang kucintai setelah Indonesia, Jepang.

30 Agustus 2013

MABA – DAY TWO


Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Fakultas
 @ Gedung Prof. Sudharto
7.00 a.m.

THIS IS THE MOST NERVE-WRACKING LONG DAY!

*             *             *

                Hari kedua PMB nih. Hari ini PMB Fakultas, dan Fakultas Teknik kumpul di Gedung Sudharto. Katanya sih emang dari dulu anak Teknik kumpul di sana, soalnya anak Teknik kalau jadi satu itu banyak banget. ^^
                Kumpulnya jam 7 kalau ga salah. Setelah paginya ngeloyor sama Levis buat cari makan dan ternyata cuma nemu nasi kuning dan akhirnya beli 2 bungkus sekalian niatnya sama buat siangnya, aku berangkat naik angkot.
                Eh btw ini hari pertamaku sendirian di Semarang. Ternyata biasa aja sih... ngalir aja. Kirain bakal ribet atau efek paling parah adalah stress. Tapi nyatanya aku santai aja. Terlalu cuek mungkin?
                Surprise pagi ini, pas turun dari angkot ketemu sama Zelika. Wah, rasanya seneng plus kangen kalau ketemu sama temen SMA. Pengin kumpul-kumpul dengan sesama perantauan dari Purbalingga. :) Sampai d Gedung Sudharto, aku langsung cari barisan anak Teknik Sipil setelah mampir ndopok bentar sama Putri, Wida, dan Hanina yang lagi kongko-kongko.
                Deg-deg-an nih, soalnya aku pakai rok pendek selutut. Kan harusnya pakai rok panjang. Untungnya ga dihukum sih. Fiuh~~  Ada temennya juga sebenernya, jadi kalau dihukum pun aku ga bakal sendirian.
                Setelah diabsen dan dikasih tahu sama kakak senior tentang tugas dan apa yang perlu dibawa buat PMB Jurusan besok, kita semua masuk ke dalam gedung. Agenda acara hari ini adalah mendengarkan ceramah/materi. Yang juga berarti aku bakal duduk seharian mendengarkan pembicara.
                Aku duduk di sebelah Intan. Dan di depan kami ada anak-anak Teknik Elektro yang isinya (kayanya) cowok semua. :o Jadi inget, tadi aku juga sempet lihat anak Teknik Mesin pas lagi baris. Ceweknya sedikit banget~ :o Anak cewek Teknik Sipil sih ada sepertiganya lebih sedikit kalau ga salah.
                Baru pulang jam 3-an sore lewat. Dan baru bisa sampai kost jam 4 sore setelah kumpul-kumpul dulu mendiskusikan yang buat besok.
            Di sinilah hari yang panjang dan menegangkan di kota perantauanku dimulai...

28 Agustus 2013

MABA – DAY ONE


Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru UNDIP
@ Stadion UNDIP, sebelah Rusunawa
7.00 a.m.

                Antara percaya dan tidak, sekarang aku ada di Semarang dengan status baru sebagai MAHASISWA BARU di UNIVERSITAS DIPONEGORO. :) Ga nyangka deh, hari ini benar-benar akan datang.
                Dan di sinilah aku sekarang berdiri. Di bawah terik matahari pagi yang cukup menyengat, ditemani langit biru cerah yang menggantung dan angin yang malas berhembus membuat ribuan mahasiswa baru angkatan 2013 kepanasan.
                Berangkat di antar oleh Mami naik Levis (baca: motor beat merah). Mami baru pulang nanti siang, katanya gara-gara sama Papi, Mami disuruh ngantering aku yang berarti aku ga boleh bawa motor sendiri buat pergi ke Stadion UNDIP buat ikut upacara Penerimaan Mahasiswa Baru.
                Jam 6 lewat sedikit baru berangkat dan ternyata jalanan udah ramai pakai banget. O__o Padat banget lah pokoknya, banyak motor dan mobil yang bercampur dengan angkot warna kuning. Puluhan MABA yang hilir mudik jalan di totoar menambah riuh suasana pagi itu di daerah Tembalang. Puji Tuhan aku sampai dengan selamat, Mami pulangnya juga baik-baik aja meski keluarnya dengan susah payah.
                Aku di barisan kelompok A. Beruntung banget, aku yang masuk ke stadion bareng Hanina dan kita harus berpisah karena beda barisan, ternyata ketemu (lagi) sama Erma. :) Wah ini tandanya aku sama Erma jodoh kali yaa~ xD Dan setelah barisan bergeser ke sana kemari berulang kali biar rapi, seorang cewek kecil berkerudung yang berdiri di sebelah kananku ternyata anak Sipil juga. :) such a great coincident. Nama dia Ima.
                Aku punya cerita lucu di hari pertama menjadi mahasiswa!
                Jadi, di sebelahku itu ada Ima. Di depanku ada 2 cewek, yang satu namanya Like anak Perikanan dan satunya lagi anak Geodesi yang aku lupa nmanya. :pv  Awalnya cuma iseng saling nyeletuk aja, eh ternyata kita berempat malah jadi terlibat obrolan seru yang ngalor-ngidul. :D Lumayan lah nambah-nambah teman. AKU GA MAU JADI ANAK ANTI-SOSIAL.
                Nah, sepanjang upacara berlangsung itu kita berempat sibuk ngobrol sambil ketawa-ketiwi. Pokoknya ada aja lah yang dibahas. :D Setelah obrolan yang panjang itu, tiba-tiba si Like nyeletuk saat kita lagi membahas tentang daerah asal masing-masing, yang kata-katanya kurang lebih begini, “Aku tuh suka bingung, orang Jawa kalau ngomong medhok itu sengaja apa ga sih?”
                Spontan aja aku yang berasal dari Jawa Tengah  menyahut, “Loh emang gimana?”
                Like, Ima dan cewek Geodesi itu tiba-tiba ketawa, bikin aku bingung sambil cengo.  Terus si Like nyeletuk lagi, “Kalau ga pakai medhok ga bisa ya?”
                “Loh emang kaya gini ga biasa?” tanyaku balik yang malah bikin mereka bertiga ngakak. Karena laughter is contagious, aku ikut ngakak aja. :D
                Setelah dipikirkan lagi, mungkin aku yang merasa bicara dalam nada yang biasa mungkin terdengar sangat medhok di telinga mereka yang asing dengan bahasa Banyumasan. Like dari Bekasi, sementara Ima dan cewek Geodesi sama kampung halamannya di Padang, tapi cewek Geodesi itu udah lama tinggal di Aceh.
                Pas pulang, aku cerita sama Mami soal insiden suara medhok-ku yang kental dengan nada Banyumasan. Mami yang dengar Cuma ikut ngakak aja, meninggalkan aku yang sama sekali masih bingung antara percaya apa ga apa bener suaraku ini medhok banget?  xD Meski akhirnya au mengakui hal itu juga.
                Lucu emang. Kadang aku denger orang Banyumasan yang lagi ngobrol aja udah ngakak, apalagi mereka yang baru denger logatnya. :D /rofl Pasi kedengerannya asing di telinga, aneh, dan lucu. LOLOL. :D
                Fyi, Like asli Purwokerto juga, tapi udah lama tinggal di Bekasi, jadi dia ngerti dikit-dikit tentang Banyumasan.
                Aku juga jadi inget Pak Satun, supir yang nganterin aku sama Mami ke Semarang naik Zebra, pernah cerita kalau di Sumatera dia pernah diolok dengan julukan “inyong”. :D
                Ya mau di gimana-in lagi, orang Banyumasan memang begini adanya. ^^
*             *             *
                Habis upacara, anak Sipil janjian mau kumpul-kumpul bentar buat membahas hal-hal yang sekiranya diperlukan buat PMB Fakultas besok. Setelah muter-muter gaje bareng Ima, akhirnya menemukan juga anak Sipil yang ternyata lagi ngumpul di lapangan basket deket stadion.
                Selalu deh ya, di antara puluhan atau bahkan ratusan anak, pasti ada satu-dua atau beberapa orang yang punya jiwa kepemimpinan yang sangat menonjol. Ini semacam hukum alam. Dan aku tidak termasuk dalam kriteria itu, kecuali di saat mendesak (mungkin).
                Nah seorang cowok lagi mengatur anak-anak Sipil buat pada baris yang rapi biar pembagian kelompok pohonnya jadi jelas dan ga ribet kelamaan, tiba-tiba muncul seorang pria berpakaian seragam keamanan yang mendekat, bersama dengan seorang kakak senior. Ga pakai ragu, mereka langsung menyuruh kami bubar sembari si petugas keamanan berkata, “Di sini tidak ada baris-berbaris!”
                Aku sih cuek aja dan cuma ikut ngeloyor pergi bareng anak Sipil lain. Cuma kaget aja sih, mendadak diusir begitu. Ga nyangka~~ :o
*             *             *
                Hari ini masih terbawa santai.Tugas buat besok ga ada yang ribe, kecuali masalah rok yang emang cukup mengganggu pikiranku. -__-
                Mami pulang sore jam 3-an. Naik travel Trans Jaya.
                Jadi, tinggal aku sendiri di kota asing ini. Ini artinya aku akan hidup sendiri untuk sekarang dan seterusnya. Jadi ingat sebuah kata, MANDIRI.
                Kamu udah dewasa, Ki, jangan bergantung terus. Pasti bisa melewati seminggu ini, buktinya 1 hari telah lewat. ^^ Semua akan baik-baik saja. Percayalah pada Tuhan yang selalu ada di sampingmu. Di tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri, jadi tidak ada yang perlu dicemaskan.

Kamu bisa, Ki~~ God bless you always. ^^


Wed, August 28th 2013
10.11 p.m.
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

ABOUT ME

Foto saya
Im a HUMANOIDS, not A-N-D-R-O-I-D~! I ♥ TVXQ. Fan of Lee Min Ho. Support VR46. Love watching SHINHWA Broadcast. :) me YUNJAE-shipper. not really into KPOP, but interest in JPOP esp ARASHI. member of GARUDA SIPIL 2013. ALWAYS KEEP THE FAITH!