19 Oktober 2013

SKANDAL - Chapter 1

SKANDAL

Tataplah mataku.
Percayalah padaku, percayalah padaku.
Jika ada yang harus kau dengar, dengarlah dariku.
*          *          *
a YUNJAE fanfiction
Skandal © Kristalicia Rizki
Disclaimer : They belong to God. This fanfiction belongs to me.
Rate : PG-15
Warn : YAOI, Shounen-ai, BoyXBoy, BL, OOC, Typo(s).
*          *          *
            “KIM JAEJOONG!”
            “OPPA!”
            “KIM JAEJOONG SARANGHAE!”
            “JAEJOONG OPPA!”
            Pekikan yeoja-yeoja memenuhi sebuah studio di salah satu stasiun TV terkenal di Korea Selatan yang sedang digunakan sebagai tempat syuting sebuah acara musik yang terkenal, baik di Korea maupun di luar negeri. Yeoja-yeoja itu kompak meneriakan fan-chant mereka ketika seorang penyanyi solo pria tengah membawakan lagunya di atas panggung. Tak henti-hentinya para yeoja itu histeris melihat penampilan idolanya. Kedua tangan mereka dengan erat memegang fan-board, lightstick, atau banner.
            Penyanyi solo pria yang piawai menyanyi dan terkenal dengan suara yang luar biasa ini bernama Kim Jaejoong. Memulai debutnya sejak umur 20 tahun, namja berkulit putih serta berwajah tampan ini sudah bergelut di dunia entertainment selama kurang lebih 6 tahun. Berbagai penghargaan telah diraihnya sejak masa keemasannya. Bahkan, Kim Jaejoong menjadi salah satu penyanyi yang telah diakui oleh banyak komposer dunia.
            Albumnya berhasil menggebrak pasar musik Korea dan Jepang. Single-nya mencetak rekor dengan jumlah unduhan terbanyak. Konsernya di berbagai negara di Asia menuai banyak pujian dan berhasil menyedot puluhan ribu penonton. Tak dipungkiri, konser solo perdananya di Eropa juga sukses besar. Bisa dikatakan, Kim Jaejoong adalah ikon musik Korea yang paling bersinar.
            Tapi, 2 tahun yang lalu tidaklah sama dengan sekarang.
            “Kamsahamnida,” ucap penyanyi bersuara emas ini di penghujung lagunya. Namja yang akrab disapa Jaejoong ini membungkukkan badannya sembilan puluh derajat, kemudian tersenyum pada fansnya sebelum turun dari panggung.
            Manajer Jaejoong, yaitu pria berusia di akhir 30, segera menghampirinya dan menyodorkan sebotol air mineral. Jaejoong menerimanya dan meneguk air tersebut.
            “Jaejoong-ah, Presdir Baek ingin bertemu denganmu hari ini,” kata manajer yang bernama Kim Junsu.
            Jaejoong menatap sekilas pada manajer-nya, “Ada apa? Tumben mendadak,” ucapnya, sambil berjalan menuju mobil van-nya.
            “Ada yang ingin beliau bicarakan denganmu,” jawab sang manajer. Begitu mereka sampai di depan van, Junsu segera membukakan pintu mobil untuk Jaejoong. Jaejoong menatap sekeliling sebelum masuk ke dalam mobil.
            ‘Rasanya ada yang kurang,” batin Jaejoong sebelum masuk ke dalam mobil. Junsu menutup pintu, kemudian menyusul masuk ke dalam mobil, duduk di kursi samping pengemudi.
            “Bicara tentang apa, hyung?” tanya Jaejoong sembari mengeluarkan ponsel miliknya dan mulai sibuk menekan-nekan layar ponsel touch screen-nya.
            “Soal itu…” Junsu terdiam sejenak sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya, “aku juga kurang tahu, Jaejoong-ah.”
            “Um, baiklah,” gumam Jaejoong. Dirinya sudah mulai tenggelam dalam kesibukan dengan ponselnya, sementara Junsu melirik Jaejoong dari kaca spion. Tatapan matanya seolah khawatir sekaligus was-was. Ini bukan pertanda baik.
*          *          *
            Kim Jaejoong berjalan menyusuri salah satu koridor di gedung kantor agensinya. Sesekali tangannya bergerak untuk merapikan rambutnya. Tak lupa, Jaejoong tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya ketika berpapasan dengan orang-orang yang dikenalnya. Kakinya melangkah menuju ruangan CEO agensinya, yaitu Presdir Baek.
            “Temui Presdir Baek di ruangannya,” kata Junsu sebelum Jaejoong turun dari van tadi.
            “Hyung tidak ikut?” tanya Jaejoong heran.
            “Ani. Katanya Presdir ingin bicara berdua denganmu,” jawab Junsu, kemudian tersenyum canggung. “Aku tunggu disini, lalu kita pergi minum, bagaimana?” Jaejoong hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian turun dari mobil.
            Sepanjang jalan menuju ke ruangan Presdir Baek, Jaejoong terus berpikir apa yang hendak dikatakan Presdir Baek padanya. Namun lamunannya terhenti ketika dirinya menyadari telah sampai di depan ruangan Presdir Baek.
            “Annyeong, Reika-sshi,” sapa Jaejoong pada sekretaris Presdir Baek.
            “Annyeong, Jaejoong-sshi. Presdir sudah menunggu, silahkan langsung masuk saja,” ujar yeoja berambut sebahu itu.
            “Ah, ne,” sahut Jaejoong sembari mengangguk samar.
            Kakinya mulai melangkah lagi mendekati sebuah pintu. Diketuknya pintu itu beberapa kali.
            “Masuk,” sahut seseorang di dalam. Segera Jaejoong meraih gagang pintu dan membuka pintu itu perlahan.
            Iris hitamnya menangkap sosok pria yang tengah duduk di balik meja dan terlihat sibuk menangani beberapa berkas. Jaejoong berjalan memasuki ruangan itu dan berhenti beberapa langkah dari meja kerja sang CEO.
            “Permisi, Presdir,” sapa Jaejoong sambil membungkukkan badannya.
            “Oh, Jaejoong, kau sudah datang?” sahut Presdir Baek, tangannya sibuk merapikan beberapa kertas yang berserakan di atas mejanya.
            “Ne.”
            Presdir Baek segera bangkit dari duduknya, “Mari, silahkan duduk,” ucapnya sambil mempersilahkan Jaejoong untuk duduk di sofa yang ada di pinggir ruangan.
            “Ne, kamsahamnida,” kata Jaejoong, kemudian duduk bersebrangan dengan Presdir Baek.
            “Ada yang ingin kubicarakan denganmu,” kata Presdir Baek memulai pembicaraan. Jaejoong hanya diam, menunggu Presdir Baek melanjutkan kalimatnya.
“Kau tentu tahu, saat ini banyak bermunculan grup-grup baru,” lanjut Presdir Baek.
            Jaejoong menelan ludahnya gugup, mendadak tenggorokannya terasa kering. Sepertinya Jaejoong tahu arah pembicaraan ini.
            “Mereka mulai menggebrak pasar musik saat ini. Sepertinya masyarakat ingin sesuatu yang baru, muda dan enerjik.”
Lagi-lagi Jaejoong menelan ludahnya gugup. Ini bukan pertanda baik. Dan Jaejoong harus bersiap untuk segala kemungkinan terburuk.
            “Dan penjualan albummu kali ini menurun dari album sebelumnya. Kau tahu maksudku, ‘kan?” ucap Presdir Baek sembari menatap Jaejoong dengan pandangan tegas. Jaejoong hanya balas menatap Presdir Baek dengan pandangan ragu.
            “Popularitasmu mulai menurun, Kim Jaejoong, kau kalah bersaing dengan para grup baru itu,” kata Presdir Baek. Meski suaranya terdengar tegas, namun batinnya sebenarnya tidak ingin mengatakan ini. “Lakukanlah sesuatu, supaya kau bisa kembali mendapatkan perhatian masyarakat dan mendongkrak penjualan albummu. Lakukanlah apa pun asal tidak melanggar hukum. Kalau perlu, buatlah skandal.”
            “Ne?” tandas Jaejoong cepat. Sepertinya dia tidak percaya pada apa yang telah dia dengar.
            “Skandal. Buatlah skandal dengan salah satu artis,” sahut Presdir Baek tegas.
            Jaejoong mengerjapkan matanya beberapa kali. Apa ini? Skandal? Dia harus membuat skandal?

*          *          *
            Kim Jaejoong melangkah lesu setelah keluar dari ruangan Presdir Baek. Memang, dia sudah merasa popularitasnya mulai memudar belakangan ini, ditambah karena munculnya banyak grup baru yang terlihat cukup sukses. Namun tak pernah terbesit sedikit pun bahwa masalahnya jadi serumit ini. Skandal? Jaejoong harus membuat skandal demi mendongkrak popularitasnya? Apa-apaan ini?
            Mata Jaejoong yang sedari tadi menekuri lantai, menangkap sosok manajernya yang sedang berada di lobi gedung. Dia tampak sedang duduk bersantai di sebuah sofa panjang dan sedang berbincang dengan salah satu back dancer Jaejoong. Jaejoong berjalan menghampiri mereka.
            “Oh, Jaejoong, kau sudah kembali?” kata Junsu begitu melihat Jaejoong berdiri di sampingnya. Melihat wajah Jaejoong yang kusut, Junsu tahu bahwa pembicaraan tadi tidaklah menyenangkan.
            “Um,” gumam Jaejoong. “Kau ada disini, hyung?” tanya Jaejoong pada back dancer-nya itu.
            “Ne, tadi kulihat Junsu hyung duduk sendiri disini, jadi aku kemari untuk menemaninya. Ternyata dia sedang menunggumu,” jawab namja yang berusia beberapa bulan lebih tua dari Jaejoong.
            Jaejoong hanya mengangguk samar, kemudian kembali menatap Junsu, “Hyung, hari ini aku mau istirahat saja,” ucap Jaejoong.
            “Tidak jadi minum?” tanya Junsu heran. Jaejoong hanya menggeleng pelan sebagai jawaban. “Kau baik-baik saja, Jaejoong-ah?” tanya Junsu lagi, dia khawatir melihat Jaejoong yang tampak lesu, tidak seperti tadi.
            “Gwaenchana, hyung.”
            “Mau kuantar, Jaejoong-ah?” ujar back dancer Jaejoong.
            “Tidak perlu repot-repot, hyung, aku bawa mobil kemari kok,” tolak Jaejoong halus, dengan sebuah senyum yang dipaksakan. “Kalau begitu aku pamit dulu. Sampai jumpa,” lanjut Jaejoong, kemudian membungkukkan badannya pada kedua namja yang menatapnya khawatir.
            “Nanti akan kutelepon,” kata Junsu dengan sedikit berteriak, karena Jaejoong telah berjalan agak jauh. Jaejoong mengangkat sebelah tangannya sebagai respon, tanpa membalikkan badan.
Junsu menatap punggung Jaejoong yang semakin menjauh sebelum akhirnya menghilang. Sebenarnya dia sudah tahu apa yang akan dikatakan Presdir Baek pada Jaejoong, karena dia sudah bertemu dengan Presdir Baek sebelumnya. Dia sendiri tidak tahu harus berbuat bagaimana mengenai masalah ini. Yang terpenting sekarang, memberi waktu dahulu pada Jaejoong untuk menenangkan diri.
            “Benarkah itu?” celetuk back dancer Jaejoong tiba-tiba, membuat Junsu tersadar dari lamunannya.
            “Iya, mau tidak mau Jaejoong harus melakukan itu agar tidak tenggelam di dunia entertainment yang makin keras ini,” jawab Junsu pelan.
*          *          *
            Sebuah Lamborghini Murcielago merah berhenti di basement salah satu gedung apartemen di Seoul. Setelah mobil mewah tersebut terparkir dengan sempurna, sang pengemudi segera keluar dari mobil tersebut. Seorang namja berambut hitam itu berjalan meninggalkan mobilnya. Statusnya sebagai artis membuatnya harus mengenakan kacamata hitam, topi dan masker setiap pergi keluar, kalau tidak ingin dikenali oleh wartawan, fans, atau lebih buruk lagi paparazzi.
            Namja bermarga Kim itu melangkah cepat memasuki gedung dan segera menuju ke lift. Beruntung lift tersebut sedang kosong, jadi dia tak perlu susah-susah menyamarkan dirinya. Setelah memencet tombol yang ada di samping lift, tangan namja bernama lengkap Kim Jaejoong ini bergerak untuk membetulkan letak kacamatanya. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai lift sembari menunggu lift tersebut mengantarkannya ke lantai yang dituju.
‘Ting!’
            Pintu lift membuka perlahan. Jaejoong segera berjalan keluar. Dengan sedikit menunduk, Jaejoong melangkah menuju salah satu pintu apartemen. Jemarinya dengan cepat menekan beberapa tombol yang ada di pintu, membentuk serangkaian angka sebagai  kode pengaman untuk membuka pengaman pintu tersebut.
‘Klik.’
            Dengan cepat Jaejoong meraih gagang pintu, membukanya, dan masuk ke dalam apartemen. Segera setelah masuk ke dalam, Jaejoong melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah.
            Kakinya kini mulai melangkah masuk ke dalam, sembari kedua tangannya melepas properti penyamarannya —topi, masker, kacamata hitam—. Jaejoong mendudukkan tubuhnya di sebuah sofa panjang yang ada di ruang tengah, kemudian menghela napas panjang. Matanya menatap ke sekeliling apartemen yang tampak sepi. Sepertinya penghuni apartemen ini belum pulang.
            Belum pulang? Ya, karena penghuni apartemen ini bukanlah Kim Jaejoong. Meski begitu, Jaejoong sering kemari, bahkan sering menginap disini.
            Rasa bosan mulai menyerang Jaejoong setelah namja ini hanya duduk diam selama 5 menit. Tangannya merogoh ponsel di sakunya. Lagi-lagi Jaejoong menghela napas saat didapatinya ponselnya itu tidak mendapat pesan atau pun panggilan. Diliriknya jam tangan berwarna hitam metalik yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
            ‘Mungkin sebentar lagi dia pulang,” batin Jaejoong, kemudian bangkit berdiri. Jaejoong berjalan menuju dapur. Sudah diputuskan, dia akan memasak saja sembari menunggu si empunya apartemen ini pulang.
            Tangannya bergerak membuka lemari es begitu sampai di dapur. Jaejoong menggumam pelan melihat bahan makanan yang ada di lemari es. Dengan cekatan, Jaejoong mulai mengeluarkan beberapa bahan makanan setelah memutuskan menu makan malam hari ini. Tak perlu waktu lama bagi Jaejoong untuk mulai sibuk pada masakannya. Namja ini memang memiliki hobi memasak, dan dia sering kali bangga akan kelebihannya itu.
            Saking berkonsentrasinya pada kegiatan memasaknya, Jaejoong tidak menyadari seseorang yang ditunggunya sudah datang.
            Namja bermata bak musang dengan rambut brunette yang tak lain dan tak bukan adalah si empunya apartemen ini mengernyit heran ketika memasuki apartemennya. Mata sipitnya mendapati lampu di apartemennya sudah menyala. Namun kebingungannya terjawab ketika dia melihat sepasang sepatu yang ada di rak sepatu. Sebuah senyum langsung tersungging di bibirnya ketika mengenali sepatu itu.
            Segera namja yang berprofesi sebagai guru matematika di salah satu sekolah menengah atas di Seoul ini melepas sepatunya dan mengenakan sandal rumah, kemudian berjalan masuk. Telinganya yang menangkap suara dari dapur membuat namja ini berjalan pelan ke arah dapur.
            Namja berwajah tampan ini kembali tersenyum ketika melihat kekasihnya yang bernama Kim Jaejoong sedang berdiri membelakanginya dan terlihat sedang sibuk memasak.
            “Kau disini, Jae?” tanya namja itu. Jaejoong yang merasa dipanggil, menolehkan kepalanya ke belakang. Senyumnya langsung mengembang ketika melihat sosok namja yang sedari tadi ditunggunya tengah berdiri bersandar ke dinding.
            “Um,” gumam Jaejoong, kemudian kembali melanjutkan kegiatan memasaknya, “Tumben pulang terlambat, Yun? Biasanya aku kesini kau sudah ada di rumah.”
            “Tadi ada rapat guru. Kau sudah lama disini?” sahut namja yang bernama lengkap Jung Yunho ini, kemudian meletakkan tas ransel yang biasa dia bawa ke sekolah tempatnya mengajar, di meja makan.
            “Entahlah, cukup lama mungkin. Hari ini jadwalku tidak terlalu padat,” jawab Jaejoong, dirinya masih sibuk bergelut dengan berbagai peralatan dapur.
            “Hm,” Yunho hanya menggumam pelan, kemudian berjalan pelan ke arah Jaejoong. Kedua tangannya langsung melingkar di pinggang Jaejoong dan memeluknya erat. Kepalanya disandarkan di bahu Jaejoong.
            Jaejoong kaget dan menghentikan aktivitasnya sebentar, kemudian tertawa pelan. “Yah~ kau mengagetkanku, Jung Yunho,” desis Jaejoong sebelum akhirnya melanjutkan kegiatan memasaknya. Yunho hanya menanggapi dengan sebuah gumaman pelan.
            “Sana, mandilah dulu, Yun. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu,” kata Jaejoong sambil menyikut Yunho pelan. Yunho meringis, berpura-pura kesakitan.         “Yun~” rengek Jaejoong ketika Yunho tidak juga melepas pelukannya.
            “Ne, arraseo, arraseo,” ujar Yunho sembari melepas pelukannya.
Jaejoong membalikkan badannya dan mengecup pipi Yunho sekilas, lalu segera menyibukkan dirinya lagi. Yunho tertawa pelan, dan mengusap-usap kepala Jaejoong, membuat Jaejoong menggerutu pelan karena rambutnya menjadi berantakan.
*          *          *
            “Wah, sepertinya lezat,” ucap Yunho sambil menarik kursi dan duduk manis di meja makan. Tangan kanannya masih sibuk mengusap-usap rambutnya yang agak basah. Jaejoong tersenyum, kemudian duduk di seberang Yunho.
            “Kalau begitu jangan dilihat saja, cepatlah dimakan,” sahut Jaejoong sembari meraih sumpitnya.
            Dengan sigap Yunho langsung mengambil sumpitnya dan menikmati makan malam yang khusus dibuat oleh kekasihnya itu.
            “Bagaimana?” tanya Jaejoong setelah Yunho memasukkan beberapa suapan ke dalam mulut.
            Yunho hanya mengangguk, kemudian mengacungkan ibu jarinya ke arah Jaejoong, membuat Jaejoong tersenyum lebar.
            Menit demi menit berlalu, dan Yunho terlihat sibuk menikmati makanannya. Lain dengan Jaejoong yang sedari tadi hanya memandangi makanan dan menusuk-nusukkan sumpitnya ke mangkuk nasi. Yunho yang melihat hal tersebut menghentikan makannya.
            “Waeyo, Jae? Kenapa tidak makan?” tanya Yunho, membuat Jaejoong sontak menengadahkan kepalanya dan menatap Yunho.
            Jaejoong mendesah pelan, kemudian tersenyum dan berkata, “Aku sedang tidak napsu makan, Yun.”
            “Mau kusuapi?” tanya Yunho sembari meraih sendoknya. Jaejoong hanya menggeleng, namun sepertinya Yunho tidak menganggap itu sebagai jawaban. Dia sudah menyendokkan nasi dan menyodorkannya pada Jaejoong.
            “Aku sedang tidak napsu makan, Yun~” rengek Jaejoong, sembari meletakkan sumpitnya.
            “Nanti kau sakit, Jae, ayo cepat buka mulutmu,” kata Yunho, berusaha bersikap tegas pada Jaejoong.
            Dia memang tidak ingin Jaejoong sampai jatuh sakit. Apalagi pekerjaan keartisan Jaejoong ‘kan cukup berat, mana mungkin Yunho akan membiarkan Jaejoong melewatkan makan malamnya setelah seharian bekerja.
            Jaejoong mengerucutkan bibirnya. Huh, dia tidak suka dipaksa.
            “Ayolah, Jae, sedikit saja,” bujuk Yunho, kali ini dengan lembut. Jaejoong menggerutu pelan sebelum akhirnya membuka mulutnya dan menerima suapan dari Yunho.
            “Nah, begitu,” ucap Yunho senang, kemudian menyuapkan lauk kepada Jaejoong. Jaejoong menerima suapan dari Yunho lagi, meski dia masih berusaha memasang ekspresi kesal.
            “Aku bisa makan sendiri,” tandas Jaejoong cepat sambil meraih sumpitnya, saat Yunho akan menyuapinya lagi.
            “Baiklah.”
            Dan sepasang kekasih ini kembali terdiam, masing-masing sibuk menikmati makan malam. Jaejoong yang dalam kondisi mood tidak terlalu baik kembali merajuk dan menghentikan makannya setelah beberapa suapan.Yunho hanya menarik napas berat melihat sikap Jaejoong. Tidak ada gunanya membujuk Jaejoong lagi, karena Jaejoong benar-benar tidak bisa diajak kompromi kali ini. Yunho hanya diam dan melanjutkan makannya.
            Jaejoong termenung beberapa saat, sebelum akhirnya dia membenamkan kepalanya pada kedua tangannya yang terlipat di atas meja makan. Berulang kali Yunho mendengar Jaejoong menghela napas berat. Yunho memutuskan untuk membiarkan Jaejoong beberapa saat, mungkin kekasihnya ini memang butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri.
            Yunho menegak segelas air setelah menyelesaikan makan malamnya. Setelah itu, Yunho mulai merapikan meja makan. Mendengar suara gaduh yang diciptakan Yunho saat merapikan meja makan, Jaejoong mengangkat kepalanya.
“Biar aku yang bereskan,” ucap Jaejoong sembari menahan tangan Yunho yang akan mengangkat tumpukan piring. Yunho hanya diam lalu meletakkan kembali tumpukan piring tersebut ke atas meja, dan membiarkan Jaejoong mengambil alih pekerjaannya.
            Setelah melihat Jaejoong yang sibuk mencuci piring, Yunho memutuskan untuk duduk di ruang tengah. Diraihnya remote televisi yang ada di meja, kemudian ditekannya tombol power sembari Yunho mencari posisi duduk yang nyaman. Jemarinya berulang kali menekan tombol-tombol yang ada di remote itu, berusaha mencari tontonan yang menarik. Akhirnya pilihannya jatuh pada sebuah film laga.
            Jaejoong berjalan ke ruang tengah setelah aktivitasnya di dapur selesai. Dilihatnya Yunho sedang menonton sebuah film di televisi. Jaejoong mendesah pelan, kemudian duduk di pinggir sofa. Yunho yang awalnya sedang serius menonton, mengerutkan dahinya karena heran melihat Jaejoong yang duduk jauh darinya, seolah menjaga jarak.
            ‘Tidak biasanya Jaejoong seperti ini. Pasti ada sesuatu,’ batin Yunho sembari menatap Jaejoong lekat. Namun yang sosok yang ditatapnya itu malah menatap lurus ke depan.
            “Sedang apa disitu, Jae?” kata Yunho sembari mengulurkan tangan kanannya ke arah Jaejoong, “Kemarilah,” tandas Yunho sembari tersenyum.
            Jaejoong mengalihkan pandangannya dari layar televisi, dan menatap Yunho. Melihat Yunho yang sedang tersenyum lembut kepadanya membuat hatinya berdesir pelan. Jaejoong menghela napas pelan, kemudian beringsut menggeser tubuhnya mendekat ke arah Yunho. Segera Jaejoong menyusupkan tubuhnya ke dalam pelukan hangat kekasihnya itu. Tangan kirinya menyusup ke punggung Yunho, tubuhnya dia sandarkan pada tubuh Yunho, dan kepalanya dia letakkan pada dada Yunho. Yunho tersenyum melihat tubuh Jaejoong yang bergerak mencari posisi nyaman dalam pelukannya. Diusapnya kepala Jaejoong dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menggenggam erat tangan kanan Jaejoong.
            “Apa yang terjadi, Jae? Sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu,” kata Yunho sembari mengusap-usap kepala Jaejoong, terkadang jemarinya memainkan rambut halus Jaejoong.
            Jaejoong hanya diam. Matanya mulai terpejam. Berada di pelukan Yunho membuatnya merasa nyaman dan perasaannya menjadi lebih baik.
            “Baiklah kalau kau tidak ingin mengatakannya, aku tidak akan memaksamu,” kata Yunho saat dia tidak menangkap satu kata pun yang keluar dari mulut Jaejoong. Matanya kembali tertuju pada layar televisi.
            “Ah, aku jadi teringat kejadian lucu tadi pagi. Mau kuceritakan, Jae?”
            Jaejoong hanya mengangguk pelan.
            “Apa kau masih ingat pada Yoochun? Dia guru biologi yang pernah kukenalkan padamu waktu itu. Waktu itu dia kebetulan menginap di rumahku, dan kau datang pada tengah malam. Ingat tidak?” lagi-lagi Jaejoong hanya mengangguk sebagai jawaban.
            “Tadi pagi, kebetulan aku dan Yoochun tidak ada jam mengajar. Jadi kami berdua memutuskan untuk berjalan-jalan. Saat itu ada anak-anak kelas satu yang sedang bermain sepak bola di lapangan. Dan saat kami melewati lapangan…” Yunho menghentikan ceritanya sejenak, berusaha menahan tawanya yang akan meledak tiap mengingat kejadian itu.
            Setelah menarik napas beberapa kali dan menenangkan dirinya, Yunho kembali melanjutkan ceritanya. “Ada seorang anak laki-laki yang menendang bola keluar lapangan, dan bola itu tepat mengenai kepala Yoochun,” lanjut Yunho dengan susah payah karena sedari tadi dia berusaha menahan tawa. Dan sedetik setelah kalimatnya selesai, tawa Yunho langsung meledak.
            “Aku tahu harusnya aku tidak boleh menertawainya, tapi entah kenapa itu terlihat sangat lucu di mataku,” ucap Yunho setelah berhasil sedikit meredakan tawanya, “Karena aku yang menertawainya tadi, Yoochun mendiamkanku sepanjang hari ini. Mungkin aku akan mentraktirnya makan siang besok, sebagai permintaan maaf. Semoga saja saat bertemu dengannya aku tidak tertawa lagi,” imbuh Yunho, lalu tertawa pelan.
            “Tidak lucu ya, Jae?” tanya Yunho saat menyadari sejak tadi hanya dirinya yang tertawa. Kepalanya dia rendahkan sedikit untuk menatap Jaejoong.
            Melihat Jaejoong yang sedang memejamkan matanya dan hanya terdiam membuat Yunho memutuskan untuk tidak mengusik Jaejoong. Matanya kembali menatap layar televisi dan mulai berkonsentrasi pada film yang tadi ditontonnya.
            Jaejoong menghela napas berat. Bukannya dia ingin mendiamkan Yunho, hanya saja dia sedang berusaha menenangkan pikirannya sekarang. Sejak bertemu dengan Presdir Baek siang tadi, keningnya terus berdenyut. Terlalu banyak yang dia pikirkan, dan terlalu banyak masalah yang muncul, membuat kepalanya pening. Setidaknya, pelukan hangat Yunho dan usapan lembut di kepalanya bisa meredakan rasa nyeri yang menyerangnya.
            “Yun,” panggil Jaejoong lirih, kedua matanya masih terpejam.
            “Hm?”
            “Apa kau lelah bersamaku?” tanya Jaejoong, membuat Yunho terkesiap heran.
            “Tentu saja tidak,” tandas Yunho cepat. “Apa yang terjadi, Jae?”
            “Kita tidak pernah pergi berkencan, tidak pernah piknik bersama, bahkan untuk sekedar makan siang bersama di luar rumah tidak bisa. Kita tidak bisa bersikap seperti sepasang kekasih selayaknya. Apa kau tidak lelah?”
            “Tidak. Aku baik-baik saja,” jawab Yunho tegas. “Aku justru bangga memiliki seorang kekasih yang seorang penyanyi terkenal sepertimu, Jae. Ya~ meskipun aku tidak bisa membanggakannya pada siapa pun.”
            Jaejoong menghela napas pelan sembari mulai membuka matanya. Kelopak matanya mengerjap-ngerjap beberapa kali, “Apa kau masih sering mendapat surat cinta dari muridmu, Yun?”
            “Um,” Yunho berpikir sejenak, “kadang, tapi tidak sesering dulu saat aku pertama kali mengajar disana. Lagipula kurasa mereka tidak serius kok, hanya ungkapan emosi sesaat saja. Waeyo? Apa kau cemburu?”
            Jaejoong hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.
            ‘Aku tidak pantas menjadi kekasih Jung Yunho. Dia lebih baik memiliki kekasih dari kalangan orang biasa, bukan artis sepertiku. Bahkan mungkin lebih baik Yunho berpacaran dengan muridnya daripada denganku,” batin Jaejoong.
            “Jae, kalau ada yang mengganggu pikiranmu, katakan saja. Mungkin aku bisa membantu,” ujar Yunho. Dia mulai khawatir dengan Jaejoong. Sepertinya namja berkulit putih ini sedang dalam masalah yang cukup gawat.
            Jaejoong menghela napas berat, kemudian menjauhkan tubuhnya dari pelukan Yunho. Matanya menatap lurus ke arah Yunho yang sedang menatapnya dengan tatapan cemas. Dia lepaskan tangan kirinya yang sedari tadi digenggam erat oleh Yunho. Sebagai gantinya, Jaejoong segera meraih kedua tangan Yunho dan menggenggamnya erat dengan kedua tangannya.
            “Yunho-ya, kau percaya padaku ‘kan?” tanya Jaejoong. Entah kenapa matanya mulai terasa panas sekarang.
            “Tentu saja aku percaya kepadamu, Jae.”
            “Kau…harus percaya pada yang kukatakan, Yun. Hanya pada perkataan yang keluar langsung dari mulutku,” kata Jaejoong, lirih namun tegas. Yunho hanya mengangguk, sementara keningnya berkerut bingung.
            “Saranghae, Jung Yunho,” ujar Jaejoong lirih. Mata doenya mulai berkaca-kaca sekarang.
            Perlahan kerutan di dahi Yunho menghilang, digantikan oleh sebuah senyum yang mengembang di wajahnya. Mata sipitnya menatap iris hitam Jaejoong lembut. “Naddo saranghae, Kim Jaejoong,” ucapnya sembari melepas sebelah tangannya dari genggaman Jaejoong, dan mengusap pipi Jaejoong dengan lembut.
            Jaejoong balas tersenyum pada Yunho. Sentuhan lembut Yunho di pipinya dan senyuman hangat Yunho untuknya membuat hatinya berdesir pelan. Jaejoong tahu benar tentang siapa dirinya dan bagaimana perasaannya. Kim Jaejoong adalah seorang penyanyi top di Korea, yang memiliki perasaan seutuhnya untuk seorang Jung Yunho.
*          *          *
            Suasana ruang guru di salah satu sekolah ternama di kota Seoul ini tampak senyap pagi ini. Sebagian besar guru sedang mengajar pelajaran jam pertama di tiap kelas, hanya ada beberapa guru yang tidak memiliki jam mengajar pada pagi ini yang sedang duduk-duduk dan mengobrol. Termasuk seorang guru muda berwajah tampan bernama Jung Yunho. Meski dia tidak mengajar pada jam pertama hari ini, namun tampaknya namja ini tengah sibuk mengoreksi hasil ulangan murid-muridnya.
            Seorang guru muda lain, yang juga teman Yunho, sesekali melirik Yunho dengan gelisah. Melihat Yunho yang tampak tenang dan biasa saja membuat namja bermarga Park ini berdecak kesal.
            “Aish~” desisnya kesal sembari bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke meja Yunho. Segera ditariknya kursi yang ada di balik meja di sebelah meja Yunho dan dihempaskannya tubuhnya ke kursi tersebut.
            “Oh, Yoochun, kau tidak ada kelas juga pagi ini?” tanya Yunho setelah melirik sekilas ke samping, kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada kertas ulangan yang sedang dipegangnya.
            “Yah~ Jung Yunho, kenapa kau terlihat begitu tenang?” desak Yoochun, mengabaikan pertanyaan Yunho sebelumnya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Yunho saat ini.
            “Memangnya ada apa?” Yunho balik bertanya sambil menatap Yoochun heran.
            “Apa kau tidak melihat berita di televisi?”
            “Hm, aku lihat. Berita tentang finansial Korea Selatan…”
            “Yah~! Bukan berita yang seperti itu,” potong Yoochun sebelum Yunho sempat menyelesaikan kalimatnya.
            “Lalu apa?” tanya Yunho lagi. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud dan sedang dibicarakan oleh Yoochun.
            “Berita tentang selebriti,” sahut Yoochun dengan suara setengah berbisik.
            “Aigoo, Park Yoochun, kau suka menonton acara yang menyiarkan gosip itu? Tak kusangka, ternyata kau namja seperti itu,” ujar Yunho sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian kembali serius mengoreksi hasil ulangan.
            “Yah~!” seru Yoochun. Melihat Yunho yang mengabaikan dirinya dan sibuk dengan tumpukan kertas membuat namja casanova ini menghela napas berat.
            Yoochun menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu melipat tangannya ke dada. Matanya menatap Yunho lekat. Kakinya sesekali mengetuk-ngetuk lantai. Setelah menarik napas berat, Yoochun menggeser kursinya lebih mendekat ke Yunho.
            “Yun,” panggil Yoochun pelan, bahkan sangat pelan sampai hanya bisa didengar oleh Yunho dan dirinya. Kepalanya sedikit menunduk, dan matanya sesekali melirik sekeliling mereka.
            “Hm,” gumam Yunho sementara matanya masih sibuk menghadapi kertas ulangan muridnya.
            “Apa Kim Jaejoong menghubungimu baru-baru ini?” tanya Yoochun lagi, masih dengan nada pelan. Seketika Yunho menghentikan kesibukannya dan terdiam, tampak berpikir sejenak.
            “Hm, sudah 3 hari ini aku tidak bisa menghubungi Jaejoong. Kurasa dia sedang sibuk. Tiap kali aku meneleponnya tidak diangkat. Pesanku juga jarang dibalas. Sekalinya dibalas, jawabannya sangat singkat,” jawab Yunho.
            Matanya menerawang langit-langit ruang guru sembari mencoba mengingat memori sepanjang beberapa hari lalu.
            Yoochun menghela napas pelan begitu mendengar jawaban dari Yunho. Sepertinya dugaannya memang benar.
            “Waeyo, Yoochun-ah? Kenapa tiba-tiba bertanya tentang Jaejoong?”
            “Apa Jaejoong tidak mengatakan sesuatu padamu, Yun?” tanya Yoochun lagi, mengabaikan pertanyaan Yunho sebelumnya.
            Yunho menoleh ke arah Yoochun dan menatap Yoochun dengan alis bertaut, “Mengatakan apa?” tanyanya bingung.
            Yoochun memasang ekspresi masam sebelum akhirnya berdecak kesal dan menjauhkan kursinya. Namja yang juga berwajah tampan itu segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju mejanya.
            Yunho yang melihat Yoochun pergi begitu saja memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaannya mengoreksi ulangan. Belum lama sejak Yunho kembali sibuk menorehkan pena di atas kertas, Yoochun kembali ke meja Yunho. Diletakkannya begitu saja sebuah majalah di atas meja Yunho, membuat Yunho mengalihkan pandangannya ke arah majalah tersebut. Dahinya berkerut begitu mendapati sosok artis yang ada di cover majalah tersebut adalah kekasihnya, yang tak lain dan tak bukan adalah Kim Jaejoong.
            Yoochun kembali duduk di kursi dan menggeser kursinya mendekat ke arah Yunho. Lagi-lagi Yoochun hanya berdecak kesal melihat respon Yunho yang hanya memandangi majalah itu.
            “Kau belum dengar beritanya?” desak Yoochun sembari jari telunjuknya menunjuk ke arah majalah itu.
            “Apa?” Yunho balik bertanya dan menatap Yoochun.
            “Berita ini sedang hangat diperbincangkan, masa kau tidak tahu,” sahut Yoochun.
            “Sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan, Park Yoochun?”
            “Skandal. Kim Jaejoong terlibat skandal dengan aktris Wang Jihye. Kau benar-benar tidak tahu?”
            Yunho terdiam. Matanya menatap kosong ke arah Yoochun, kemudian menatap majalah yang ada di atas mejanya. Apa yang dikatakan Yoochun barusan? Skandal? Kim Jaejoong dengan aktris Wang Jihye? Apa maksudnya?
            “Apa Jaejoong benar-benar tidak mengatakan sesuatu padamu tentang ini?” tanya Yoochun lagi.
            Yunho terdiam sejenak dan menghirup napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya.
            “Ini pasti hanya gosip yang dibuat wartawan, supaya majalah mereka laris dibeli. Skandal itu pasti hanya rekayasa belaka,” jawab Yunho setenang mungkin, meski jantungnya mulai berdegup cukup kencang.
            “Tapi sudah 3 hari berlalu sejak berita ini turun, Yunho-ah. Jika benar berita ini hanya bohong, apa pihak manajemen tidak berniat untuk mengklarifikasinya? Bukankah membiarkan berita ini terus tersebar luas hanya akan membuat imej Kim Jaejoong menjadi buruk?” sangkal Yoochun. Matanya menatap tajam ke arah Yunho yang sedang menatap kosong ke arah majalah itu.
            “Semuanya hanya perlu waktu, Yoochun-ah, aku yakin itu. Pasti nanti pihak manajemen akan melakukan sesuatu untuk meredakan berita ini,” ujar Yunho pelan.
            “Tapi, Yun—,”
            “Aku percaya. Aku percaya pada Jaejoong, Yoochun-ah.”

*          *          *

-to be continued-

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

ABOUT ME

Foto saya
Im a HUMANOIDS, not A-N-D-R-O-I-D~! I ♥ TVXQ. Fan of Lee Min Ho. Support VR46. Love watching SHINHWA Broadcast. :) me YUNJAE-shipper. not really into KPOP, but interest in JPOP esp ARASHI. member of GARUDA SIPIL 2013. ALWAYS KEEP THE FAITH!