SKANDAL
Tataplah mataku.
Percayalah padaku, percayalah padaku.
Jika ada yang harus kau dengar, dengarlah dariku.
* * *
a YUNJAE fanfiction
Skandal © Kristalicia
Rizki
Disclaimer : They belong
to God. This fanfiction belongs to me.
Rate : PG-15
Warn : YAOI, Shounen-ai,
BoyXBoy, BL, OOC, Typo(s).
* * *
“KIM JAEJOONG!”
“OPPA!”
“KIM JAEJOONG SARANGHAE!”
“JAEJOONG OPPA!”
Pekikan yeoja-yeoja memenuhi
sebuah studio di salah satu stasiun TV terkenal di Korea Selatan yang sedang
digunakan sebagai tempat syuting sebuah acara musik yang terkenal, baik di Korea
maupun di luar negeri. Yeoja-yeoja itu kompak meneriakan fan-chant
mereka ketika seorang penyanyi solo pria tengah membawakan lagunya di atas
panggung. Tak henti-hentinya para yeoja
itu histeris melihat penampilan idolanya. Kedua tangan mereka dengan erat
memegang fan-board, lightstick, atau banner.
Penyanyi solo pria yang piawai menyanyi dan terkenal dengan suara
yang luar biasa ini bernama Kim Jaejoong. Memulai debutnya sejak umur 20 tahun,
namja berkulit putih serta berwajah
tampan ini sudah bergelut di dunia
entertainment selama kurang lebih 6 tahun. Berbagai penghargaan telah diraihnya sejak masa
keemasannya. Bahkan, Kim Jaejoong menjadi salah satu penyanyi yang telah diakui
oleh banyak komposer dunia.
Albumnya berhasil menggebrak pasar
musik Korea
dan Jepang. Single-nya mencetak rekor
dengan jumlah unduhan terbanyak. Konsernya di berbagai negara di Asia menuai banyak pujian dan berhasil menyedot puluhan
ribu penonton. Tak dipungkiri, konser solo perdananya di Eropa juga sukses
besar. Bisa dikatakan, Kim Jaejoong adalah ikon musik Korea yang paling bersinar.
Tapi, 2 tahun yang lalu tidaklah
sama dengan sekarang.
“Kamsahamnida,”
ucap penyanyi bersuara emas ini di penghujung lagunya. Namja yang akrab disapa Jaejoong ini membungkukkan badannya
sembilan puluh derajat, kemudian tersenyum pada fansnya sebelum turun dari panggung.
Manajer Jaejoong, yaitu pria berusia
di akhir 30,
segera menghampirinya dan menyodorkan sebotol air mineral. Jaejoong menerimanya
dan meneguk air tersebut.
“Jaejoong-ah, Presdir Baek ingin bertemu denganmu hari ini,” kata manajer
yang bernama Kim Junsu.
Jaejoong menatap sekilas pada
manajer-nya, “Ada
apa? Tumben mendadak,” ucapnya, sambil berjalan menuju mobil van-nya.
“Ada yang ingin beliau bicarakan denganmu,”
jawab sang manajer. Begitu mereka sampai di depan van, Junsu segera membukakan pintu mobil untuk Jaejoong. Jaejoong
menatap sekeliling sebelum masuk ke dalam mobil.
‘Rasanya ada yang kurang,” batin
Jaejoong sebelum masuk ke dalam mobil. Junsu menutup pintu, kemudian menyusul masuk
ke dalam mobil, duduk di kursi samping pengemudi.
“Bicara tentang apa, hyung?” tanya Jaejoong sembari mengeluarkan
ponsel miliknya dan mulai sibuk menekan-nekan
layar ponsel touch
screen-nya.
“Soal itu…” Junsu terdiam sejenak
sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya, “aku juga kurang tahu, Jaejoong-ah.”
“Um, baiklah,” gumam Jaejoong.
Dirinya sudah mulai tenggelam dalam kesibukan dengan ponselnya, sementara Junsu melirik Jaejoong
dari kaca spion. Tatapan matanya seolah khawatir sekaligus was-was. Ini bukan
pertanda baik.
* * *
Kim Jaejoong berjalan menyusuri
salah satu koridor di gedung kantor agensinya. Sesekali tangannya bergerak
untuk merapikan rambutnya. Tak lupa, Jaejoong tersenyum dan sedikit menundukkan
kepalanya ketika berpapasan dengan orang-orang yang dikenalnya. Kakinya
melangkah menuju ruangan CEO agensinya, yaitu Presdir Baek.
“Temui Presdir Baek
di ruangannya,” kata Junsu sebelum Jaejoong turun dari van tadi.
“Hyung tidak ikut?”
tanya Jaejoong heran.
“Ani. Katanya
Presdir ingin bicara berdua denganmu,” jawab Junsu, kemudian tersenyum
canggung. “Aku tunggu disini, lalu kita pergi minum, bagaimana?” Jaejoong hanya
mengangguk sebagai jawaban, kemudian turun dari mobil.
Sepanjang jalan menuju ke ruangan
Presdir Baek, Jaejoong terus berpikir apa yang hendak dikatakan Presdir Baek
padanya. Namun lamunannya terhenti ketika dirinya menyadari telah sampai di depan ruangan
Presdir Baek.
“Annyeong,
Reika-sshi,” sapa Jaejoong pada
sekretaris Presdir Baek.
“Annyeong,
Jaejoong-sshi. Presdir sudah
menunggu, silahkan langsung masuk saja,” ujar yeoja berambut sebahu itu.
“Ah, ne,” sahut Jaejoong sembari mengangguk samar.
Kakinya mulai melangkah lagi
mendekati sebuah pintu. Diketuknya pintu itu beberapa kali.
“Masuk,” sahut seseorang di dalam.
Segera Jaejoong meraih gagang pintu dan membuka pintu itu perlahan.
Iris hitamnya menangkap sosok pria yang tengah duduk di
balik meja dan terlihat sibuk menangani beberapa berkas. Jaejoong berjalan
memasuki ruangan itu dan berhenti beberapa langkah dari meja kerja sang CEO.
“Permisi, Presdir,” sapa Jaejoong
sambil membungkukkan badannya.
“Oh, Jaejoong, kau sudah datang?”
sahut Presdir Baek, tangannya sibuk merapikan beberapa kertas yang berserakan
di atas mejanya.
“Ne.”
Presdir Baek segera bangkit dari
duduknya, “Mari, silahkan duduk,” ucapnya sambil mempersilahkan Jaejoong untuk duduk di sofa yang ada
di pinggir ruangan.
“Ne,
kamsahamnida,” kata Jaejoong,
kemudian duduk bersebrangan dengan Presdir Baek.
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu,” kata
Presdir Baek memulai pembicaraan. Jaejoong hanya diam, menunggu Presdir Baek
melanjutkan kalimatnya.
“Kau tentu tahu,
saat ini banyak bermunculan grup-grup baru,” lanjut Presdir Baek.
Jaejoong menelan ludahnya gugup,
mendadak tenggorokannya terasa kering. Sepertinya Jaejoong tahu arah
pembicaraan ini.
“Mereka mulai menggebrak pasar musik
saat ini. Sepertinya masyarakat ingin sesuatu yang baru, muda dan enerjik.”
Lagi-lagi Jaejoong menelan ludahnya gugup. Ini bukan pertanda baik.
Dan Jaejoong harus bersiap untuk segala kemungkinan terburuk.
“Dan penjualan albummu kali ini
menurun dari album sebelumnya. Kau tahu maksudku, ‘kan ?” ucap Presdir Baek sembari menatap
Jaejoong dengan pandangan tegas. Jaejoong hanya balas menatap Presdir Baek
dengan pandangan ragu.
“Popularitasmu mulai menurun, Kim
Jaejoong, kau kalah bersaing dengan para grup baru itu,” kata Presdir Baek.
Meski suaranya terdengar tegas, namun batinnya sebenarnya tidak ingin
mengatakan ini. “Lakukanlah sesuatu, supaya kau bisa kembali mendapatkan
perhatian masyarakat dan mendongkrak penjualan albummu. Lakukanlah apa pun asal
tidak melanggar hukum. Kalau perlu, buatlah skandal.”
“Ne?”
tandas Jaejoong cepat. Sepertinya dia tidak percaya pada apa yang telah dia
dengar.
“Skandal. Buatlah skandal dengan
salah satu artis,” sahut Presdir Baek tegas.
Jaejoong mengerjapkan matanya
beberapa kali. Apa ini? Skandal? Dia harus membuat skandal?
* * *
Kim Jaejoong melangkah lesu setelah
keluar dari ruangan Presdir Baek. Memang, dia sudah merasa popularitasnya mulai
memudar belakangan ini, ditambah karena munculnya banyak grup baru yang
terlihat cukup sukses. Namun tak pernah terbesit sedikit pun bahwa masalahnya
jadi serumit ini. Skandal? Jaejoong harus membuat skandal demi mendongkrak
popularitasnya? Apa-apaan ini?
Mata Jaejoong yang sedari tadi
menekuri lantai, menangkap sosok manajernya yang sedang berada di lobi gedung.
Dia tampak sedang duduk bersantai di sebuah sofa panjang dan sedang berbincang
dengan salah satu back dancer
Jaejoong. Jaejoong berjalan menghampiri mereka.
“Oh, Jaejoong, kau sudah kembali?”
kata Junsu begitu melihat Jaejoong berdiri di sampingnya. Melihat wajah
Jaejoong yang kusut, Junsu tahu bahwa pembicaraan tadi tidaklah menyenangkan.
“Um,” gumam Jaejoong. “Kau ada
disini, hyung?” tanya Jaejoong pada back dancer-nya itu.
“Ne,
tadi kulihat Junsu hyung duduk sendiri disini, jadi aku kemari untuk menemaninya. Ternyata
dia sedang menunggumu,” jawab namja
yang berusia beberapa bulan lebih tua dari Jaejoong.
Jaejoong hanya mengangguk samar,
kemudian kembali menatap Junsu, “Hyung,
hari ini aku mau istirahat saja,” ucap Jaejoong.
“Tidak jadi minum?” tanya Junsu
heran. Jaejoong hanya menggeleng pelan sebagai jawaban. “Kau baik-baik saja,
Jaejoong-ah?” tanya Junsu lagi, dia khawatir
melihat Jaejoong yang tampak lesu,
tidak seperti tadi.
“Gwaenchana,
hyung.”
“Mau kuantar, Jaejoong-ah?” ujar back dancer Jaejoong.
“Tidak perlu repot-repot, hyung, aku bawa mobil kemari kok,” tolak
Jaejoong halus, dengan sebuah senyum yang dipaksakan. “Kalau begitu aku pamit
dulu. Sampai jumpa,” lanjut Jaejoong, kemudian membungkukkan badannya pada
kedua namja yang menatapnya khawatir.
“Nanti akan kutelepon,” kata Junsu
dengan sedikit berteriak, karena Jaejoong telah berjalan agak jauh. Jaejoong
mengangkat sebelah tangannya sebagai respon, tanpa membalikkan badan.
Junsu menatap punggung Jaejoong yang semakin menjauh sebelum
akhirnya menghilang. Sebenarnya dia sudah tahu apa yang akan dikatakan Presdir
Baek pada Jaejoong, karena dia sudah bertemu dengan Presdir Baek sebelumnya.
Dia sendiri tidak tahu harus berbuat bagaimana mengenai masalah ini. Yang
terpenting sekarang, memberi waktu dahulu pada Jaejoong untuk menenangkan diri.
“Benarkah itu?” celetuk back dancer Jaejoong tiba-tiba, membuat
Junsu tersadar dari lamunannya.
“Iya, mau tidak mau Jaejoong harus melakukan itu agar
tidak tenggelam di dunia entertainment yang makin keras ini,”
jawab Junsu pelan.
* * *
Sebuah Lamborghini Murcielago merah berhenti di basement salah satu gedung apartemen di Seoul . Setelah mobil mewah tersebut terparkir
dengan sempurna, sang pengemudi segera keluar dari mobil tersebut. Seorang namja berambut hitam itu berjalan
meninggalkan mobilnya. Statusnya sebagai artis membuatnya harus mengenakan
kacamata hitam, topi dan masker setiap pergi keluar, kalau tidak ingin dikenali oleh wartawan, fans, atau lebih buruk lagi paparazzi.
Namja
bermarga Kim itu melangkah cepat memasuki gedung dan segera menuju ke lift. Beruntung lift tersebut sedang kosong, jadi dia tak perlu susah-susah
menyamarkan dirinya. Setelah memencet tombol yang ada di samping lift, tangan namja bernama lengkap Kim Jaejoong ini bergerak untuk membetulkan
letak kacamatanya. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai lift sembari menunggu lift
tersebut mengantarkannya ke lantai yang dituju.
‘Ting!’
Pintu lift membuka perlahan. Jaejoong segera berjalan keluar. Dengan
sedikit menunduk, Jaejoong melangkah menuju salah satu pintu apartemen.
Jemarinya dengan cepat menekan beberapa tombol yang ada di pintu, membentuk
serangkaian angka sebagai kode pengaman
untuk membuka pengaman pintu tersebut.
‘Klik.’
Dengan cepat Jaejoong meraih gagang
pintu, membukanya, dan masuk ke dalam apartemen. Segera setelah masuk ke dalam,
Jaejoong melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah.
Kakinya kini mulai melangkah masuk
ke dalam, sembari kedua tangannya melepas properti penyamarannya —topi, masker,
kacamata hitam—. Jaejoong mendudukkan tubuhnya di sebuah sofa panjang yang ada
di ruang tengah, kemudian menghela napas panjang. Matanya menatap ke sekeliling
apartemen yang tampak sepi. Sepertinya penghuni apartemen ini belum pulang.
Belum pulang? Ya, karena penghuni
apartemen ini bukanlah Kim Jaejoong. Meski begitu, Jaejoong sering kemari,
bahkan sering menginap disini.
Rasa bosan mulai menyerang Jaejoong
setelah namja ini hanya duduk diam
selama 5 menit. Tangannya merogoh ponsel di sakunya. Lagi-lagi Jaejoong menghela
napas saat didapatinya ponselnya itu tidak mendapat pesan atau pun panggilan.
Diliriknya jam tangan berwarna hitam metalik yang melingkar di pergelangan
tangan kirinya.
‘Mungkin sebentar lagi dia pulang,”
batin Jaejoong, kemudian bangkit berdiri. Jaejoong berjalan menuju dapur. Sudah
diputuskan, dia akan memasak saja sembari menunggu si empunya apartemen ini
pulang.
Tangannya bergerak membuka lemari es
begitu sampai di dapur. Jaejoong menggumam pelan melihat bahan makanan yang ada
di lemari es. Dengan cekatan, Jaejoong mulai mengeluarkan beberapa bahan
makanan setelah memutuskan menu makan malam hari ini. Tak perlu waktu lama bagi
Jaejoong untuk mulai sibuk pada masakannya. Namja ini memang memiliki hobi
memasak, dan dia sering kali bangga akan kelebihannya itu.
Saking berkonsentrasinya pada
kegiatan memasaknya, Jaejoong tidak menyadari seseorang yang ditunggunya sudah
datang.
Namja
bermata bak musang dengan rambut brunette
yang tak lain dan tak bukan adalah si empunya apartemen ini mengernyit heran
ketika memasuki apartemennya. Mata sipitnya mendapati lampu di apartemennya
sudah menyala. Namun kebingungannya terjawab ketika dia melihat sepasang sepatu
yang ada di rak sepatu. Sebuah senyum langsung tersungging di bibirnya ketika
mengenali sepatu itu.
Segera namja yang berprofesi sebagai guru matematika di salah satu sekolah
menengah atas di Seoul
ini melepas sepatunya dan mengenakan sandal rumah, kemudian berjalan masuk.
Telinganya yang menangkap suara dari dapur membuat namja ini berjalan pelan ke arah dapur.
Namja
berwajah tampan ini kembali tersenyum ketika melihat kekasihnya yang bernama Kim
Jaejoong sedang berdiri membelakanginya dan terlihat sedang sibuk memasak.
“Kau disini, Jae?” tanya namja itu. Jaejoong yang merasa
dipanggil, menolehkan kepalanya ke belakang. Senyumnya langsung mengembang
ketika melihat sosok namja yang
sedari tadi ditunggunya tengah berdiri bersandar ke dinding.
“Um,” gumam Jaejoong, kemudian
kembali melanjutkan kegiatan memasaknya, “Tumben pulang terlambat, Yun?
Biasanya aku kesini kau sudah ada di rumah.”
“Tadi ada rapat guru. Kau sudah lama
disini?” sahut namja yang bernama
lengkap Jung Yunho ini, kemudian meletakkan tas ransel yang biasa dia bawa ke
sekolah tempatnya mengajar, di meja makan.
“Entahlah, cukup lama mungkin. Hari
ini jadwalku tidak terlalu padat,” jawab Jaejoong, dirinya masih sibuk bergelut
dengan berbagai peralatan dapur.
“Hm,” Yunho hanya menggumam pelan,
kemudian berjalan pelan ke arah Jaejoong. Kedua tangannya langsung melingkar di
pinggang Jaejoong dan memeluknya erat. Kepalanya disandarkan di bahu Jaejoong.
Jaejoong kaget dan menghentikan aktivitasnya
sebentar, kemudian tertawa pelan. “Yah~
kau mengagetkanku, Jung Yunho,” desis Jaejoong sebelum akhirnya melanjutkan
kegiatan memasaknya. Yunho hanya menanggapi dengan sebuah gumaman pelan.
“Sana , mandilah dulu, Yun. Aku sudah
menyiapkan air hangat untukmu,” kata Jaejoong sambil menyikut Yunho pelan.
Yunho meringis, berpura-pura kesakitan. “Yun~”
rengek Jaejoong ketika Yunho tidak juga melepas pelukannya.
“Ne,
arraseo, arraseo,” ujar Yunho sembari melepas pelukannya.
Jaejoong membalikkan badannya dan mengecup pipi Yunho sekilas, lalu
segera menyibukkan dirinya lagi. Yunho tertawa pelan, dan mengusap-usap kepala
Jaejoong, membuat Jaejoong menggerutu pelan karena rambutnya menjadi
berantakan.
* * *
“Wah, sepertinya lezat,” ucap Yunho
sambil menarik kursi dan duduk manis di meja makan. Tangan kanannya masih sibuk
mengusap-usap rambutnya yang agak basah. Jaejoong tersenyum, kemudian duduk di
seberang Yunho.
“Kalau begitu jangan dilihat saja,
cepatlah dimakan,” sahut Jaejoong sembari meraih sumpitnya.
Dengan sigap Yunho langsung
mengambil sumpitnya dan menikmati makan malam yang khusus dibuat oleh
kekasihnya itu.
“Bagaimana?” tanya Jaejoong setelah
Yunho memasukkan beberapa suapan ke dalam mulut.
Yunho hanya mengangguk, kemudian
mengacungkan ibu jarinya ke arah Jaejoong, membuat Jaejoong tersenyum lebar.
Menit demi menit berlalu, dan Yunho
terlihat sibuk menikmati makanannya. Lain dengan Jaejoong yang sedari tadi
hanya memandangi makanan dan menusuk-nusukkan sumpitnya ke mangkuk nasi. Yunho
yang melihat hal tersebut menghentikan makannya.
“Waeyo,
Jae? Kenapa tidak makan?” tanya Yunho, membuat Jaejoong sontak menengadahkan
kepalanya dan menatap Yunho.
Jaejoong mendesah pelan, kemudian
tersenyum dan berkata, “Aku sedang tidak napsu makan, Yun.”
“Mau kusuapi?” tanya Yunho sembari
meraih sendoknya. Jaejoong hanya menggeleng, namun sepertinya Yunho tidak
menganggap itu sebagai jawaban. Dia sudah menyendokkan nasi dan menyodorkannya
pada Jaejoong.
“Aku sedang tidak napsu makan, Yun~”
rengek Jaejoong, sembari meletakkan sumpitnya.
“Nanti kau sakit, Jae, ayo cepat
buka mulutmu,” kata Yunho, berusaha bersikap tegas pada Jaejoong.
Dia memang tidak ingin Jaejoong
sampai jatuh sakit. Apalagi pekerjaan keartisan Jaejoong ‘kan cukup berat, mana mungkin Yunho akan
membiarkan Jaejoong melewatkan makan malamnya setelah seharian bekerja.
Jaejoong mengerucutkan bibirnya.
Huh, dia tidak suka dipaksa.
“Ayolah, Jae, sedikit saja,” bujuk
Yunho, kali ini dengan lembut. Jaejoong menggerutu pelan sebelum akhirnya membuka
mulutnya dan menerima suapan dari Yunho.
“Nah, begitu,” ucap Yunho senang,
kemudian menyuapkan lauk kepada Jaejoong. Jaejoong menerima suapan dari Yunho
lagi, meski dia masih berusaha memasang ekspresi kesal.
“Aku bisa makan sendiri,” tandas
Jaejoong cepat sambil meraih sumpitnya, saat Yunho akan menyuapinya lagi.
“Baiklah.”
Dan sepasang kekasih ini kembali
terdiam, masing-masing sibuk menikmati makan malam. Jaejoong yang dalam kondisi
mood tidak terlalu baik kembali merajuk dan menghentikan makannya setelah
beberapa suapan.Yunho hanya menarik napas berat melihat sikap Jaejoong. Tidak
ada gunanya membujuk Jaejoong lagi, karena Jaejoong benar-benar tidak bisa
diajak kompromi kali ini. Yunho hanya diam dan melanjutkan makannya.
Jaejoong termenung beberapa saat,
sebelum akhirnya dia membenamkan kepalanya pada kedua tangannya yang terlipat
di atas meja makan. Berulang kali Yunho mendengar Jaejoong menghela napas
berat. Yunho memutuskan untuk membiarkan Jaejoong beberapa saat, mungkin
kekasihnya ini memang butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri.
Yunho menegak segelas air setelah
menyelesaikan makan malamnya. Setelah itu, Yunho mulai merapikan meja makan.
Mendengar suara gaduh yang diciptakan Yunho saat merapikan meja makan, Jaejoong
mengangkat kepalanya.
“Biar aku yang
bereskan,” ucap Jaejoong sembari menahan tangan Yunho yang akan mengangkat
tumpukan piring. Yunho hanya diam lalu meletakkan kembali tumpukan piring
tersebut ke atas meja, dan membiarkan Jaejoong mengambil alih pekerjaannya.
Setelah melihat Jaejoong yang sibuk
mencuci piring, Yunho memutuskan untuk duduk di ruang tengah. Diraihnya remote
televisi yang ada di meja, kemudian ditekannya tombol power sembari Yunho mencari posisi duduk yang nyaman. Jemarinya
berulang kali menekan tombol-tombol yang ada di remote itu, berusaha mencari tontonan yang menarik. Akhirnya
pilihannya jatuh pada sebuah film laga.
Jaejoong berjalan ke ruang tengah
setelah aktivitasnya di dapur selesai. Dilihatnya Yunho sedang menonton sebuah
film di televisi. Jaejoong mendesah pelan, kemudian duduk di pinggir sofa.
Yunho yang awalnya sedang serius menonton, mengerutkan dahinya karena heran
melihat Jaejoong yang duduk jauh darinya, seolah menjaga jarak.
‘Tidak biasanya Jaejoong seperti
ini. Pasti ada sesuatu,’ batin Yunho sembari menatap Jaejoong lekat. Namun yang
sosok yang ditatapnya itu malah menatap lurus ke depan.
“Sedang apa disitu, Jae?” kata Yunho
sembari mengulurkan tangan kanannya ke arah Jaejoong, “Kemarilah,” tandas Yunho
sembari tersenyum.
Jaejoong mengalihkan pandangannya
dari layar televisi, dan menatap Yunho. Melihat Yunho yang sedang tersenyum
lembut kepadanya membuat hatinya berdesir pelan. Jaejoong menghela napas pelan,
kemudian beringsut menggeser tubuhnya mendekat ke arah Yunho. Segera Jaejoong
menyusupkan tubuhnya ke dalam pelukan hangat kekasihnya itu. Tangan kirinya
menyusup ke punggung Yunho, tubuhnya dia sandarkan pada tubuh Yunho, dan
kepalanya dia letakkan pada dada Yunho. Yunho tersenyum melihat tubuh Jaejoong
yang bergerak mencari posisi nyaman dalam pelukannya. Diusapnya kepala Jaejoong
dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menggenggam erat tangan kanan
Jaejoong.
“Apa yang terjadi, Jae? Sepertinya
ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu,” kata Yunho sembari mengusap-usap kepala
Jaejoong, terkadang jemarinya memainkan rambut halus Jaejoong.
Jaejoong hanya diam. Matanya mulai
terpejam. Berada di pelukan Yunho membuatnya merasa nyaman dan perasaannya
menjadi lebih baik.
“Baiklah kalau kau tidak ingin
mengatakannya, aku tidak akan memaksamu,” kata Yunho saat dia tidak menangkap
satu kata pun yang keluar dari mulut Jaejoong. Matanya kembali tertuju pada
layar televisi.
“Ah, aku jadi teringat kejadian lucu
tadi pagi. Mau kuceritakan, Jae?”
Jaejoong hanya mengangguk pelan.
“Apa kau masih ingat pada Yoochun?
Dia guru biologi yang pernah kukenalkan padamu waktu itu. Waktu itu dia
kebetulan menginap di rumahku, dan kau datang pada tengah malam. Ingat tidak?”
lagi-lagi Jaejoong hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Tadi pagi, kebetulan aku dan
Yoochun tidak ada jam mengajar. Jadi kami berdua memutuskan untuk
berjalan-jalan. Saat itu ada anak-anak kelas satu yang sedang bermain sepak
bola di lapangan. Dan saat kami melewati lapangan…” Yunho menghentikan
ceritanya sejenak, berusaha menahan tawanya yang akan meledak tiap mengingat
kejadian itu.
Setelah menarik napas beberapa kali
dan menenangkan dirinya, Yunho kembali melanjutkan ceritanya. “Ada seorang anak laki-laki
yang menendang bola keluar lapangan, dan bola itu tepat mengenai kepala Yoochun,”
lanjut Yunho dengan susah payah karena sedari tadi dia berusaha menahan tawa.
Dan sedetik setelah kalimatnya selesai, tawa Yunho langsung meledak.
“Aku tahu harusnya aku tidak boleh
menertawainya, tapi entah kenapa itu terlihat sangat lucu di mataku,” ucap
Yunho setelah berhasil sedikit meredakan tawanya, “Karena aku yang
menertawainya tadi, Yoochun mendiamkanku sepanjang hari ini. Mungkin aku akan
mentraktirnya makan siang besok, sebagai permintaan maaf. Semoga saja saat
bertemu dengannya aku tidak tertawa lagi,” imbuh Yunho, lalu tertawa pelan.
“Tidak lucu ya, Jae?” tanya Yunho
saat menyadari sejak tadi hanya dirinya yang tertawa. Kepalanya dia rendahkan
sedikit untuk menatap Jaejoong.
Melihat Jaejoong yang sedang memejamkan
matanya dan hanya terdiam membuat Yunho memutuskan untuk tidak mengusik
Jaejoong. Matanya kembali menatap layar televisi dan mulai berkonsentrasi pada
film yang tadi ditontonnya.
Jaejoong menghela napas berat.
Bukannya dia ingin mendiamkan Yunho, hanya saja dia sedang berusaha menenangkan
pikirannya sekarang. Sejak bertemu dengan Presdir Baek siang tadi, keningnya
terus berdenyut. Terlalu banyak yang dia pikirkan, dan terlalu banyak masalah
yang muncul, membuat kepalanya pening. Setidaknya, pelukan hangat Yunho dan
usapan lembut di kepalanya bisa meredakan rasa nyeri yang menyerangnya.
“Yun,” panggil Jaejoong lirih, kedua
matanya masih terpejam.
“Hm?”
“Apa kau lelah bersamaku?” tanya
Jaejoong, membuat Yunho terkesiap heran.
“Tentu saja tidak,” tandas Yunho
cepat. “Apa yang terjadi, Jae?”
“Kita tidak pernah pergi berkencan,
tidak pernah piknik bersama, bahkan untuk sekedar makan siang bersama di luar
rumah tidak bisa. Kita tidak bisa bersikap seperti sepasang kekasih selayaknya.
Apa kau tidak lelah?”
“Tidak. Aku baik-baik saja,” jawab
Yunho tegas. “Aku justru bangga memiliki seorang kekasih yang seorang penyanyi
terkenal sepertimu, Jae. Ya~ meskipun aku tidak bisa membanggakannya pada siapa
pun.”
Jaejoong menghela napas pelan
sembari mulai membuka matanya. Kelopak matanya mengerjap-ngerjap beberapa kali,
“Apa kau masih sering mendapat surat
cinta dari muridmu, Yun?”
“Um,” Yunho berpikir sejenak, “kadang,
tapi tidak sesering dulu saat aku pertama kali mengajar disana. Lagipula kurasa
mereka tidak serius kok, hanya ungkapan emosi sesaat saja. Waeyo? Apa kau cemburu?”
Jaejoong hanya menggeleng pelan
sebagai jawaban.
‘Aku tidak pantas menjadi kekasih
Jung Yunho. Dia lebih baik memiliki kekasih dari kalangan orang biasa, bukan
artis sepertiku. Bahkan mungkin lebih baik Yunho berpacaran dengan muridnya
daripada denganku,” batin Jaejoong.
“Jae, kalau ada yang mengganggu
pikiranmu, katakan saja. Mungkin aku bisa membantu,” ujar Yunho. Dia mulai
khawatir dengan Jaejoong. Sepertinya namja berkulit putih ini sedang dalam
masalah yang cukup gawat.
Jaejoong menghela napas berat,
kemudian menjauhkan tubuhnya dari pelukan Yunho. Matanya menatap lurus ke arah
Yunho yang sedang menatapnya dengan tatapan cemas. Dia lepaskan tangan kirinya
yang sedari tadi digenggam erat oleh Yunho. Sebagai gantinya, Jaejoong segera
meraih kedua tangan Yunho dan menggenggamnya erat dengan kedua tangannya.
“Yunho-ya, kau percaya padaku ‘kan ?”
tanya Jaejoong. Entah kenapa matanya mulai terasa panas sekarang.
“Tentu saja aku percaya kepadamu,
Jae.”
“Kau…harus percaya pada yang
kukatakan, Yun. Hanya pada perkataan yang keluar langsung dari mulutku,” kata
Jaejoong, lirih namun tegas. Yunho hanya mengangguk, sementara keningnya
berkerut bingung.
“Saranghae,
Jung Yunho,” ujar Jaejoong lirih. Mata doenya mulai berkaca-kaca sekarang.
Perlahan kerutan di dahi Yunho
menghilang, digantikan oleh sebuah senyum yang mengembang di wajahnya. Mata
sipitnya menatap iris hitam Jaejoong lembut. “Naddo saranghae, Kim Jaejoong,” ucapnya sembari melepas sebelah
tangannya dari genggaman Jaejoong, dan mengusap pipi Jaejoong dengan lembut.
Jaejoong balas tersenyum pada Yunho.
Sentuhan lembut Yunho di pipinya dan senyuman hangat Yunho untuknya membuat
hatinya berdesir pelan. Jaejoong tahu benar tentang siapa dirinya dan bagaimana
perasaannya. Kim Jaejoong adalah seorang penyanyi top di Korea, yang memiliki
perasaan seutuhnya untuk seorang Jung Yunho.
* * *
Suasana ruang guru di salah satu
sekolah ternama di kota Seoul ini tampak senyap pagi ini. Sebagian
besar guru sedang mengajar pelajaran jam pertama di tiap kelas, hanya ada
beberapa guru yang tidak memiliki jam mengajar pada pagi ini yang sedang
duduk-duduk dan mengobrol. Termasuk seorang guru muda berwajah tampan bernama
Jung Yunho. Meski dia tidak mengajar pada jam pertama hari ini, namun tampaknya
namja ini tengah sibuk mengoreksi
hasil ulangan murid-muridnya.
Seorang guru muda lain, yang juga
teman Yunho, sesekali melirik Yunho dengan gelisah. Melihat Yunho yang tampak
tenang dan biasa saja membuat namja bermarga Park ini berdecak kesal.
“Aish~” desisnya kesal sembari
bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke meja Yunho. Segera ditariknya
kursi yang ada di balik meja di sebelah meja Yunho dan dihempaskannya tubuhnya
ke kursi tersebut.
“Oh, Yoochun, kau tidak ada kelas
juga pagi ini?” tanya Yunho setelah melirik sekilas ke samping, kemudian
kembali mengalihkan pandangannya pada kertas ulangan yang sedang dipegangnya.
“Yah~
Jung Yunho, kenapa kau terlihat begitu tenang?” desak Yoochun, mengabaikan
pertanyaan Yunho sebelumnya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap
Yunho saat ini.
“Memangnya ada apa?” Yunho balik
bertanya sambil menatap Yoochun heran.
“Apa kau tidak melihat berita di
televisi?”
“Hm, aku lihat. Berita tentang
finansial Korea
Selatan…”
“Yah~!
Bukan berita yang seperti itu,” potong Yoochun sebelum Yunho sempat
menyelesaikan kalimatnya.
“Lalu apa?” tanya Yunho lagi. Dia
tidak mengerti apa yang dimaksud dan sedang dibicarakan oleh Yoochun.
“Berita tentang selebriti,” sahut
Yoochun dengan suara setengah berbisik.
“Aigoo,
Park Yoochun, kau suka menonton acara yang menyiarkan gosip itu? Tak kusangka,
ternyata kau namja seperti itu,” ujar
Yunho sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian kembali serius mengoreksi
hasil ulangan.
“Yah~!”
seru Yoochun. Melihat Yunho yang mengabaikan dirinya dan sibuk dengan tumpukan
kertas membuat namja casanova ini menghela napas berat.
Yoochun menyandarkan punggungnya ke
kursi, lalu melipat tangannya ke dada. Matanya menatap Yunho lekat. Kakinya
sesekali mengetuk-ngetuk lantai. Setelah menarik napas berat, Yoochun menggeser
kursinya lebih mendekat ke Yunho.
“Yun,” panggil Yoochun pelan, bahkan
sangat pelan sampai hanya bisa didengar oleh Yunho dan dirinya. Kepalanya
sedikit menunduk, dan matanya sesekali melirik sekeliling mereka.
“Hm,” gumam Yunho sementara matanya
masih sibuk menghadapi kertas ulangan muridnya.
“Apa Kim Jaejoong menghubungimu
baru-baru ini?” tanya Yoochun lagi, masih dengan nada pelan. Seketika Yunho
menghentikan kesibukannya dan terdiam, tampak berpikir sejenak.
“Hm, sudah 3 hari ini aku tidak bisa
menghubungi Jaejoong. Kurasa dia sedang sibuk. Tiap kali aku meneleponnya tidak
diangkat. Pesanku juga jarang dibalas. Sekalinya dibalas, jawabannya sangat
singkat,” jawab Yunho.
Matanya menerawang langit-langit
ruang guru sembari mencoba mengingat memori sepanjang beberapa hari lalu.
Yoochun menghela napas pelan begitu
mendengar jawaban dari Yunho. Sepertinya dugaannya memang benar.
“Waeyo,
Yoochun-ah? Kenapa tiba-tiba bertanya
tentang Jaejoong?”
“Apa Jaejoong tidak mengatakan
sesuatu padamu, Yun?” tanya Yoochun lagi, mengabaikan pertanyaan Yunho
sebelumnya.
Yunho menoleh ke arah Yoochun dan
menatap Yoochun dengan alis bertaut, “Mengatakan apa?” tanyanya bingung.
Yoochun memasang ekspresi masam
sebelum akhirnya berdecak kesal dan menjauhkan kursinya. Namja yang juga berwajah tampan itu segera bangkit dari tempat
duduknya dan berjalan menuju mejanya.
Yunho yang melihat Yoochun pergi
begitu saja memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaannya mengoreksi ulangan.
Belum lama sejak Yunho kembali sibuk menorehkan pena di atas kertas, Yoochun
kembali ke meja Yunho. Diletakkannya begitu saja sebuah majalah di atas meja
Yunho, membuat Yunho mengalihkan pandangannya ke arah majalah tersebut. Dahinya
berkerut begitu mendapati sosok artis yang ada di cover majalah tersebut adalah kekasihnya, yang tak lain dan tak
bukan adalah Kim Jaejoong.
Yoochun kembali duduk di kursi dan
menggeser kursinya mendekat ke arah Yunho. Lagi-lagi Yoochun hanya berdecak
kesal melihat respon Yunho yang hanya memandangi majalah itu.
“Kau belum dengar beritanya?” desak
Yoochun sembari jari telunjuknya menunjuk ke arah majalah itu.
“Apa?” Yunho balik bertanya dan
menatap Yoochun.
“Berita ini sedang hangat
diperbincangkan, masa kau tidak tahu,” sahut Yoochun.
“Sebenarnya apa yang sedang kau
bicarakan, Park Yoochun?”
“Skandal. Kim Jaejoong terlibat
skandal dengan aktris Wang Jihye. Kau benar-benar tidak tahu?”
Yunho terdiam. Matanya menatap
kosong ke arah Yoochun, kemudian menatap majalah yang ada di atas mejanya. Apa
yang dikatakan Yoochun barusan? Skandal? Kim Jaejoong dengan aktris Wang Jihye?
Apa maksudnya?
“Apa Jaejoong benar-benar tidak
mengatakan sesuatu padamu tentang ini?” tanya Yoochun lagi.
Yunho terdiam sejenak dan menghirup napas
dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya.
“Ini pasti hanya gosip yang dibuat
wartawan, supaya majalah mereka laris dibeli. Skandal itu pasti hanya rekayasa
belaka,” jawab Yunho setenang mungkin, meski jantungnya mulai berdegup cukup
kencang.
“Tapi sudah 3 hari berlalu sejak
berita ini turun, Yunho-ah. Jika
benar berita ini hanya bohong, apa pihak manajemen tidak berniat untuk
mengklarifikasinya? Bukankah membiarkan berita ini terus tersebar luas hanya
akan membuat imej Kim Jaejoong menjadi buruk?” sangkal Yoochun. Matanya menatap
tajam ke arah Yunho yang sedang menatap kosong ke arah majalah itu.
“Semuanya hanya perlu waktu,
Yoochun-ah, aku yakin itu. Pasti
nanti pihak manajemen akan melakukan sesuatu untuk meredakan berita ini,” ujar
Yunho pelan.
“Tapi, Yun—,”
“Aku percaya. Aku percaya pada
Jaejoong, Yoochun-ah.”
* * *
-to be continued-
0 komentar:
Posting Komentar