• Always Keep The Faith!

    The five of us working together could be consider as fate. Five different people feeling as one, happiness multiplied by five, sorrow is just 1/5. This is called happiness. To me, TVXQ is just like a family, a home. No matter how far we’re separated, we’ll come back together one day. TVXQ is just such an important place for us. - U-know Yunho, Fujin kouron magazine 2009

  • Are you envied at us?

    This red ocean is belong to Cassiopeia and TVXQ, just for your information.

  • Humanity Strongest's Soldier

    Thanks to you, Rivaille, for looking so DAMN HOT although you're 160cm. xD /kicks/

31 Desember 2013

SKANDAL - Chapter 7

SKANDAL
Chapter 7

-xxx-

Jaejoong mengajak Changmin ke sebuah tempat yang sudah lama jadi langganannya sejak dia debut. Meskipun kecil, tapi tempat ini terasa nyaman. Dia suka minum di tempat ini dan sering kali dia pergi berdua bersama Junsu. Tempat ini tidak terlalu ramai, kebanyakan pelanggannya orang-orang kantoran berumur sekitar 30-an. Dan Jaejoong merasa tidka perlu khawatir ada yang mengenalinya di sini. Sekalipun ada yang mengenalinya, pasti orang itu bukanlah fansnya dan cenderung acuh terhadapnya. Itu sangat melegakan bagi Jaejoong, mengingat tidak banyak tempat yang bisa Jaejoong datangi dengan mudah tanpa penyamaran.
Pemiliknya, seorang pria berusia 60 tahun dan istrinya yang masih terlihat cantik di usianya sekarang, sangat ramah dan baik. Sepasang suami istri itu bahkan tahu Kim Jaejoong adalah seorang penyanyi terkenal, tapi hal itu tidak membuat mereka berubah sikap apalagi mengistimewakan Jaejoong. Mereka memperlakukan Jaejoong sama seperti pelanggan lainnya, dan mereka memberikan Jaejoong privasi dengan tidak melakukan hal-hal yang biasa dilakukan seorang fans minta foto, minta tanda tangan,  menyentuh bagian tubuhnya, dan menanyakan hal ini-itu. Itulah yang membuatnya merasa nyaman.
            Jaejoong mengajak Changmin masuk ke kedai itu begitu mereka berdua memarkirkan mobil masing-masing. Jaejoong menggeser pintu kedai dan masuk dengan sedikit membungkuk.
            “Selamat datang,” seru si pemilik kedai dengan ramah begitu menyadari ada pelanggan yang datang.
            Jaejoong masuk ke dalam diikuti dengan Changmin di belakangnya. Tampak olehnya ada 3 orang pria paruh baya orang selain dirinya dan Changmin, sementara si pemilik kedai terlihat sedang membersihkan beberapa meja.
            “Annyeong, ahjusshi,” sapa Jaejoong.
            Si pemilik kedai yang bernama Kang Jangwoo menoleh dan langsung tersenyum sumringah melihat kedatangan Jaejoong, “Rupanya kau, Joongie,’ katanya sambil membersihkan kedua tangannya dengan celemek yang ada di pinggang, “Sudah lama kau tidak kemari.”
            “Ah ye, kemarin aku sibuk jadi tidak sempat mampir kemari. Ahjusshi merindukanku, ya?” canda Jaejoong. Dia memang suka sesekali bercanda dengan Tuan Kang, menurutnya Tuan Kang itu memiliki selera humor yang cukup bagus.
            “Aish, kau ini bisa saja,” sahut Tuan Kang lalu tertawa kecil, “Ayo silahkan duduk,” tambahnya.
            “Ne, ahjusshi,” kata Jaejoong, lalu mengambil tempat duduk di tengah belakang. Tempat ini selalu jadi tempat favoritnya.
            Changmin mengikuti Jaejoong dan duduk di seberang namja itu. Matanya menatap sekeliling kedai itu. Sederhana tapi terkesan hangat, suasananya pun begitu nyaman, begitulah kesan pertama Changmin begitu masuk ke tempat ini.
            Tuan Kang menghilang di balik dapur sederhananya dan muncul kembali sembari membawa 2 gelas air dan meletakkannya di meja mereka.
            “Tumben sekali kau kemari membawa teman, Joongie-ah,” ujar Tuan Kang, “Junsu tidak ikut?” tanyanya kemudian.
            “Tidak, ahjusshi, Junsu hyung sedang sibuk,” jawab Jaejoong, “Dan ini Shim Changmin,” lanjutnya, memperkenalkan Changmin.
            Changmin segera menundukkan kepalanya ke arah Tuan Kang dan memberi salam, “Annyeonghaseo.”
            “Annyeonghaseo,” balas Tuan Kang sembari sedikit menunduk.
            Tuan Kang memperhatikan Changmin untuk beberapa detik sebelum kemudian berkata, “Sepertinya wajahmu tidak asing,” ujarnya sambil berusaha mengingat-ingat pemilik wajah tampan itu.
            “Ah sudahlah ahjusshi, jangan menatapnya seperti itu.”
            “Baiklah, baiklah,” Tuan Kang menyerah untuk mengingat-ingat, memorinya diumur yang sekarang memang tidak lagi sama seperti saat dia muda dulu, “Mau pesan apa, Joongie-ah?”
            “Seperti biasa saja, ahjusshi.”
            “Baik, tunggu sebentar ya,” ucap Tuan Kang lalu berlalu ke dapurnya.
            Changmin menatap punggung Tuan Kang hingga menghilang di balik dapur, lalu menatap Jaejoong, “Hyung sering kemari ya?” tanyanya.
            “Eum,” sahut Jaejoong sembari mengangguk, lalu menegak airnya.
            “Tempat ini enak juga,” gumam Changmin sambil mengedarkan pandangannya.
            “Setuju,” tandas Jaejoong cepat dan bersemangat, “Tempat ini memang nyaman. Pemiliknya ramah. Dan lagi kita tidak perlu menyamar kalau datang kemari.”
            Changmin mengangguk-angguk setuju. Beberapa menit kemudian, Tuan Kang kembali sambil membawa nampan di tangannya dan menghampiri meja mereka. Tuan Kang meletakkan beberapa botol soju, 2 buah gelas, dan beberapa piring camilan beserta sumpit.
            “Silahkan,” ujar Tuan Kang sambil tersenyum ramah.
            “Gomawo, ahjusshi,” sahut Jaejoong.
            Tuan Kang membungkuk sekilas lalu pergi dan meninggalkan kedua namja ini. Jaejoong lalu meraih sebotol soju dan segera menuangkannya ke dalam gelas Changmin. Changmin yang kaget melihat tindakan Jaejoong, menyodorkan gelasnya lalu ganti mengisi gelas Jaejoong dengan soju. Jaejoong tersenyum samar lalu mengangkat gelasnya dan bersulang dengan Changmin.
            Baik Jaejoong maupun Changmin, langsung menegak habis segelas soju itu. Berikutnya dan berikutnya, keduanya kembali mengisi penuh gelas mereka dan menegaknya.
            “Haahh,” desis Jaejoong saat merasakan minuman khas Korea itu melewati tenggorokannya dan membawa sensasi hangat dan menyenangkan. Setelahnya, dia meraih sumpit dan mulai memasukkan camilan ke dalam mulutnya.
            Kedua namja tampan seprofesi ini terdiam cukup lama. Masing-masing sibuk dengan pikiran dan euforianya. Hanya suara denting gelas yang beradu dan suara air yang menggelegak yang mengisi keheningan di antara mereka.
            Sementara di kejauhan tampak Tuan Kang yang tengah memperhatikan mereka, dengan yakin menarik sebuah kesimpulan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa yang sedang terjadi dan hal itulah yang membuat mereka tenggelam dalam kesunyian tanpa obrolan. Anak muda zaman sekarang memang sering terlihat banyak pikiran dan terkadang itu sebenarnya tidak cocok dengan usia mereka, begitu pikir Tuan Kang.
            “Hyung,” panggil Changmin, mencoba memulai pembicaraan.
            Jaejoong hanya mendongakkan kepalanya dan menatap Changmin sekilas dengan pandangan bertanya.
            “Ada apa?” tanya Changmin.

SKANDAL - Chapter 6

SKANDAL
Chapter 6

-xxx-

            “Jae Jaejoong-ah.”
            Kim Jaejoong yang merasa namanya dipanggil, dengan cepat mengangkat kepalanya dan mengerjap-ngerjap menatap sekeliling. Dilihatnya Junsu yang sedang duduk di sampingnya sambil menatap dengan pandangan cemas. Menyadari hal itu, Jaejoong membenarkan posisi duduknya dan mengusap-usap matanya.
            “Waeyo, hyung?” tanya Jaejoong pada Junsu.
            “Apa kau baik-baik saja? Kulihat sedari tadi kau hanya duduk diam,” jawab Junsu, dengan nada penuh kekhawatiran.
            “Ah gwaenchana, hyung. Aku hanya sedikit merasa lelah.”
            Meski Jaejoong berkata baik-baik saja, tapi Junsu tidak yakin dan masih menatap Jaejoong dengan cemas lalu berkata, “Kalau begitu kembalilah ke hotel dan istirahatlah di kamar. Lagipula besok kau masih ada jadwal pemotretan, ‘kan?”
            “Eh?” sahut Jaejoong bingung.
            “Tidak apa-apa kok, istirahat saja duluan.”
            “Eum” Jaejoong tampak berpikir sejenak.
            Suasana di ruang karaoke yang cukup luas ini masih riuh. Salah seorang staf sedang menyanyikan sebuah lagu, sementara yang lain sibuk bersorak-sorai. Di meja penuh dengan berbagai makanan dan camilan, serta beberapa botol minuman ringan serta soju. Jaejoong melirik sekilas jam yang ada di dinding. Waktu ternyata hampir lewat tengah malam.
            Kedatangan Jaejoong ke Jeju adalah untuk pekerjaan, bukan untuk liburan apalagi menghindar dari kejaran pers. Dan saat ini Jaejoong memang sedang berada di salah satu tempat karaoke di Jeju. Dia pergi setelah menerima ajakan dari para kru dan staf sebuah majalah fashion yang sedang bekerja sama dengannya untuk sebuah pemotretan. Acara karaoke ini mungkin menjadi cara bagi mereka untuk bisa melepas penat sejenak dari pekerjaan yang menumpuk.
            “Mungkin aku akan keluar sebentar untuk mencari udara segar, hyung,” ujar Jaejoong, kemudian bangkit dari tempat duduk dan mengenakan mantelnya.
            “Kau yakin tidak apa-apa, Jae?” tanya Junsu, masih khawatir karena menurut matanya Jaejoong terlihat begitu penat dan banyak pikiran.
            Jaejoong mengangguk pelan lalu berkata, “Aku pergi dulu, hyung.”
            Junsu hanya bisa menatap Jaejoong yang berjalan menjauh dari keramaian tanpa ada satu pun yang menyadari, dan melihat punggung Jaejoong menghilang di balik pintu. Junsu menghela napas kuat-kuat sebelum kemudian memutuskan untuk kembali ke kerumunan orang-orang yang sepertinya sudah sangat terlarut dalam euforia masing-masing.
*          *          *
            Kim Jaejoong melangkahkan kakinya menembus pekatnya malam, dan ternyata kakinya membawanya ke sebuah pantai. Tidak ambil pusing, Jaejoong berjalan saja menuju bibir pantai dan menyusurinya. Suara desiran halus ombak menyapa pendengarannya dan memecah kesunyian malam. Hanya butuh beberapa menit berjalan di pantai sebelum Jaejoong melepas sepatunya dan berjalan dengan telanjang kaki, karena merasa kakinya tergelitik untuk menikmati halusnya pasir pantai.
            Jaejoong melangkah dengan ringan, tanpa perlu khawatir ada yang mengenalinya. Fakta bahwa pantai di malam hari begitu sepi atau bahkan tidak ada orang lain selain dirinya sedikit melegakan untuk hatinya yang merasa sesak belakangan ini. Sepanjang menyusuri bibir pantai, sesekali ombak mengenai kakinya dengan lembut. Suasana yang tenang sekaligus menghanyutkan ini terasa nyaman bagi Jaejoong.
            Sembari berjalan, sesekali Jaejoong mengedarkan pandangannya ke arah laut. Laut yang tetap terlihat gelam dan kelam, sekalipun bulan menggantung di atasnya. Laut yang meski dipandang sejauh apapun tetap terlihat tak ada ujungnya. Jaejoong berhenti sejenak dan terdiam. Matanya terpejam sambil menikmati desiran angin malam yang menerpa tubuhnya, ditambah dengan suara-suara nyiur kelapa yang bergemerisik akrena terusik oleh angin pantai yang cukup kencang. Terasa dingin, tapi juga menenangkan.
            Jaejoong mengeratkan mantelnya dan kembali melanjutkan langkah kakinya, agak menepi karena mulai terusik oleh dinginnya air yang mengenai kakinya. Kedua tangannya menyatu ke belakang tubuhnya, dengan sepasang sepatu yang terkait di jemarinya. Kepalanya mendongak, matanya menatap langit malam yang gelap namun cerah tak berawan. Bulan terlihat bersinar terang di atas sana, ditemani ratusan bintang yang menciptakan konstelasi indah di langit.
            Kaki Jaejoong kembali terhenti. Matanya kini sibuk memandang bintang-bintang. Sejak kecil Jaejoong memang suka sekali melihat bintang, dan kebiasaan melihat bintang itu terus terbawa hingga di umurnya yang sekarang. Jaejoong tersenyum samar, masih sambil memandang bintang-bintang. Bintang-bintang itu selalu berhasil menghibur hatinya.
            Jaejoong melangkah lagi, kali ini lebih menepi lagi. Setelah dirasa menemukan tempat yang pas, Jaejoong meletakkan sepatunya, kemudian duduk dan merebahkan tubuhnya begitu saja dengan beralaskan pasir. Kedua telapak tangannya saling tertaut dan digunakan sebagai sandaran kepalanya. Jaejoong menghela napas pelan, lalu kembali sibuk memandangi bintang. Bintang-bintang itu memang tak pernah membuatnya bosan.
            Kedua kelopak mata Jaejoong kembali tertutup. Dia tengah menikmati halusnya pasir pantai tempat punggungnya bersandar, angin malam yang mengalir lembut membawa dingin yang menenangkan, gemerisik pohon-pohon kelapa, dan desir ombak.
            “Kau suka sekali melihat bintang ya?”

SKANDAL - Chapter 5

SKANDAL
Chapter 5

-xxx-

Winter, 2 years ago
Seoul, 11.15 p.m
            Kim Jaejoong menghentikan langkahnya. Terdiam sejenak dan menghirup napas dalam-dalam sebelum menghelanya kuat-kuat. Kepalanya tertunduk dan matanya terpejam untuk beberapa saat. Dieratkannya mantel sebelum kemudian melanjutkan langkah kakinya.
            Entah kemana kakinya membawanya pergi, Jaejoong hanya berjalan mengikuti instingnya. Tatapannya kosong ke depan, sesekali kepalanya menengadah ke atas, menatap langit malam yang hari ini tampak cerah tak berawan.
            Lagi-lagi, Jaejoong menghela napas berat. Kata-kata Song Jihyun terus dan masih terngiang jelas di telinganya. Kata-kata perpisahan yang sama sekali tidak Jaejoong kira akan meluncur dari bibir sang kekasih. Kata-kata yang tak bisa dia sangkal. Kata-kata yang membuatnya tersadar dan terhempas ke kehidupan jelata. Kata-kata yang sempat menjadi kekhawatirannya. Tentang dirinya, yang kini menjadi salah satu artis papan atas Korea.
            “Jaejoong-ah, eum… maaf… tapi kupikir hubungan kita sampai di sini saja. Belakangan ini kita berdua sama-sama sibuk. Aku harus menyelesaikan skripsi dan kau… belakangan ini kau semakin populer. Aku… membaca banyak artikel di internet tentangmu. Promo album, iklan, drama, tour, aku yakin banyak hal yang harus kaulakukan.”
            “Apa maksudmu, Jihyun-ah?”
            “Aku… maaf… tapi belakangan ini aku merasa risih, eum… dengan status kita masing-masing. Kau tahu, aku ini orang biasa, bukan dari kalangan artis sepertimu. Dan akhir-akhir ini kariermu sedang menanjak, fansmu pun bertambah. Aku merasa… kita ada di dunia yang berbeda… dan kurasa… aku tidak bisa lagi. Mianhe, jeongmal mianhe, Jaejoong-ah. Kau… mengerti maksudku bukan?”
            “…”
            “Kurasa… kita tak bisa bersama lagi. Mungkin sudah cukup sampai di sini.”
            Song Jihyun adalah kekasihnya sekarang mantan kekasihnya sejak sebelum Jaejoong memulai debutnya. Bertemu di sebuah toko bunga tempat Jihyun bekerja sambilan, ketika Jaejoong memulai hari-hari pertama perantauannya ke Seoul. Sepasang remaja muda yang bertemu tanpa disengaja, kemudian saling tertarik satu sama lain, dan hanya butuh waktu sampai mereka memutuskan sebuah komitmen hubungan.
            Mereka pernah berkomitmen. Ya, layaknya pasangan muda lainnya, berjanji untuk saling mencintai dan melindungi, berkomunikasi tanpa ada yang disembunyikan dari satu sama lain. Semuanya berjalan biasa, tak ada yang aneh dari pasangan ini. Sementara waktu terus berjalan sembari membawa takdir lain dalam kehidupan mereka.
            Jaejoong yang lolos ajang pencarian bakat dan menjalani masa training, akhirnya memulai debutnya sebagai penyanyi solo pria. Sementara Jihyun mulai sibuk dengan berbagai aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Seoul. Sibuk dengan jalan hidup yang baru sebagai seorang dewasa, membuat mereka semakin jarang bertemu. Komunikasi lewat ponsel terkadang tidak terlalu membantu intensivitas hubungan mereka. Semuanya pun perlahan berubah.
            Langkah Jaejoong kembali terhenti. Kepalanya menunduk, matanya menekuri salju yang ada di dekat kakinya. Lagi-lagi Jaejoong menghela napas berat. Jaejoong menyadarinya sekarang. Selama ini dia terlalu egois, beranggapan bahwa hubungannya dengan Jihyun baik-baik saja. Terlalu egois, sehingga Jaejoong lupa memikirkan perasaan Jihyun terhadap dirinya yang sudah menjadi penyanyi terkenal. Terlalu egois, sehingga Jaejoong tak ingatuntuk berpikir bagaimana perasaan Jihyun terhadap dirinya yang kini dikelilingi oleh fans-fans yang mayoritas yeoja. Terlalu egois, sehingga Jaejoong tak menyadari kalau sebenarnya dia menyakiti Jihyun perlahan-lahan. Dia mungkin memang bukanlah pacar yang baik.

SKANDAL - Chapter 4

SKANDAL
Chapter 4

-xxx-

            “Mau minum apa, Jihye-sshi?” tanya Jaejoong sembari berjalan ke dapur.
            “Tidak usah repot-repot, oppa. Aku kemari hanya ingin mengantarkan ini,” kata Wang Jihye sambil mengeluarkan sebuah naskah dan meletakkannya di meja. Jaejoong membalikkan badannya dan melangkah menuju meja.
            “Apa ini?” tanya Jaejoong. Dia mengambil naskah tersebut dan duduk di seberang Jihye. Matanya menatap lembar demi lembar dalam naskah itu.
            “Itu skenario drama. Sutradara Seo memintaku untuk memberikannya padamu. Dia sedang mencari pemeran pria dalam drama tersebut, dan katanya dia ingin oppa yang memerankannya.”
            “Hm,” gumam Jaejoong, matanya menelusuri kata-kata dalam naskah tersebut.       “Tapi aku bukan seorang aktor, Jihye-sshi. Aku belum pernah mencoba berakting,” ujar Jaejoong sambil melirik Jihye sekilas.
            Jihye tersenyum kemudian berkata, “Sutradara Seo ingin oppa melihat skenarionya dulu, baru memutuskan.”
            “Hm, entahlah, tapi aku tidak begitu yakin,” kata Jaejoong sembari menutup naskah tersebut dan meletakkannya kembali ke atas meja.
            “Sutradara Seo akan menghubungimu lagi nanti, oppa.”
            “Ya, baiklah.”
            “Kalau begitu aku pamit pulang dulu, oppa. Ini sudah larut malam,” tandas Jihye. Dia bangkit dari duduknya, membuat Jaejoong pun segera berdiri.
            “Buru-buru sekali. Mau kuantar, Jihye-sshi?” tawar Jaejoong. Kakinya mulai melangkah menuju pintu depan, diikuti oleh Jihye.
            “Ani, tidak usah repot-repot, oppa, aku bawa mobil,” sahut Jihye sambil tersenyum samar.
            Jaejoong membuka pintu begitu mereka sampai di depan. Jihye melangkah keluar dan membalikkan badannya serta membungkukkan kepalanya sekilas.
            “Aku pamit dulu, oppa,” kata Jihye. Sebuah senyum menghiasi wajahnya yang terlihat agak letih.
            “Eum, hati-hati di jalan, ne?” Jihye mengangguk sambil masih tersenyum sebagai jawaban.
            “Lain kali mampirlah lagi kemari,” kata Jaejoong, mengundang tawa pelan dari Jihye.
            “Ne, oppa, gomawo.”
            Jihye kemudian berbalik dan berjalan menuju mobilnya yang terparkir di seberang rumah Jaejoong. Suara sepatunya yang beradu dengan jalan memecah kesunyian malam. Tangannya membuka pintu mobil dan segera duduk di balik kemudi. Setelah memasang sabuk pengaman, Jihye menurunkan kaca mobilnya dan melambaikan tangan ke arah Jaejoong yang masih berdiri di ambang pintu.
            Jaejoong membalas lambaian tangan Jihye dan tersenyum ke arahnya. Mobil itu perlahan bergerak dan ketika mobil Jihye menghilang dari jangkauan penglihatannya, Jaejoong masuk kembali ke dalam rumahnya. Tak lupa dia menutup pintu dan menguncinya.
            Kaki Jaejoong melangkah menuju ruang tengah. Dihempaskannya tubuhnya begitu saja di atas sofa, dan Jaejoong menghela napas kuat-kuat. Diliriknya sekilas naskah yang tergeletak di atas meja. Kepalanya kemudian dia sandarkan ke atas sofa, matanya menerawang ke langit-langit rumahnya.
            Belakangan ini Jaejoong tak banyak melakukan aktivitas. Hanya sesekali dia pergi ke kantor agensinya, setelah itu dia akan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah yang luas ini. Jaejoong merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Jaejoong menghela napas kecewa ketika mendapati tak ada satu pesan atau panggilan pun yang masuk ke ponselnya. Bahkan Yunho tak lagi mengiriminya pesan singkat atau mencoba meneleponnya sejak kejadian malam itu.
            ‘Mianhe, Yun, jeongmal mianhe,’ batin Jaejoong.
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

ABOUT ME

Foto saya
Im a HUMANOIDS, not A-N-D-R-O-I-D~! I ♥ TVXQ. Fan of Lee Min Ho. Support VR46. Love watching SHINHWA Broadcast. :) me YUNJAE-shipper. not really into KPOP, but interest in JPOP esp ARASHI. member of GARUDA SIPIL 2013. ALWAYS KEEP THE FAITH!