HAPPY
BIRTHDAY!
February
5th
11.50
p.m.
in
front of Yunho’s apartment
“Jaejoong
hyung, apa sandinya?” tanya seorang namja tinggi dengan berbisik. Di tangannya
terdapat sebuah kotak persegi berukuran cukup besar yang berisi kue ulang
tahun.
Namja
berkulit putih bermata doe itu mengendikkan bahu, “Mana kutahu,” jawab Kim
Jaejoong.
“Kan
kau yang sering ke apartemen Yunho hyung, Changmin-ah, bukannya kau yang
harusnya tahu?” tanya seorang namja bersuara husky bernama Park Yoochun.
Changmin,
namja tinggi bermarga Shim itu mengacak rambutnya frustrasi dengan sebelah
tangannya. “Aku lupa,” erang Changmin setengah kesal.
“Hei,
ini hampir jam 12 loh,” ujar Kim Junsu, namja dengan julukan duckbutt, setelah
melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Aish,”
Changmin mendesis kesal. Tanpa permisi, diberikannya kotak berisi kue itu pada
Jaejoong yang berdiri di belakangnya.
Jaejoong
yang kaget tiba-tiba disodorkan kue, mengerutkan dahinya bingung sambil menatap
Changmin, “Kau mau apa, Min?” tanya Jaejoong.
Changmin
tidak menghiraukan pertanyaan Jaejoong, malah menggosok-gosokkan kedua telapak
tangannya sambil menggumam samar, membuat ketiga hyung-nya saling melempar
tatapan bingung.
Dengan
sigap Changmin menekan tombol-tombol angka yang ada di hadapannya, membentuk
sebuah kombinasi. ‘Semoga ini tidak lama, aku tidak mau kejutan untuk Yunho
hyung gagal,’ batin Changmin sembari terus menggerakkan jarinya.
* * *
a
HOMIN fanfiction
Happy
Birthday! © Kristalicia Rizki
Disclaimer
: They belong to God. This fanfiction belongs to me.
Rate
: PG-15
Warning
: YAOI, Shounen-ai, BoyXBoy, BL, OOC, Typo(s).
* * *
February
3rd
10.30
a.m.
in
the office
“Min...”
panggil seorang namja berambut brunette bermata bak musang.
Namja
yang dipanggil itu tampak sedang melamun, sambil menatap lurus ke arah sebuah
kalender meja yang ada di hadapannya. Tangan kanannya yang memegang pena
mengetuk-ngetukkan pena tersebut ke pelipisnya.
“Shim
Changmin,” panggil namja bernama Jung Yunho itu dengan nada sedikit lebih
tinggi dari sebelumnya.
Changmin
yang kaget segera tersadar dari lamunannya dan bergerak membenarkan posisi
duduknya, “A-ah, selamat pagi, Manajer Jung,” kata Changmin dengan sedikit
terbata.
“Melamunkan
apa, eh?” tanya namja bernama Jung Yunho itu sambil sedikit terkekeh melihat
ekspresi kaget di wajah namja yang berusia lebih muda 2 tahun darinya itu.
“A-aniya,”
sahut Changmin sambil menggelengkan kepalanya.
“Hmm...”
gumam Yunho, tangan kanannya bergerak menggaruk dagunya.
“A-ada
perlu apa, hyung?” tanya Changmin, berusaha mengubah topik pembicaraan.
“Oh
iya,” ujar Yunho begitu teringat tujuannya menemui Changmin. “Apa laporan
kunjungan ke Jeju kemarin sudah selesai?” tanya Yunho.
“Sudah,
hyung,” sahut Changmin cepat.
“Baiklah.
Nanti setelah istirahat makan siang antarkan laporan itu ke mejaku ya.”
Changmin
mengangguk sembari berkata, “Baik, hyung.”
“Oke,”
gumam Yunho lirih lalu berbalik meninggalkan meja kerja Changmin. Baru berjalan
1 meter dari meja Changmin, Yunho membalikkan badannya, “Hari Kamis besok kau
ada acara tidak?” tanyanya pada Changmin.
Changmin
tergagap mendadak ditanya oleh Yunho, “Sepertinya tidak, hyung,” jawab Changmin
spontan.
Yunho
tersenyum senang, “Baiklah,” katanya lalu berjalan kembali ke meja kerjanya,
meninggalkan Changmin yang sedang mengacak rambut frustasi.
* * *
February
3rd
8.05
p.m.
at
Jaejoong’s apartment
“Jaejoong
hyung, kau ingat sekarang tanggal berapa?”
“Hm...”
Jaejoong berfumam sembari meletakkan 2 cangkir kopi di meja, “tanggal 3
Februari,” jawabnya sedetik kemudian.
“Lalu
hari Kamis tanggal berapa?”
“Eum...
tanggal 6,” jawab Jaejoong lagi, “Waeyo, Min? Apa mendadak kau hilang ingatan?”
selidik Jaejoong yang merasa aneh dengan pertanyaan yang dilontarkan namja
tinggi bernama Shim Changmin itu.
“Apa
kau tidak teringat sesuatu, hyung?” tanya Changmin lagi.
“Ulang
tahun Yunho,” sahut Jaejoong cepat.
Changmin
yang puas mendenganr jawaban Jaejoong refleks bertepuk tangan sambil tersenyum
penuh kemenangan, “Tepat sekali, hyung.”
Jaejoong
mengerutkan dahinya, bingung dengan tingkah sahabat sekaligus dongsaengnya yang
aneh bin ajaib itu. “Kau belum makan malam, Min? Tingkahmu aneh, kau tahu?”
Changmin
tertawa kecil sebelum kemudian dia mencondongkan tubuhnya ke arah Jaejoong
dengan tiba-tiba, membuat Jaejoong refleks menjauhkan tubuhnya. Namun tangan
Changmin dengan sigap memegang pundak Jaejoong dan menarik tubuh Jaejoong afar
mendekat ke arahnya.
“Hyung,”
kata Changmin dengan nada setengah berbisik, “aku punya rencana bagus,”
lanjutnya dengan diakhiri sebuah senyum penuh arti.
“Rencana
apa maksudmu?” tanya Jaejoong tidak mengerti.
“Rencana
kejutan untuk ulang tahun Yunho hyung,” jawab Changmin, masih dengan senyum
penuh arti miliknya.
Begitu
mendengar jawaban Changmin, Jaejoong berdecak kesal sembari menjauhkan tubuhnya.
“Aish... kau ini. Kukira rencana penting apa, ternyata...” desis Jaejoong.
“Yah~
ini kan juga penting, hyung,” dalih Changmin.
Jaejoong
menatap Changmin yang terlihat sangat bersemangat itu. Sepasang mata bak bambi
yang menatapnya terlihat mantap dan... sedikit berapi-api mungkin?
“Ayolah,
hyung. Jaejoong hyung ikut yaa...” rajuk Changmin dengan nada merengek seperti
anak berumur 5 tahun.
“Iya...
iya,” sahut Jaejoong, menyerah dengan rengekan Changmin.
Changmin
tersenyum senang. Dia sudah mendapatkan sekutu, selanjutnya hanya perlu rencana
yang matang dan sebuah kue ulang tahun tentunya. Soal Yoochun dan Junsu,
Changmin bisa memaksa mereka dengan mudah, jadi tak perlu dipusingkan.
Jaejoong
yang sedari tadi memperhatikan Changmin yang hanya sibuk dengan pikirannya
sendiri, mengulum senyum. “Yunho memang bodoh ya,” gumam Jaejoong sambil
terkekeh pelan.
* * *
February
5th
11.55
p.m.
inside
Yunho’s apartment
“Ssstt!
Jangan berisik,” kata Changmin dengan berbisik pada Junsu yang sibuk
berceloteh.
Saat
ini, keempat namja tampan itu sedang mengendap-endap masuk ke apartemen Yunho.
Terima kasih pada otak cerdas Changmin yang berhasil menebak kode sandi
pengaman apartemen Yunho.
“Kita
ke mana sekarang?” tanya Yoochun begitu mereka sampai di ruang tengah.
“Yunho
hyung pasti ada di kamarnya,” sahut Changmin lirih, “Ayo kita kesana.”
Changmin
berjalan di depan, memimpin mereka berjalan menuju kamar Yunho dalam kegelapan.
Apartemen Yunho memang dalam keadaan gelap dan tentu saja mereka tidak berani
menyalakan lampu, takut hal itu akan membuat si empunya apartemen terbangun.
Dengan remang-remang sinar bulan yang masuk lewat celah jendela, Changmin,
Jaejoong, Yoochun, dan Junsu berjalan pelan menuju kamar Yunho.
“Junsu
hyung,” panggil Changmin masih sembari berjalan dan menengok sedikit ke
belakang, “Hadiahnya kau yang pegang kan?”
“Eh?”
* * *
February
4th
12.01
a.m.
at
Starducks Café
“Bagaimana
kalau jam tangan?” tanya Changmin pada Junsu via ponsel.
“Bukannya
Yunho hyung sudah pernah dapat jam tangan sebagai hadiah ulang tahun?” sahut
Junsu di seberang telepon, “Eum... dari Jaejoong hyung 2 tahun lalu kan?”
“Benar
juga,” desah Changmin kecewa. Tangan kanannya bergerak mengaduk kopi di
hadapannya.
“Dasi?”
“Itu
biasa, hyung,” ujar Changmin.
“Lalu
apa?” Junsu bertanya dengan nada putus asa.
Sedari
10 menit yang lalu kedua namja ini sudah berdiskusi membicarakan hadiah apa
ayng cocok untuk Jung Yunho. Akan tetapi sampai detik ini, keduanya belum
menemukan barang yang pas.
“Kalau
begitu, masalah hadiah aku serahkan padamu ya, hyung,” kata Changmin datar.
“Eh?
Kenapa aku?” erang Junsu yang tidak suka dengan keputusan mendadak dan sepihak
Changmin.
“Aku
tahu ku bisa, hyung~!” kata Changmin, kali ini dengan nada penuh dukungan.
“Ajak saja Yoochun hyung untuk mencarinya bersama. Oke?” lagi-lagi Changmin
dengan seenak perutnya membawa-bawa Yoochun yang tidak tahu apa-apa.
“Yah!
Tapi...”
“Aku
tutup dulu ya, hyung. Makan siang sudah menungguku. Ja nee~~”
‘PIP!’
Sambunga telepon terputus. Meninggalkan Changmin
dengan senyum kemenangan dan menyisakan Junsu yang berdecak kesal karena ulah
Changmin yang semena-mena terhadapnya itu.
* * *
February
5th
11.11
p.m.
at
basement of Yunho’s apartment
Jaejoong
keluar dari mobilnya begitu selesai memarkirkan mobilnya di tempat yang kosong.
Sepasang doe eyesnya memandang berkeliling, mencoba mencari keberadaan ketiga
sahabatnya. Jaejoong melirik jam tangan. Ternyata dia datang 4 menit lebih awal
dari waktu perjanjian, pantas saja belum ada siapa-siapa di sana.
Jaejoong
berjalan ke depan mobilnya dan duduk bersandar di kap mobil. Tangannya
mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan membuka game. Daripada bosan,
Jaejoong memilih untuk menunggu sambil bermain game.
Tak
berapa lama kemudian, suara derum mobil menggema di basement. Jaejoong yang
sudah larut bersama ponselnya itu tidak bereaksi ketika ada mobil yang parkir
di sebelahnya. Begitu suara deru mesin berhenti, 2 orang namja keluar bersamaan
dari mobil tersebut.
“Yo,
Jae hyung!” sapa namja casanova bernama Park Yoochun itu.
Jaejoong
yang mendengar namanya dipanggil mendongakkan kepalanya dan melihat Yoochun
serta Junsu yang tengah berjalan menghampirinya. “Oh kalian sudah datang,” ujar
Jaejoong sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
Kening
Jaejoong berkerut melihat sebuah tas plastik putih berukuran sedang yang dibawa
Junsu. “Apa itu?” tanya Jaejoong sambil menunjuk ke arah tas plastik tersebut.
“Ini
beberapa kaleng minuman dan juga camilan,” jawab Junsu.
Kerutan
di kening Jaejoong semakin dalam. “Kata Changmin kalian berdua yang mengurus
hadiahnya,” ucap Jaejoong memastikan dan mendapat respon berupa anggukan dari
Junsu dan Yoochun.
“Lalu
dimana hadiahnya?” tanya Jaejoong lagi.
Junsu
dan Yoochun refleks menolehkan kepalanya hampir bersamaan, lalu saling melempar
senyum yang Jaejoong tak tahu artinya.
“Hadiahnya
akan datang sendiri kemari, hyung,” sahut Yoochun enteng, kali ini dengan
sedikit menyeringai.
“Huh?”
* * *
February
5th
11.55
p.m.
inside
Yunho’s apartment
“Hyung,
jangan bilang kau lupa membawa hadiahnya,” kata Changmin dengan perasaan
was-was.
“Tenang
saja, Min,” sahut Yoochun santai.
“Sstt!
Jangan keras-keras,” ujar Junsu mengingatkan, “Dan kau, Min, kau fokus saja
berjalan kalau tidak ingin menabrak tembok,” imbuhnya dan diakhiri dengan
kekehan lirih.
“Aish...”
Changmin hanya bisa mendesis kesal.
Tak
lama kemudian, keempat namja ini sudah sampai di depan kamar Yunho. Mereka
semua langsung berdiri merapat ke pintu berwarna coklat tua itu.
“Jaejoong
hyung, kau pegang kuenya kan?” tanya Changmin selirih mungkin.
“Eum,”
sahut Jaejoong sambil mengangguk samar.
“Oke.”
“Oh
iya, aku ada ide,” ujar Jaejoong sembari sedikit mencondongkan tubuhnya.
“Bagaimana kalaus etelah acara tiup lilin, kita lemparkan kuenya ke muka
Yunho?”
Dan
ide dari Jaejoong hanya mendapat respon berupa death-glare dari Changmin.
* * *
February
4th
5.08
p.m.
at
Sung Sam Dong Bakery
Jaejoong
memutar bola matanya heran melihat Changmin yang tengah berbinar-binar
memandangi berbagai jenis kue dan roti yang ada di hadapan mereka. Tadi, begitu
jam kerja Jaejoong berakhir, tanpa permisi namja bermarga Shim itu datang ke
tempat kerja Jaejoong berniat menjemputnya. Kata Changmin, ada sesuatu yang
harus segera diurus dan Jaejoong perlu ikut. Akhirnya Jaejoong menurut dan duduk
di kursi penumpang mobil Changmin. Dan di sinilah mereka sekarang, di sebuah
toko roti terkenal yang tak pernah sepi pengunjung.
“Yah,
Shim Changmin,” panggil Jaejoong pada Changmin yang sudah sibuk sendiri dengan
jajaran kue-kue itu, “Katamu ada yang penting yang perlu diurus,” lanjut
Jaejoong.
“Eum,”
sahut Changminsambil mengangguk sekenanya.
Alis
Jaejoong bertaut, “Lalu kenapa kita kemari?” Jaejoong masih tidak mengerti apa
yang ada di pikiran Changmin karena namja tinggi itu memang sulit dimengerti.
“Karena
urusannya ada di sini, hyung,” jawab Changmin yang sekarang sudah sibuk memilih
kue dalam benaknya.
“Hah?”
Changmin
mengalah, akhirnya dia menoleh dan menatap ke arah Jaejoong yang berdiri di
sampingnya, meninggalkan kesenangannya sejenak dari kue-kue menggiurkan itu.
Changmin menghela napas pelan kemudian berkata, “Jaejoong hyung lupa? Lusa kan
ulang tahunnya Yunho hyung.”
“Lalu?”
“Kita
kan belum menyiapkan kue ulang thaunnya, hyung. Astaga Jaejoong hyung, kau ini
mendadak pikun atau apa?”
Jaejoong,
yang masih sulit mengikuti jalan pikiran Changmin, bertanya lagi, “Itu kan
masih 2 hari lagi, Min. Memangnya mau beli sekarang?”
Changmin
melirik Jaejoong sekilas lalu menggelengkan kepalanya samar, “Hyung ini
bagaimana~~ Kita pesan dulu kuenya sekarang, jadi besok kita tinggal ambil.
Beres kan?”
Jaejoong
tampak berpikir sejenak, “Ooh...” gumamnya lirih.
Changmin,
yang sudha selesai mel;adeni pertanyaan Jaejoong, segera membalikkan badannya
dan menuju deretan kue-kue ulang tahun yang ada di lemari pendingin. Jaejoong
menurut saja dan mengikuti Changmin dari belakang.
“Waah~”
ucap Changmin tanpa sadar. Di depannya kini berjajar berbagai bentuk kue ulang
tahun yang semuanya terlihat enak sekaligus cantik. Jaejoong pun mau tak mau
ikut mengagumi kue-kue di depannya.
“Bagaimana
kalau yang ini, hyung?” tanya Changmin sembari jari telunjuknya menunjuk sebuah
kue berbentuk bulat berukuran sedang yang dilapisi lempengan coklat dan
berhiaskan stroberi yang mengelilingi di atasnya.
Jaejoong
mengikuti arah pandangan Changmin. “Hmm... Apa tidak terlalu biasa, Min?
Rasanya kurang... err... sesuatu...” ujar Jaejoong dengan nada menggantung.
Changmin
mengangguk-angguk, “Benar juga.”
“Kalau
ini?” kali ini Changmin menunjuk sebuah kue berbentuk persegi dengan taburan
almond.
“’Aku,
kau, Yunho, Yoochun, Junsu,” Jaejoong berhitung dengan jemarinya, “Untuk 5
orang terlalu kecil kurasa, Min. Apalagi ada kamu,” ledek Jaejoong membuat
Changmin pura-pura merengut kesal.
“Ini?”
“Yah!
Kau pikir Yunho anak umur 5 tahun,” kata Jaejoong setelah melihat kue dengan
berbagai hiasan boneka-boneka di atasnya. Bahkan ada miniatur istananya pula.
Changmin
tertawa pelan, “Yunho hyung kan memang kekanakan, hyung,” ujarnya lalu sibuk
mengamati kue-kue lainnya.
Jaejoong
terdiam mendengar penuturan Changmin. Matanya pun menatap Changmin yang tengah
sibuk memilih kue. Changmin, yang merasa diperhatikan Jaejoong, menolehkan
kepalanya dan menatap bingung ke arah Jaejoong.
“Wae,
hyung? Apa ada sesuatu di wajahku?”
Jaejoong
yang tersadar dari lamunannya segera menggeleng cepat sembari berkata, “Eum,
aniya. Bukan apa-apa. Hanya menyadari sesuatu saja.”
“Mak—”
“Permisi,
ada yang bisa saya bantu?” Sebelum Changmin sempat menyelesaikan perkataannya,
seorang pegawai wanita datang menghampiri Changmin dan Jaejoong sembari
tersenyum ramah.
“Ah
ye. Kami sedang mencari kue ulang tahun,” sahut Jaejoong.
“Kebetulan
kami memiliki beberapa macam kue tart dengan kombinasi baru,” kata yeoja
tersebut sembari menunjukkan ke deretan kue yang berada paling kiri. Jaejoong
dan Changmin mengikuti yeoja yang mengenakan apron hitam di pinggang itu.
“Yang
ini adalah Carrot Cake. Cake ini terbuat dari wortel yang dicampur dengan black
currants, lalu dilapisi cream cheese dan juga taburan parutan kelapa.”
“Aku
jadi ingat Junsu hyung,” celetuk Changmin yang sukses membuat Jaejoong tertawa.
Changmin
ikut terkekeh pelan lalu bergumam, “Ini mirip dengna yang tadi,” katanya
sembari menunjuk sebuah kue.
Pegawai
wanita tersebut mengangguk kemudian menjelaskan, “Ne. Bedanya, yang ini di
atasnya ditambahkan buah cherry dan buah pir. Cake ini bentuknya berlapis-lapis
dengan tambahan selai raspberry di tiap lapisnya.”
“Eum...”
Changmin menggumam, “Menurutmu bagaimana, hyung?” tanyanya pada Jaejoong.
Jaejoong
tampak menimbang-nimbang sambil masih mengamati. “Kalau yang ini apa?” tanya
Jaejoong sembari menunjuk sebuah kue yang berada di rak paling atas.
“Itu
Salt Caramel Apple. Potongan apel yang dipanggang bersama dengan kue, kemudian
dilapisi dengan karamel dan diberi aprikot di atasnya.”
Hyung,
bagaimana kalau yang ini?” tanya Changmin sembari menunjuk kue lainnya.
Jaejoong
berpikir sejenak, “Sepertinya enak. Penampilannya juga menarik.”
“Itu
adalah Passion Fruit Tart, dimana Chocolate Ganache Tart diberi topping fruit
mousse dome,” ujar pegawai tersebut.
“Manisnya
ada dari coklat, tapi ada sensasi buahnya juga. Kurasa cocok untuk Yunho hyung
yang tidak terlalu menyukai manis,” ujar Changmin, kepalanya menoleh memandang
Jaejoong.
Jaejoong
mengangguk-angguk, “Oke, aku setuju,” katanya sembari menyodorkan jempolnya ke
arah Changmin.
Changmin
menegakkan tubuhnya sambil tersenyum senang. “Oke, kami pilih yang ini,”
katanya pada pegawai tersebut. “Oh iya, bisakah kami pesan ini dan diambil
besok malam?”
Pegawai
tersebut mengangguk, “Tentu bisa, Tuan.”
Changmin
melebarkan senyumnya dan menatap ke arah Jaejoong yang hanya menarik bibirnya
datar.
“Oh
iya,” seru Changmin begitu teringat sesuatu, “Bisakah aku memesan sesuatu
lagi?”
* * *
February
5th
11.57
p.m.
inside
Yunho’s apartment
“Hei,
pasang yang benar, hyung,” protes Changmin pada Junsu yang sedang memasang
lilin di atas kue ulang tahun.
“Arraseo,
arraseo, Changmin-ah,” ujar Junsu mengalah, sembari mencoba merapikan letak
lilin.
“Korek!
Koreknya mana?”
“Aku
yang pegang,” sahut Yoochun sambil menunjukkan korek api gas di tangannya.
Jaejoong,
yang sedari tadi bertugas memegang kue, ikut angkat bicara, “Sudahlah, Min,
jangan ribut begitu. Kalau Yunho terbangun bagaimana?”
Changmin
sedikit mem-pout-kan bibirnya. Matanta melirik ghelisah ke arah jam tangan di
pergelangan tangannya kemudian membela diri, “ini hampir tengah malam, hyung.
Kita tak ada waktu lagi,” erangnya dengan nada setengah berbisik.
“Sudah,
sudah,” lerai Yoochun, “tinggal menyalakan liliinnya saja kan?” Tangan Yoochun
bergerak menyalakan korek api tersebut dan mendekatkannya ke lilin yang ada di
atas kue dengan perlahan dan hati-hati.
Tak
butuh waktu lama, lilin berbentuk angka 29 yang kini telah menyala itu mulai
memancarkan pendar-pendar cahaya keemasan. Melihat api lilin yang
bergoyang-goyang, tangan Changmin dengan cepaty bergerak menutupinya agar api
tersebut idak mati.
“Kita
masuk sekarang?” tanya Junsu.
Changmin
melirik jam tangannya, “1 menit lagi.” Mata bambi itu tak lepas menatap pergerakan
jarum jampada jam tangan metaliknya, sementara sebelah tangannya sudah siap
memegang gagang pintu.
“Hei,
Min,” panggil Jaejoong tiba-tiba.
“Hm?”
“Kau
mau pegang kuenya?” tanya Jaejoong.
“Eh?”
Changmin mengalihkan pandangannya dan menatap Jaejoong heran.
Jaejoong
mengulum senyum, “Sudah, pegang saja,” katanya sambil menyodorkan kue itu ke
Changmin, sedangkan Changmin hanya binguns sambil tergagap menerima kue itu.
“Biar
aku yang buka pintunya,” kata Jaejoong, kali ini sambil menggeser tubuh Changmin
dan memposisikan tubuhnya tepat di depan pintu dan langsung meraih gagang
pintu.
Jaejoong
melirik jam tangannya sembari menarik napas dalam-dalam. “Oke, siap?”
“Changmin,
Junsu, serta Yoochun mengangguk cepat, juga sambil menghirup oksigen banyak-banyak.
“1...
2... 3...”
* * *
February
18th, a years ago
10.59
p.m.
at
Changmin’s apartment
Shim
Changmin menghempaskan tubuhnya di atas sofa begitu sampai di apartemen.
Badannya terasa lelah. Kakinya pegal sampai terasa hampir copot karena seharian
ini Jaejoong, Yoochun, dan Junsu
mengajaknya berkeliling taman bermain. Namun meski begitu, senyum tak pernah
lepas dari bibirnya sepanjang hari ini karena hari ini adalah hari ulang
tahunnya.
Changmin
membuka 2 kancing teratas kemejanya sambil mengubah posisinya menjadi berbaring
di sofa. Matanya terpejam, berusaha mengusir sedikit penat di kepalanya.
Setelah seharian jalan-jalan, ketiga hyung-nya itu mengajaknya minum. Meski
awalnya Changmin menolak karena sudah lelah, tapi Jaejoong, Yoochun, dan Junsu berhasil
memaksanya dan berakhir dengan kondisi dompet Changmin yang mengenaskan.
Bibir
Changmin kembali menyunggingkan senyum ketika mengingat apa yang telah
dilaluinya dalam 1 hari yang menyenangkan ini bersama Jaejoong, Yoochun, dan
Junsu. Tapi senyum itu perlahan berubah menjadi kerucutan kesal bagitu wajah
Yunho terlintas di benaknya. Yunho, yang sedang ada pekerjaan di Jepang selama
3 hari belakangan ini, belum menghubunginya sama sekali. Pesan singkat berisi
ucapan selamat ulang tahun saja tak diterimanya, mengharapkan telepon dari
namja bermata sipit itu jadi terasa mustahil. Apalagi sekarang sudah larut
malam, mungkin Yunho memang benar-benar lupa hari ulang tahunnya ini.
“Dasar
bodoh! Memangnya sesibuk itu,” umpat Changmin kesal sambil mengacak rambutnya.
‘Ting
Tong!’
Suara
bel menggema di dalam apartemen Changmin. Dengan dahi berkerut, Changmin
menegakkan tubuhnya dan menatap heran ke arah jam dinding.
“Siapa
yang datang malam-malam begini?” gumam Changmin bingung.
‘Ting
Tong!’
Suara
bel terdengar lagi, membuat Changmin segera bangkit berdiri dan berjalan dengan
malas ke arah pintu. Tanpa mengecek lewat interkom, Changmin segera membuka
pintu apartemennya. Tampak seorang namja berpakaian seragam berwarna
oranye-hitam berdiri di depannya sambil membawa sebuah kotak berukuran besar.
“’Permisi,
saya mau mengantarkan paket untuk Shim Changmin,” ujar namja itu.
“O-oh,”
Changmin mengangguk bingung, “Saya Shim Changmin,” katanya.
Namja
itu meletakkan kotak tersebut di lantai kemudian mengeluarkan secarik kertas
dan pena dari tas kecil yang ada di pinggangnya. “Silahkan tanda tangan di
sini,” katanya sambil menunjukkan tempat kosong di pojok kanan bawah kertas.
Changmin
menerima pena dari namja itu lalu membubuhkan tanda tangan di tempat yang
disediakan.
Namja
itu menerima kembali kertas dan penanya, memasukkan kembali ke tas, lalu
membungkuk ke arah Changmin sembari berkata, “Kamsahamnida.”
Changmin,
yang masih bingung, menundukkan kepalanya sekilas. Namja itu lalu pergi,
meninggalkan Changmin yang menatap bingung ke arah kotak di hadapannya.
‘Apa
ini?’ batin Changmin kemudian mengambil kotak itu dan membawanya masuk.
Dibawanya
kotak itu ke ruang tengah dan diletakkannya di lantai, sementara Changmin duduk
di sofa. Sepasang mata bambinya mengamati kota berwarna coklat tersebut. Kotak
tersebut berukuran hampir separuh tinggi badannya, tapi terasa cukup ringan.
‘Apa
isinya ya?’ batin Cchangmin sembari tangannya mulai membuka kotak tersebut.
Alis
Changmin bertaut ketika tangannya berhasil mengeluarkan isi kotak itu. Sebuah
boneka beruang besar berwarna coklat dengan hiasan dasi kupu-kupu di lehernya.
Belum habis kebingungan Changmin, tiba-tiba ponsel di sakunya berdering. Tanpa
menatap layar ponsel karena masih sibuk mengamati bonek beruang itu, Changmin
mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya.
“Yeobosseyo,”
sahut Changmin.
“Kau
sudah menerimanya, Min?”
“Eh?”
Changmin balik bertanya, tidak mengerti. Kemudian dilihatnya layar ponsel untuk
mengecek siapa yang meneleponnya dan tak lama kemudian matanya melebar.
“Yah,
Jung Yunho!” bentak Changmin tiba-tiba, membuat Yunho di seberang terlonjak
kaget.
“Aish,
Changmin, jangan berteriak begitu. Kau mengagetkanku,” desis Yunho.
“Kau
pikir jam berapa sekarang?!”
“Eh...”
Yunho terdengar panik, “Memang di Korea jam berapa?”
Changmin
mendengus kesal, “Jam 11 lebih, bodoh.”
“Haah...
syukurlah,” ujar Yunho lega.
“Huh?
Apanya yang syujur?”
“Kupikir
sudah lewat jam 12,” jawab Yunho, “Berarti sekarang masih tanggal 18 kan?”
Changmin
terdiam. Entah kenapa perasaannya jadi hangat. Jjadi Yunho masih ingat ulang
tahunnya?
“Kau
sudah menerimanya, kan?” tanya Yunho.
“Ap—”
Belum sempat Changmin menyelesaikan kalimatnya, matanya tiba-tiba menatap ke
arah boneka beruang yang diletakkan di pangkuannya.
“Yah,
hyung! Boneka beruang ini kau yang mengirimnya?” serbu Changmin yang hanya
ditanggapi kekehan dari Yunho.
“Memangnya
aku anak TK,” gumam Changmin samar, “Kenapa boneka beruang?” tanyanya.
Yunho
tertawa pelan kemudian berkata, “Karena kau sering mengejekku beruang bodoh,”
jawab Yunho santai.
“Dasar
beruang,” gumam Changmin, membuat Yunho tertawa lagi.
“Lalu
kenapa mengirim malam-malam begini, huh? Dasar, merepotkan saja.”
“Jangan
begitu, Changmin-ah. Aku bersusah payah mencari jasa pengantar barang yang mau mengantar
di malam hari loh.”
“Lagian,
mana ada yang mau kerja larut malam seperti ini. Dasar~” kata Changmin, masih
setia memarahi Yunho, “Kenapa harus malam-malam, eh?”
“Karena...”
Yunho memberi jeda sesaat, “Aku ingin jadi yang terakhir yang mengucapkan
selamat ulang tahun padamu.”
Changmin
terdiam seketika. Hatinya berdesir pelan dan tanpa sadar bibirnya mengulum
senyum.
“Selamat
ualng tahun, Changminnie.”
Suara
bass Yunho menggema di telinga Changmin, membuat perasaannya menjadi hangat.
Penatnya pun sudah menghilang entah kemana.
“Gomawo,
hyung,” ujar Changmin lirih.
Di
jauh sana, Yunho pun tengah tersenyum. “Semoga keinginanmu terkabul, sehat
selalu, bahagia selalu, dan juga makin sukses,” kata Yunho.
“Eum.”
“Jangan
rakus lagi.”
“Siapa
yang rakus,” tandas Changmin cepat, mendapat kekehan dari Yunho.
“Jangan
mengejekku bodoh lagi. Kalau aku benar-benar bodoh bagaimana?”
Changmin
tertawa pelan, “Dasar beruang~”
Yunho
ikut tertawa lalu terdiam sejenak sebelum kemudian berkata, “Happy birthday,
Shim Changmin.”
* * *
February
6th
12.00
p.m.
invade
Yunho’s room
Begitu
pintu kamar Yunho terbuka, seketika keempat namja itu menyergap masuk ke
dalamnya. Kamar Yunho yang semula gelap mulai diterangi cahaya lilin yang
remang-remang, seiring keempat namja tampan itu berjalan mendekati satu-satunya
tempat tidur yang ada di ruangan itu.
“Happy
birthday to you... Happy birthday to you...”
Suara
Changmin, Jaejoong, Yoochun, dan Junsu
mulai memenuhi kamar yang senyap itu. Alunan lagu Selamat Ulang Tahun mengiringi
langkah mereka hingga keempatnya sampai di kaki tempat tidur berukuran cukup
besar itu dan berdiri di sana.
“Happy
birthday, dear Yunho...”
Seorang
namja berambut brunette yang semula tengah asyik tidur bergelung di bawah
selimut mulai terusik dengan suara riuh di kamarnya. Tubuhnya menggeliat dan
sepasang mata bak musang itu mulai mengerjap-ngerjap.
“Happy
birthday to you...”
Namja
itu, Jung Yunho, berusaha menajamkan penglihatnannya dalam keremangan kamarnya.
Tangannya bergerak mengusap-usap matanya sambil bergerak bangun dari tidurnya.
“Saengil
chukkae, Yunho hyung,” seru Junsu dengan suara bak lumba-lumbanya.
Yunho,
masih sambil mengerjap-ngerjapkan matanya dengan memasang wajah
habis-bangun-tidur-nya, memandang ke arah 4 orang namja yang berdiri di
hadapannya, dengan tatapan kosong.
“Aish,
dasar anak itu. Sepertinya dia belum sadar dan belum bangun sepenuhnya,” ujar
Jaejoong yang mendapat anggukan dari Yoochun.
Changmin
mendengus pelan sebelum kemudian bernyanyi lagi, “Happy birthday to you...
Happy birthday to you...”
Junsu,
Yoochun, lalu Jaejoong pun mulai mengikuti irama Changmin, “Happy birthday,
Jung Yunho... Happy birthday to you...”
Yunho,
yang sekarang sudah tersadar sepenuhnya, menatap kaget dan tidak percaya ke
arah 4 sahabatnya itu. Yunho mengusap-usap matanya lagi dan mengerjap-ngerjap
beberapa kali.
Keempat
sahabatnya, Jaejoong, Changmin, Yoochun, dan Junsu, berdiri di depannya. Di
tangan Changmin terdapat sebuah kue ulang tahun yang dihiasi pendar-pendar
cahaya lilin. Di sekeliling Changmin ada Jaejoong, Yoochun, dan Junsu yang
tengah tersenyum ke arahnya. Dan mereka semua baru saja menyanyikan lagu
Selamat Ulang Tahun.
Tunggu!
Berarti ini... kejutan di hari ualng tahunnya?
“Kalian...”
Yunho kehabisan kata-kata. Namja ini tidak dapat menemukan kata yang pas untuk
mengungkapkan perasaannya sekarang.
“Happy
birthday, Jung,” ucap Yoochun sambil nyengir dengan lebarnya.
Belum
sempat Yunho mengucapkan sesuatu, Jaejoong sudah memotongnya lebih dulu. “Yah
Jung Yunho~ Sampai kapan mau terus duduk di situ? Cepatlah kemari dan tiup
lilinnya sebelum meleleh,” kata Jaejoong cepat.
Yunho
tertawa pelan lalu segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju mereka.
Yunho menghentikan langkahnya tepat bersamaan dengan Changmin yang maju
selangkah ke arah Yunho.
“Make
a wish, hyung,” celetuk Junsu saat melihat Yunho hendak meniup lilin.
Yunho
tersenyum, lalu memejamkan matanya.
‘Terima
kasih karena telah membawa mereka dalam hidupku. Aku mendoakan untuk
kebahagiaan mereka selalu. Semoga... aku bisa selalu berada bersama mereka.’
Yunho
membuka matanya, kemudian meniup lilin yang melambangkan umurnya itu.
“Yeay...
happy birthday Yunho hyung!” seru Yoochun dan Jjunsu bersamaan, sambil bertepuk
tangan dengan hebohnya.
“Saengil
chukkae, Yunho-ya,” imbuh Jaejoong.
“Eum,”
gumam Yunho sembari mengangguk, “Terima kasih, Yoochun-ah, Junsu-ya,
Jaejoongie, dan Changmin-ah.”
Mata
musang Yunho bertemu pandang dengan mata Changmin ketika Yunho menyebutkan nama
namja bermarga Shim itu. Mereka terdiam beberapa saat sebelum Changmin mulai
bicara.
“Selamat
ulang tahun, Yunho hyung.”
Yunho
tersenyum, “Ne. Gomawo,” sahutnya.
‘Klik!’
Kamar
Yunho terang seketika ketika Jaejoong menyalakan lampu. Kelima namja itu
terdiam dan hanya saling melempar pandangan selama beberapa detik. Setelah itu,
tawa kelimanya pecah bersamaan, membuat suasana apartemen Yunho malam itu
kembali riuh.
Begitu
tawa mulai mereda, tiba-tiba Jaejoong melancarkan serangannya. Dia mencolekkan
krim kue tepat ke pipi Yunho.
Sebelum
Jaejoong sempat tertawa dan sebelum Yunho sempat protes, dan jauh sebelum Yunho
membalas kejahilan Jaejoong, Changmin berteriak dengan nada tinggi, “Yah! Sudah
kubilang tidak ada acara colek-mencolek kue!” seru Changmin dengan kesal.
“Sedikit
saja, Min,” Jaejoong membela diri.
“Ani,”
tandas Changmin cepat.
“Biarkan
aku membalas Jaejoong, Changmin-ah, sekali saja,” bujuk Yunho dengan memasang
tampang memelas.
Changmin
menatap Yunho tajam dan berkata dengan tegas, “Ti-dak.”
Yunho
pun tak bisa membantah lagi. Dia hanya bisa mendelik ke arah Jaejoong yang
sedang menahan tawanya.
“Sudah,
sudah,” lerai Yoochun. “Aku dan Junsu membawa beberapa kaleng bir. Ayo kita
minum.”
“Oh,
ide bagus,” timpal Yunho, “Aku juga ada beberapa botol soju di kulkas.”
“Oke!!”
seru Jaejoong bersemangat, lalu segera berjalan keluar dari kamar Yunho.
“Oh
iya,” ujar Yunho tiba-tiba begitu teringat sesuatu, membuat Jaejoong, Changmin,
Junsu serta Yoochun menatap ke arahnya. “Tidak ada hadiah untukku, huh?”
Changmin
yang juga baru teringat, melirik ke arah Junsu dan Yoochun, “Itu—”
“Tentu
saja ada, hyung,” sela Yoochun sebelum Changmin selesai bicara.
“Eerr...
lalu... dimana hadiahnya?” tanya Yunho ragu.
Yoochun
dan Junsu saling berpandangan sambil tersenyum.
“Ada
di depanmu, hyung,” jawab Junsu ringan.
Alis
Changmin berkerut, “Apa maksudmu, Jun—”
Tangan
Junsu dengan cepat merogoh ke dalam kantung plastik yang dipegangnya.
Dikeluarkannya sebuah topi berbentuk kepala anjing lengkap dengan bentuk
telinganya dan dengan secepat kilat dipakaikannya topi itu di kepala Changmin.
Kedua tangan Yoochun lalu menggenggam bahu Changmin, membalikkan tubuhnya dan
mendorongnya pelan ke arah Yunho.
“Ini
hadiah dari kami, hyung,” seru Junsu dan Yoochun bersamaan sembari tersenyum
lebar.
“Eh?!”
erang Changmin, “Apa maksudnya ini?”
“Kami
menghadiahkan Changmin untuk Yunho hyung. Silahkan Yunho hyung gunakan sesuai
keinginan,” ucap Yoochun santai.
“Yah!
Memangnya aku barang!” teriak Changmin tidak terima.
Junsu
berdecak, “Ck.. ck.. ck.. Apa kau lupa, Min? Waktu itu kau kan sudah setuju.
Katamu, semuanya terserah padaku dan Yoochun kan? Dan kau akan setuju dengan
pilihan kami kan?”
Changmin
terdiam. Ya dia memang menyerahkan masalah tentang hadiah pada Yoochun dan
Junsu. Tapi dia tidak menyangka akan jadi seperti ini.
“Benar
kan, Min?” tanya Junsu dengan nada penuh kemenangan.
Dengan
setengah hati, Changmin hanya mengangguk. Dan Yoochun serta Junsu tersenyum
puas. Sementara Jaejoong yang berdiri di ambang pintu hanya menggelengkan
kepala sembari tertawa kecil melihat tingkah Yoochun dan Junsu.
“Oke.
Masalah selesai, ayo kita minum,” kata Yoochun sambil berjalan keluar kamar.
“Yoo~!!”
sahut Jaejoong dan Junsu, ikut berjalan di belakang Yoochun, menyisakan Yunho
dan Changmin.
Yunho
melihat Changmin yang masih kesal sembari mem-pout-kan bibirnya. Tangan
kanannya bergerak lalu menepuk dan mengusap pelan kepala Changmin. Changmin
mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Yunho yang sedang tersenyum lembut ke
arahnya.
“Gwaenchana,
aku tidak akan menggigitmu,” canda Yunho, membuat Changmin mulai tersenyum dan
berhenti merengut.
“Eum...”
Yunho tampak berpikir sejenak, “berarti sku boleh meminta hadiahku darimu,
Min?”
Changmin
menatap Yunho dalam diam, lalu menghela napas pelan dan mengangguk pasrah. Kalau
Yunho minta yang aneh-aneh, mungkin Changmin akan melempar Yoochun dan Junsu ke
tengah laut terlebih dahulu.
“Kau
mau mengabulkan permintaanku kan?” tanya Yunho lagi. Changmin kembali
mengangguk sebagai jawaban.
Yunho
tersenyum. “Kalau begitu...” Yunho menggantungkan kalimatnya dan mendekatkan
wajahnya pada Changmin, membuat Changmin menahan napas karena wajah Yunho yang
begitu dekat dengannya, “tinggallah bersamaku. Hiduplah di sini, di sisiku,”
lanjut Yunho dengan suara lirih.
Changmin
menatap kaget ke arah Yunho. Matanya mengerjap-ngerjap sembari otaknya
memproses kata-kata Yunho tadi. Melihat Yunho yang tersenyum ke arahnya, tanpa
berpikir lebih lama lagi Changmin segera mengangguk dan balas tersenyum ke arah
Yunho.
‘Jika
aku yang terakhir bagimu, maka berarti kau yang pertama untukku, Yunho hyung,’
batin Changmin.
* * *
-TAMAT-
P.S
Perhatian!
Aku menerima segala kritik, saran, komentar, dan lain-lain, tapi no bash, no flames, no fanwar ya~ /bow
Aku
persembahkan fic Homin ini untuk Jung Yunho dan Shim Changmin yang berulang
tahun di bulan Februari ini. Omedetouu~ :) Semoga makin sukses yaa. TVXQ!
Jjang~ ^^
Fyi,
aku ini YJS dan biasanya emang buat Yunjae fic. Tapi entah kenapa kali ini aku
pengen buat fic Homin buat ikut meramaikan Homin
Fanfic Festival – February In Love yang diselenggarakan oleh author Homin
fic di ffn ini. Aku cuma pengin membangun relasi yang baik antara YJS dengan
HMS. Jujur aja, aku juga suka baca Homin fic dan aku juga menghormati para HMS.
Aku sedih tiap kali ada fanwar antara YJS sama HMS. :’( Ga usahlah kita fanwar,
kita hidup damai aja berdampingan, oke? :) Lagian daripada Yunho buat rebutan
antara Jaejoong dan Changmin, mending sama aku aja deh. xD /kicks
Oh
iya, mungkin fic ini aneh. Aku akui itu. Junsu masa suka minum, emangnya
Jaejoong. xD atau, emang bener Yunho ga suka makanan manis? Atau
kejanggalan-kejanggalan lainnya yang kalian temukan, anggaplah saja ini
benar-benar out of character, oke? :3
Terakhir,
mohon reviewnya yaa~~ arigachuuu. :*
0 komentar:
Posting Komentar