SKANDAL
Chapter 11 (END)
-xxx-
Park Yoochun melangkahkan kakinya cepat-cepat menuju ruang guru ketika
dirinya baru saja teringat sesuatu yang penting. Sebenarnya Yoochun sudah
mengingat-ingatnya sejak tadi pagi dia akan berangkat ke sekolah, namun baru
sekarang ingatan itu kembali muncul dalam benaknya. Beruntung siang ini Yoochun
sudah tidak ada jam mengajar, jadi dia punya waktu bebas sampai pulang sekolah
nanti.
Setengah berlari, Yoochun
melirik sekilas ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
‘Hampir waktunya. Aish… sepertinya sudah mulai,’ batinnya panik.
Dengan segera, Yoochun menerobos masuk begitu
saja ke dalam ruang guru, menarik perhatian beberapa pasang mata yang ada di
sana. Suasana ruang guru di saat jam mengajar tak terlalu ramai, hanya ada
beberapa guru yang memang sedang tidak ada jam mengajar yang duduk di sana. Dan
sekarnag ini, hanya ada 3 orang guru termasuk sahabatnya yang tengah duduk di
kursi masing-masing. Dan ketiga orang itu menatap Yoochun heran.
“Yah, Jung Yunho,” seru Yoochun dengan nada yang agak tinggi begitu
matanya bertemu pandang dengan mata sipit Yunho.
“Apa?” sahut Yunho cepat
dengan nada kesal dan alis yang bertaut.
Tentu saja kesal.
Bagaimana tidak? Yoochun yang tiba-tiba masuk ke ruang guru, lalu langsung saja
memanggilnya dengan setengah berteriak seperti itu. Memang apa masalahnya?
Yoochun segera menghampiri
sahabatnya yang sejak selesai jam makan siang tadi sibuk membaca buku. Dengan
muka serius, Yoochun menatap Yunho tajam, mengundang kerutan dalam di dahi
Yunho.
“Apa?” tanya Yunho lagi.
Melihat tingkah aneh rekan kerja sekaligus sahabatnya ini membuat Yunho kesal
tapi juga penasaran. Sepertinya ada sesuatu yang sangat penting.
Yoochun mengatur napasnya
sejenak. Agak lelah juga meski dia cuma berlari kecil dari toilet menuju ruang
guru yang jaraknya tak begitu jauh. Sementara Yunho masih menatapnya dengan
tatapan bingung bercampur kesal.
“Yun,” katanya pelan
sambil menepuk pundak kiri Yunho, “Ikut aku sekarang.”
“Eh?” tandas Yunho cepat,
dia masih belum bisa membaca situasi sekarang, “Kemana? Memangnya ada apa?”
“Sudahlah, ikut saja,”
jawab Yoochun dengan nada malas, “Aku malas menjelaskannya.”
“Tapi—”
Belum sempat Yunho menyelesaikan
kalimat protesnya, Yoochun sudah menarik lengannya kuat dan membuatnya berdiri
seketika dari tempat duduknya. Yunho hanya bisa bergumam tidak jelas sembari
meletakkan bukunya asal karena Yoochun langsung menyeretnya berjalan keluar
dari ruang guru.
“Yah
Pa rk
Yoochun, aku bisa jalan sendiri,” erang Yunho kesal sambil melepaskan
cengkeraman tangan Yoochun pada lengan kirinya.
Yoochun yang melihat Yunho sudah
memasang muka kecut langsung melepaskan cengkeramannya dan berkata dengan nada
tegas, “Ikut aku ke kan tin.”
“Mau apa?” tandas Yunho cepat seraya
menghentikan langkahnya, membuat Yoochun yang beberapa langkah di depannya ikut
berhenti.
Yoochun berdecak kesal melihat Yunho
yang sedang sangat tidak bisa diajak berkompromi hari ini, “Sudah, ikut saja
dulu. Aku jelaskan nanti,” katanya dengan nada tidak sabar, sambil matanya
melirik cemas ke arah jam tangannya.
Yunho yang masih tidak mengerti
juga, hanya berdiri terpaku di tempatnya sambil memandang Yoochun lekat-lekat,
berusaha menerka apa yang tertulis di wajah sahabatnya itu.
Sementara Yoochun yang sudah habis
kesabarannya langsung saja menarik lengan Yunho lagi agar berjalan
mengikutinya. Meski Yunho protes dan meronta, Yoochun tetap menyeret namja itu menuj ke kan tin. Ini adalah ur usan penting yang mendesak. Dan Yoochun
sedang tidak ingin membuang waktu sekarang.
Suasana kan tin
sepi begitu kedua namja sebaya ini
sampai di sana .
Hanya ada beberapa oran g wanita berusia antara
40-50 tahun yang bekerja sebagai penjaga kan tin
yang ada di sana .
Mereka pun tampa k sibuk dengan pekerjaan
masing-masing —membersihkan meja, mencuci piring, menata makanan ringan di rak,
dan hal bersih-bersih lainnya—, sehingga hanya menatap sekilas ke arah Yochun
dan Yunho yang memasuki kantin.
Yunho yang sudah lelah menggerutu
dan meronta sejak tadi akhirnya memilih untuk diam dan membiarkan Yoochun
membawanya. Langkah kaki mereka baru berhenti ketika mereka sampai di depan
sebuah televisi berukuran sedang yang ada di kan tin.
Yoochun membalikkan badannya dan
menatap Yunho dalam, lalu melepaskan cengkeraman tangannya dari lengan Yunho
kemudian berkata, “Lihat itu.”
Yunho yang tidak mengerti apa-apa
hanya menurut saja pada perintah Yoochun dan menatap ke layar televisi yang
sedang menampilkan sebuah siaran live.
Alis Yunho bertaut sambil memandang layar televisi itu lekat-lekat dengan
otaknya yang sibuk berpikir mengenai acara yang sedang disiarkan itu.
Kedua namja ini lama hanya berdiri terdiam sambil fokus memandang layar
televisi, sampai kemudian Yunho bergumam lirih, membuat Yoochun menolehkan
kepalanya menatap ke arah Yunho.
“Jae…joong?” gumam Yunho. Tanpa sadar kakinya melangkah maju beberapa langkah,
mendekati televisi yang terpasang di bagian atas pilar yang ada di hadapan
mereka.
Yoochun menatap Yunho.
Seolah mengerti arti ekspresi di wajah Yunho, Yoochun segera berkata, “Kim
Jaejoong menyelenggarakan konferensi pers siang ini. Katanya, dia ingin
mengumumkan sebuah pernyataan.”
Yunho memandang Yoochun
sekilas sebelum kemudian kembali menatap lekat ke layar televisi, “Konferensi
pers?” gumamnya.
Berbagai pertanyaan kini
mulai bermunculan di benak Yunho, seiring dengan berbagai perasaan yang
bercampur aduk dalam hatinya.
Konferensi pers?
Penyataan? Apa maksudnya?
Yunho mengacak rambutnya
kasar. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi sekarang. Apa ini
menyangkut skandal itu? Apa Jaejoong akan mengakuinya? Atau malah sebaliknya,
menyangkal hubungannya dengan Wang Jihye?
“Selamat
siang. Terima kasih atas kesediaan rekan-rekan media sekalian untuk datang di
acara konferensi pers siang ini. Pada kesempatan kali ini, saya akan membuat
sebuah pernyataan. Mungkin pernyataan ini akan cukup mengejutkan dan terdengar
sangat mendadak. Akan tetapi, saya pribadi sudah memikirkannya secara
matang-matang dengan kepala dingin. Saya berharap, rekan-rekan media dan juga
masyarakat luas dapat menerimanya dengan pikiran terbuka.”
Benak Yunho langsung
dipenuhi oleh berbagai pemikirannya begitu mendengar kata-kata Jaejoong
barusan. Tubuhnya meremang penuh antisipasi, menantikan Jaejoong melanjutkan
kalimatnya sembari dalam hati Yunho berdoa, berharap agar yang akan dia dengar
selanjutnya bukanlah sesuatu yang buruk. Yunho berharap semua akan baik-baik
saja.
“Saya,
Kim Jaejoong, memutuskan untuk mundur dari dunia hiburan.”
Napas Yunho tercekat di
tenggorokan mendengar Jaejoong mengatakan bahwa dia akan berhenti dari dunia
hiburan. Bukankah itu artinya Jaejoong akan berhenti menjadi penyanyi? Kenapa
tiba-tiba…?
Kedua tangan Yunho
terkepal erat-erat di samping tubuhnya. Matanya masih menatap tajam ke sosok
Kim Jaejoong yang ada di layar televisi, sementara dadanya terasa mulai sesak.
Jantungya pun mulai berdegup kencang membuat napasnya pendek-pendek tak
beraturan. Rahangnya terkatup erat-erat, menimbulkan gurat-gurat samar pada
wajah tampannya. Berbagai emosi bercampur dalam diri Yunho sekarang.
Yoochun, yang sejak tadi
berdiri di dekat Yunho, mengalihkan pandangannya dari televisi dan menatap
sahabatnya lekat. Yunho tampak cukup terkejut mendengar kata-kata Jaejoong
barusan, terlihat dari ekspresi wajahnya yang kacau.
“Kenapa…?” desis Yunho
lirih, namun masih bisa ditangkap oleh Yoochun.
Yoochun hanya bisa menarik
napas pelan lalu menepuk bahu Yunho dengan sebelah tangannya dan meremasnya.
Yoochun tidak bisa memberikan komentar apa pun, juga tidak bisa memberikan
kata-kata yang menenangkan sahabatnya itu, karena dia sendiri tidak tahu
kejadiannya akan seperti ini.
Sementara itu, suasana
konferensi pers mulai berubah menjadi ricuh setelah Jaejoong mengeluarkan
pernyataan yang mengejutkan semua pihak. Para wartawan yang hadir di sana tampak
sibuk berlomba-lomba mengajukan pertanyaan untuk Jaejoong, menuntut penjelasan
lebih dari namja itu.
Yunho mulai gelisah
melihat Jaejoong meskipun orang yang dicintainya itu terlihat tenang walaupun
keadaan di ruang konferensi pers itu mulai berubah menjadi tidak kondusif.
Kekhawatiran mulai mengusiknya dan semakin buruk oleh berbagai pertanyaan yang
muncul dalam angan-angannya sendiri.
“Saya
akan menghentikan semua kegiatan saya di dunia entertainment, termasuk kegiatan saya sebagai seorang penyanyi.”
Yunho tak tahu lagi harus
berkata apa begitu mendengar langsung keputusan Jaejoong untuk berhenti menjadi
penyanyi. Semuanya terasa begitu tiba-tiba. Bahkan tak pernah sedikit pun
terlintas dalam benaknya Jaejoong akan mengambil keputusan seperti itu.
“Keputusan
untuk mundur dari dunia hiburan yang telah membesarkan nama saya hingga sampai
pada titik ini bukanlah keputusan yang mudah untuk diambil. Namun meski sulit,
saya sudah memikirkannya baik-baik. Pun juga dengan mempertimbangkan berbagai
kemungkinan reaksi serta risiko yang mungkin terjadi dari segala sudut pandang.
Saya yakin dengan keputusan yang saya ambil ini. Untuk itulah, saya ada di
tempat ini sekarang untuk menyampaikannya pada masyarakat luas melalui
rekan-rekan media.
“Saya mengambil keputusan ini, tentu
bukan tanpa alasan. Akan tetapi, alasan tersebut lebih pada alasan pribadi yang
tidak bisa saya ungkapkan di sini.”
Dahi Yunho berkerut dalam
memikirkan setiap kata yang meluncur dari bibir Jaejoong. ‘Alasan pribadi?’
batin Yunho sembari sibuk menerka-nerka maksud Jaejoong. Alasan pribadi mungkin
lebih terkait pada perasaan atau orang-orang terdekatnya, tapi mungkin bisa
juga karena faktor agensi tempat Jaejoong bernaung selama menjadi penyanyi.
Atau karena keluarga? Atau karena… dirinya?
Bolehkah Yunho sedikit
berbangga dan senang bila itu memang benar karena dirinya dan demi dirinya?
Kamera milik stasiun
televisi yang menyiarkan acara konferensi pers tersebut masih berfokus menyorot
Jaejoong yang duduk sendiri menghadapi para wartawan yang terlihat sangat
antusias dalam mengajukan pertanyaan. Suasana di sana tampak masih ramai.
Berbagai pertanyaan terus dilontarkan kepada Jaejoong yang sedari tadi memang
belum menjawab satu pertanyaan pun. Dan kali ini kebanyakan pertanyaan yang
diajukan terkait dengan kasus skandal antara Jaejoong dengan Wang Jihye.
“Jadi
selama ini Anda benar memiliki hubungan dengan Wang Jihye?”
Tubuh Yunho menegang
begitu pendengarannya menangkap suara samar seorang wartawan yang menyuarakan
pertanyaan mengenai kebenaran hubungan Jaejoong dengan Jihye. Sel-sel saraf di
tubuhnya mengantarkan impuls-impuls antisipasi ke sekujur tubuhnya, membuat
Yunho menelan ludahnya gugup sekadar untuk membasahi tenggorokannya yang terasa
kering.
Memikirkan apa yang akan
dikatakan Jaejoong mengenai skandal itu membuat Yunho makin gelisah. Selama ini
dia percaya pada Jaejoong. Dia sangat berharap kalau itu semua tidak benar,
sesuai dengan keinginannya selama ini. Akan tetapi kalau jawaban Jaejoong tidak
seperti yang diharapkannya, sepertinya Yunho belum siap menerima kenyataan itu
sekarang.
“Mengenai
kasus skandal saya dengan aktris Wang Jihye, saya tidak akan memberi komentar
apa pun. Saya tidak akan membenarkan skandal itu, juga tidak akan
menyangkalnya.”
Yoochun yang berdiri tak
jauh dari Yunho bisa mendengar Yunho menghela napas pelan. Matanya melirik ke
arah Yunho dan sebuah ekspresi lega tampak cukup jelas di wajahnya. Yoochun
tersenyum kecil melihat Yunho. Sebenarnya dia sendiri juga senang mendengar
kata-kata Jaejoong tadi. Bukankah itu berarti Yunho masih bisa memegang harapan
dan percaya pada Jaejoong seperti yang selama ini namja itu lakukan?
“Wang
Jihye, adalah seorang rekan dalam dunia entertainment
sekaligus seorang teman. Dia memiliki pribadi yang baik dan menarik.
Kemampuan dan bakatnya di bidang akting pun kini sudah banyak diakui. Aku yakin
dengan semangat serta kemauannya sekarang ini, dia masih bisa terus dan terus
berkembang menjadi lebih baik lagi. Aku akan sangat menantikan karya besarnya
suatu hari nanti yang pasti akan jadi hit.”
Kedua bola mata Yunho
dapat menangkap seulas senyum yang terulas di wajah Jaejoong saat dia
mengucapkan kalimat itu. Sebuah senyum tipis yang sudah lama tidak Yunho lihat
pada Jaejoong. Senyum yang sudah cukup lama dia rindukan.
Tanpa sadar Yunho juga
ikut mengulum sebuah senyum di wajahnya. Rasanya perasaan lega bercampur senang
memenuhi hatinya sekarang, serta beban yang ada di pikirannya belakangan ini
seketika menguap bersamaan dengan senyum Jaejoong yang melekat dalam benaknya.
Sedetik kemudian Yunho
berbalik dan melangkah cepat keluar dari kantin. Melihat Yunho yang tiba-tiba
pergi begitu saja, Yoochun segera berteriak, membuat Yunho menghentikan
langkahnya.
“Yah Jung Yunho, kau mau kemana?!” seru Yoochun cepat begitu
mendapati Yunho sudah erada di ambang pintu.
Yunho menghentikan
langkahnya dan berdiri dengan punggung yang menghadap Yoochun selama beberapa
saat, sebelum kemudian Yunho memutar tubuhnya hingga kini dia berdiri dalam
posisi menyamping. Kepala Yunho tertunduk sesaat, lalu menoleh ke arah Yoochun
yang sedang menatapnya bingung.
Yunho menatap Yoochun
lekat dengan sebuah senyum di bibirnya sembari berkata, “Aku telah
menemukannya.”
“Eh?” sahut Yoochun, dia
tidak mengerti apa yang Yunho maksudkan.
“Aku harus pergi sekarang,
Yoochun-ah,” kata Yunho lagi, kali
ini senyum di wajahnya semakin lebar.
“Tapi konferensi persnya
belum—”
“Terima kasih banyak,
Yoochun-ah,” kata Yunho kemudian
segera berlalu meninggalkan kantin dan meninggalkan Yoochun yang masih berdiri
terpaku di tempatnya semula.
Butuh
waktu bagi Yoochun untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Yunho yang
tiba-tiba pergi. Konferensi pers Jaejoong yang belum selesai. Skandal antara
Kim Jaejoong dengan Wang Jihye yang belum memiliki kejelasan sampai sekarang.
Yunho yang berterima kasih padanya.
Kedua mata Yoochun mengerjap-ngerjap
bingung sementara Yunho sudah menghilang dari pandangannya. Alisnya masih
bertaut sembari memikirkan alasan yang membuat Yunho tiba-tiba saja pergi.
Perhatian Yoochun kembali tersita ke
arah televisi begitu menden gar
suara Jaejoong yang masih berbicara. Dilihatnya namja itu tampa k
tenang, dengan sebuah senyum di wajahnya.
Yoochun terdiam sambil berpikir
sejenak. Senyum?
Tadi sebelum Yunho pergi, pria itu tersenyum ke arahnya sambil berkata
‘Aku telah menemukannya’ yang Yoochun
sendiri tak tahu artinya.
Tunggu! Senyum Yunho tadi…
terasa agak berbeda?
Yoochun terdiam cukup lama
sebelum kemudian menggumam, “Ah, aku mengerti,” gumamnya lirih. Sebuah senyum
terkulum di bibirnya, mengingat ekspresi Yunho tadi tepat sebelum pria itu
pergi meninggalkannya sendirian di kantin.
‘Kejarlah apa yang harus kau kejar,
Jung Yunho,’ batin Yoochun.
* * *
Jung Yunho menghentikan
mobilnya begitu sampai di tempat yang ditujunya. Mobilnya terparkir di seberang
jalan tak jauh dari sebuah gedung bertingkat. Sembari melepaskan seat-belt, matanya menatap ke arah sekeliling.
Tak jauh dari tempatnya,
ada sebuah van hitam yang berhenti di
depan gedung tersebut. Yunho menarik napas lega begitu mengenali van hitam itu sesudah memperhatikannya
lekat-lekat.
“Huft, sepertinya belum
terlambat,” gumam Yunho.
Setelah mematikan mesin
mobilnya, Yunho menyandarkan punggungnya ke kursi dan menarik napas
dalam-dalam.
Sejak tadi jantungnya
memang terpacu lebih cepat dari biasanya, dan sekarang semakin cepat karena
perasaan senang bercampur semangat yang merambat melalui sel-sel sarafnya,
membuat Yunho kini sibuk menenangkan dirinya dengan cara mengambil napas
dalam-dalam kemudian menghembuskannya melalui mulut.
Sesekali Yunho memejamkan
matanya untuk sekadar menjernihkan pikirannya, namun matanya juga tetap
mengawasi gedung itu dengan lekat. Ditatapnya pintu gedung itu dengan penuh
antisipasi. Matanya dengan jeli memperhatikan setiap orang yang berjalan di
area bagian depan gedung tersebut.
Jemari Yunho bergerak
menekan tombol yang ada di pintu mobil dan menurunkan kaca mobil hingga
setengahnya. Jantung Yunho berdegup cukup kencang lagi ketika benaknya
membayangkan sosok yang ditunggunya akan muncul dari balik pintu transparan
gedung tersebut. Kali ini degupan tersebut bukan karena gelisah atau khawatir,
melainkan karena semangat yang bercampur senang atas penantiannya selama ini.
Yunho merebahkan sejenak
kepalanya pada kedua tangannya yang bersandar pada stir mobil, masih dengan
tidak melepaskan pandangan dari gedung itu. Matanya beberapa kali mengedarkan
pandangan berkeliling, mencoba menemukan apakah ada wartawan atau pun fans yang berjaga di area sekitar gedung.
Yunho menghela napas pelan ketika tampaknya suasana di sana cukup normal, tidak
terlihat ada ramai-ramai atau segerombolan orang yang berkerumun.
Detik demi detik yang
dilalui Yunho membuat namja itu
semakin tidak sabar. Rasanya dia ingin segera bertemu orang yang sedang
dinantikannya dan meluapkan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya.
Kedua kelopak mata Yunho terpejam.
Semilir angin lembut yang membawa sensasi sejuk menyapu wajahnya melalui celah
jendela. Dalam benaknya muncul wajah orang itu. Wajah yang dihiasi senyuman
hangat dengan sorot mata teduh yang sangat disukainya. Wajah yang tak asing
lagi dalam hidupnya.
Orang itu muncul dalam
benak Yunho, yang tanpa sadar membuat seulas senyum tipis muncul di wajahnya.
Darah dalam tubuhnya terasa mengalir dengan cepat, membuat jantungnya berdetak
semangat hanya dengan membayangkan orang itu dalam otaknya. Dengan memikirkan
dirinya yang akan segera bertemu orang itu, perasaannya menjadi campur aduk
namun membawa sensasi yang menyenangkan dalam dirinya.
Orang itu adalah Kim
Jaejoong.
Yunho membuka kedua
matanya ketika angin kembali berhembus menerpa wajahnya. Sepasang mata sipitnya
yang mengawasi pintu depan gedung dengan tajam, mengantarkan sinyal-sinyal ke
otaknya yang membuat Yunho langsung menegakkan tubuhnya. Seketika itu juga
Yunho menahan napas begitu melihat sosok yang ditunggunya tampak berjalan
keluar dari gedung tersebut. Orang itu, Kim Jaejoong, tak sendiri. Dia bersama
seorang namja yang berjalan di
sampingnya dan 2 orang berpakaian serba hitam yang mengawal di belakang mereka.
Tangan Yunho dengan cepat
meraih gagang pintu dan pintu mobilnya segera mengayun terbuka sedetik
kemudian. Yunho melangkah keluar dari mobil tanpa melepaskan sedikit pun
pandangan dari orang itu.
Jantung Yunho berdetak
makin cepat seiring dengan kakinya yang mulai melangkah menghampiri Jaejoong.
Matanya menatap lekat ke arah Jaejoong dan berbagai perasaannya langsung
membuncah dalam dada.
Setiap langkahnya terasa
begitu ringan dan makin melegakan hatinya, membuat sebuah senyum samar di wajah
Yunho. Jantungnya masih berdegup cepat dalam penantian. Berkebalikan dengan
waktu yang seolah berjalan begitu lambat, menciptakan getaran-getaran menyenangkan
dalam hatinya. Meski jarak di antara mereka masih cukup jauh, namun Yunho sudah
bisa menemukan apa yang dicarinya hanya dengan melihat ekspresi wajah Jaejoong.
Yunho melihat Jaejoong berjalan
menuju van hitam yang terparkir di
depan gedung dengan kepala agak sedikit tertunduk, membuat Yunho berpikir kalau
penyanyi yang baru saja memutuskan untuk menghentikan kegiatan keartisannya itu
tidak menyadari kalau Yunho sedang berjalan ke arahnya. Tapi yunho tidak
mempermasalahkan hal sepele itu, toh cepat atau lambat Jaejoong akan menyadari
kehadirannya.
Kaki-kaki Yunho berhenti
melangkah dan berdiri di posisinya sekarang yang berjarak kurang lebih 3 meter
dari van hitam yang sedang menunggu
Jaejoong. Jantungnya makin berdetak tak karuan ketika Jaejoong berjalan makin
dekat ke arahnya. Walaupun dirinya ingin segera meraih tubuh Jaejoong dan
memeluknya erat, menumpahkan semua perasaan rindunya yang mendalam pada namja itu, tapi Yunho memilih untuk menunggu
dan berdiri diam di sana sampai Jaejoong melihatnya.
Penantian Yunho tak
berlangsung lama, karena beberapa detik kemudian Jaejoong mengangkat kepalanya
dan membuat keduanya bertemu pandang. Langkah Jaejoong langsung terhenti ketika
doe eyesnya menemukan seorang Jung
Yunho yang tengah berdiri sambil menatapnya.
Yunho tak tahu lagi
bagaimana harus mengungkapkan perasaannya ketika matanya menatap ke dalam mata
Jaejoong. Wajah Jaejoong tampak cukup kaget, mungkin karena kehadirannya yang
mendadak dan di luar dugaan. Sorot mata Jaejoong pun dengan jelas menampakkan
keterkejutan itu. Namun demikian, hal itu tidak menyurutkan Yunho untuk
menemukan sebersit perasaan cinta dan rindu yang mendalam yang dipancarkan
kedua iris hitam Jaejoong.
Untuk beberapa saat
keduanya hanya saling memandang dalam diam. Tak ada satu pun yang berniat
bergerak untuk menghampiri yang lain terlebih dahulu. Tampaknya keduanya begitu
terlarut dalam euforia dan pikiran masing-masing.
Jaejoong mengerjapkan
matanya beberapa kali, seolah masih belum mempercayai apa yang dilihatnya,
kemudian menggumam lirih. Tentu saja dari jarak sejauh itu, Yunho tidak bisa
mendengar apa yang dikatakan Jaejoong. Namun dari gerakan bibir Jaejoong, Yunho
bisa tahu kalau Jaejoong tadi melafalkan namanya.
Yunho tersenyum, masih
dengan menatap Jaejoong lekat, ‘Aku tidak akan berpaling kali ini. Dan aku
tidak akan membiarkanmu pergi lagi, Kim Jaejoong,’ batin Yunho.
* * *
Kim Jaejoong semakin
bersemangat begitu melihat pintu depan yang tak jauh lagi berada di depannya.
Rasanya dia ingin cepat-cepat keluar dari sini, lalu segera masuk ke dalam van dan secepatnya mencari seseorang
yang sudah lama dirindukannya, Jung Yunho.
Jaejoong memang memutuskan
untuk menemui namja yang sudah lama
tidak dia temui itu segera setelah semua urusannya terkait pekerjaan sebagai
artis sekaligus penyanyi selesai diurusnya. Jaejoong berniat kembali ke sisi namja yang selalu mengisi hatinya itu.
Meskipun berbagai pemikirannya mengatakan Yunho bisa saja menolaknya atau
mencampakkannya karena sakit hati atau semacamnya, tapi Jaejoong terus berusaha
berpikir positif.
Dia percaya pada Yunho,
dan Yunho percaya padanya. Jaejoong terus memegang kata-kata itu selama ini,
yang terus membuatnya sanggup berdiri hingga sekarang.
Jadi sekalipun nanti Yunho
akan menolaknya, dia tidak akan menyerah sampai di situ. Jaejoong akan terus
berusaha. Usaha yang sama kerasnya seperti usaha Yunho untuk melindunginya
selama ini.
“Jaejoong-ah,” panggil Junsu, beberapa langkah
sebelum mereka mencapai pintu keluar, “Pokoknya kau harus berhati-hati, ne? Sekalipun sepertinya tidak ada
wartawan yang mengikuti kita, alangkah lebih baik jika kita tetap waspada.
Mobilnya sudah menunggu di luar. Kita langsung masuk secepatnya ke dalam mobil,
oke?”
Jaejoong menatap Junsu
sekilas sebelum kemudian menganggukkan kepalanya, “Eum, aku mengerti, hyung.”
Junsu ikut menganggukkan
kepalanya. Kemudian manajer Jaejoong itu tampak memberikan sedikit instruksi
kepada 2 orang bodyguard yang
mengikuti mereka sejak tadi, yang juga diikuti oleh sebuah anggukkan.
Petugas security yang berjaga di samping pintu
menundukkan kepalanya begitu melihat Jaejoong yang hendak keluar, bersamaan
dengan pintu transparan otomatis yang perlahan terbuka.
Jaejoong hanya
menganggukkan kepalanya samar ke arah petugas security itu sembari berjalan melewati pintu. Semilir angin yang
berhembus langsung menyambut Jaejoong begitu dia melangkahkan kaki keluar.
Semilir angin yang terasa begitu lembut dan sejuk, membawa sensasi menenangkan
tersendiri pada diri Jaejoong.
Teringat pada kata-kata
Junsu tadi, Jaejoong sedikit mempercepat langkahnya menuju ke arah mobil hitam
yang sudah menunggu dirinya dan Junsu. Untuk menghindari wartawan yang mungkin
akan mengejarnya, Jaejoong sedikit menundukkan kepalanya dan berusaha tidak
terlihat mencolok yang menarik perhatian.
Beberapa langkah sejak
Jaejoong keluar dari gedung, keadaan di sekitanrnya tampak normal seperti
biasa. Tidak ada tanda-tanda kemunculan wartawan atau pun fans yang mengejarnya. Hanya tampak beberapa orang yang
berlalu-lalang biasa. Bahkan hanya ada suara derap langkah kaki mereka yang
terdengar, diselingi dengan suara deru mobil yang lewat di jalanan. Apakah
Jaejoong sudah kehilangan perhatian dari khalayak umum? Secepat itukah,
mengingat keputusannya untuk berhenti dari dunia hiburan baru disiarkan
beberapa saat lalu?
Merasa situasinya cukup
tenang, Jaejoong mengangkat kepalanya berniat untuk mengedarkan pandangannya ke
sekeliling. Dan tepat ketika kepalanya terangkat itulah, doe eyesnya bertemu pandang dengan mata sipit dengan sorot mata
tajam milik seseorang yang sangat dikenalnya.
Langkah kaki Jaejoong
terhenti seketika itu juga. Meski jaraknya cukup jauh, tapi Jaejoong bisa
dengan jelas mengenali siapa pemilik sepasang mata sipit itu.
Junsu yang sedari tadi
berjalan di samping Jaejoong, ikut menghentikan langkahnya dan menatap Jaejoong
bingung. Begitu pula dengan kedua orang bodyguard
yang berjalan mengiringi mereka, ikut menghentikan langkah dan berdiri diam di
tempatnya.
Baru saja Junsu akan
bertanya pada Jaejoong, tapi kata-katanya terhenti di tenggorokan ketika
dilihatnya Jaejoong yang tengah menatap lurus ke depan dengan ekspresi
terkejut. Mengikuti pandangan Jaejoong, Junsu menolehkan kepalanya dan menatap
ke depan. Saat itu juga Junsu terkesiap kaget melihat seorang namja yang berdiri tak jauh dari mereka.
Namja itu… tidak asing baginya, terutama bagi Jaejoong.
Tapi kenapa namja itu muncul di sini
secara tiba-tiba?
Sejak tadi Junsu memang
sibuk mengedarkan matanya ke sekeliling, mencoba mengawasi apakah ada wartawan
atau pun fans yang mengejar mereka.
Dan kesibukannya itu membuatnya tidak menyadari namja itu telah berdiri di sana. Bahkan Junsu sama sekali tidak
menyangka namja itu akan muncul
secepat ini.
Jaejoong yang masih tampak
terkejut hanya bisa berdiri terdiam tanpa mengalihkan pandangannya sedetik pun
dari namja itu.
Sesosok namja berpakaian rapi dengan kemeja
putih bergaris dibalik sebuah blazer
hitam yang dipadukan dengan celana panjang hitam sedang berdiri beberapa meter
darinya. Namja itu tengah menatapnya
lekat dengan sorot mata tajam yang meneduhkan, yang sudah lama dia rindukan.
Berbagai perasaan Jaejoong langsung menguap dalam satu waktu, membuat
jantungnya berdegup kencang dan napasnya sedikit tercekat.
‘Benarkah ini? Tapi…
kenapa…?’ batin Jaejoong ditengah-tengah keterkejutannya, sembari kedua matanya
mengerjap-ngerjap beberapa kali, berusaha memastikan apa yang dilihatnya
bukanlah ilusi semata.
Jaejoong menatap sosok namja itu lekat-lekat, memandang ke
dalam iris hitam milik namja itu.
“Yun…ho?” gumam Jaejoong
lirih.
Namja itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Hanya seulas senyum
hangat yang tampak di wajah tampannya. Senyum itu… Jaejoong juga tidak merasa
asing dengan senyum itu.
Tak berapa lama kemudian,
hatinya langsung menjerit senang. Ya, matanya tidak salah. Jaejoong yakin benar
dengan apa yang dilihatnya. Dia yakin itu Yunho. Jung Yunho yang sangat dia
rindukan. Jung Yunho yang ingin segera dia temui. Jung Yunho yang sangat
dicintainya sampai sekarang.
Yunho masih berdiri di
tempatnya. Juga masih dengan senyuman di wajahnya. Melihat itu, tanpa sadar
Jaejoong ikut menyunggingkan seulas senyum. Entah apa kata-kata yang tepat
untuk Jaejoong mengungkapkan perasaannya sekarang, Jaejoong tidak tahu.
Semuanya bercampur aduk begitu saja, memenuhi dadanya dan membawa sebuah
perasaan hangat yang disukainya. Berapa kali pun Jaejoong bertemu pandang
dengan Yunho, perasaannya tidak pernah berubah. Tetap sama sejak saat mereka
pertama kali bertemu di halte bus itu sampai detik ini. Perasaan dekat
sekaligus aman, yang membuatnya selalu merasa Yunho adalah rumahnya, tempat
dimana dia akan selalu kembali ke sana.
Walau tanpa kata-kata,
sepertinya perasaan keduanya sudah cukup tersampaikan hanya dengan saling
bertukar pandangan. Junsu pun merasa begitu.
Hanya dengan melihat cara
kedua orang itu saling berpandangan, Junsu bisa menebak bagaimana perasaaan
mereka sekarang, terutama Jaejoong. Dia sudah cukup lama mengenal Jaejoong, tak
heran bila dia bisa mengerti perasaan Jaejoong.
Tak mau menganggu kedua
orang itu, Junsu pun memutuskan untuk berdiri diam saja di tempatnya. Masalah
wartawan atau juga fans, Junsu tidak
mau ambil pusing lagi. Meski mereka mulai muncul dari kejauhan menuju ke
arahnya dan Jaejoong dengan membawa keriuhan, Junsu memilih untuk tidak peduli.
Masa bodoh dengan mereka. Terserah orang-orang itu mau berbuat apa, asal tidak
melukainya dan melukai Jaejoong. Juga asalkan mereka tidak menginterupsi
privasi Jaejoong dan Yunho dengan berbagai pertanyaan atau jeritan tidak jelas.
Masih larut dalam pikiran
dan emosi masing-masing, kedua insan ini hanya berdiri diam terpaku di
tempatnya. Namun tak butuh waktu lama, sampai Yunho mulai melangkah mendekat ke
arah Jaejoong.
Tautan tatapan mereka tak
terputus sedikit pun. Dan seolah tertarik oleh keinginan, Jaejoong pun ikut
melangkahkan kakinya perlahan mendekat ke arah Yunho, meninggalkan Junsu yang
tengah menatap mereka berdua dengan seulas senyuman.
Langkah demi langkah,
keduanya saling mendekat. Jantung masing-masing pun berdegup makin kencang,
mengantarkan friksi menyenangkan ke seluruh tubuh mereka. Dan seiring dengan
langkah kaki mereka, dimensi di sekeliling keduanya seolah-olah tampak memudar
perlahan. Menyisakan sepasang manusia, Jung Yunho dengan Kim Jaejoong dalam
dunia mereka sendiri, sebuah dimensi dengan latar belakang putih tanpa ada
orang lain di sana. Hanya ada mereka, Yunho dan Jaejoong.
Yunho yang pertama
menghentikan langkahnya, diikuti dengan Jaejoong yang juga menghentikan
langkahnya. Keduanya masih menatap lekat satu sama lain, seolah terpaut erat tanpa
bisa terlepaskan dari iris satu sama lain. Bibir keduanya masih terkatup tanpa
sepatah kata pun. Hanya ada senyuman yang menghiasi wajah mereka.
Kembali kedua insan ini
berdiri terpaku dalam diam. Namun demikian, meski hanya dengan sebuah senyum
dalam diam, perasaan antar keduanya tersampaikan dengan jelas. Cukup dengan
saling memandang, keduanya bisa merasakan perasaan satu sama lain. Mungkin itu
karena ikatan kuat di antara mereka, yang menjadi semakin kuat belakangan ini
setelah menghadapi berbagai masalah dan konflik yang tak hanya melibatkan fisik
melainkan juga batin.
Perlahan tangan kanan
Yunho terangkat dan telapak tangannya terjulur ke arah Jaejoong yang berdiri 1
meter di hadapannya.
Jaejoong menatap Yunho
bingung, sambil matanya bergantian menatap ke arah Yunho kemudian menatap
telapak tangan Yunho, lalu berbalik menatap Yunho. Jaejoong terdiam beberapa
saat tanpa respon, sementara otaknya masih sibuk berpikir dan mengolah tindakan
Yunho barusan. Dan Yunho masih betah menatap Jaejoong lekat sembari tersenyum
lembut.
Namun tak butuh waktu lama
bagi Jaejoong untuk mengerti. Dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, perlahan
tangan kiri Jaejoong terangkat. Jaejoong meletakkan telapak tangan kirinya di
atas telapak tangan kanan Yunho dan meraih uluran tangan namja itu.
Kedua telapak tangan
mereka saling terpaut dan tergenggam erat. Perasaan mereka semakin tersalurkan
dengan kuat lewat genggaman tangan mereka. Semua rasa rindu kini telah terobati.
Dan perasaan kasih antara keduanya kini semakin dalam di setiap detik yang
mereka lewati dengan saling menggenggam tangan satu sama lain.
“Terima kasih, Yunho,”
kata Jaejoong lirih, sambil masih tersenyum menatap ke arah Yunho.
Yunho bisa menangkap dengan
jelas ketulusan dari kata-kata Jaejoong. Mendengar suara Jaejoong lagi, membuat
perasaan Yunho menghangat dan rasa bahagia memenuhi dadanya sekarang. Pun sama
dengan Jaejoong yang merasa bahagia sekaligus lega, dengan kehadiran seorang
yang dicintainya yang tengah berdiri di hadapannya sembari tersenyum dan
menggenggam tangannya erat.
“Selamanya, aku percaya
padamu… Kim Jaejoong. Selamanya… perasaanku padamu tidak akan pernah berubah.”
* * *
- TAMAT -
P.S
Huuaaaaahhhhh! Akhirnya fic yang udah setahun ada di komputer, selesai
juga! :)
Terima kasih, Tuhan.
Terima kasih YUNJAE. :* Terima kasih
DB5K. <3 o:p="">3>
Otsukaresama-deshita, Kikie~~ ^^ You
did a GREAT job!
Ga nyangka banget akhirnya fic ini selesai setelah melewati banyak
perjuangan seperti WB dan krisis ide, serta UN dan segala hal tentang sekolah.
Mulai diketik tanggal 30 Juni 2012, selesai
tanggal 4 Agustus 2013 dini hari jam 00.31 WIB. Mulai diketik bersama Sakura
dan diakhiri bersama Lomo. :)
Fic ini dipersembahkan untuk seluruh YUNJAE-shipper. Untuk semua Cassiopeia
around the world. Untuk our OT5. Dan untuk semua readers yang berkenan baca fic
ini. Thank you so much and I love you all~ <3 o:p="">3>
Belakangan ini aku SANGAT dan SEMAKIN merindukan TVXQ with 5 members. :’(
kangen berat sama mereka!! T__T rasanya keinginanku agar TVXQ kembali berlima
makin kuat dari hari ke hari.
Beberapa hari ini kau terus memutar lagu-lagu lama TVXQ, terutama yang
mellow-mellow. OMG, miss them so damn much! T__T
Jiwa YJS-ku belakangan juga makin menjadi aja. Alhasil aku kangen ngelihat
momen mereka berdua lagiiii! :’(
Jadi pengin nangis nih. T__T
But we always keep the faith, right?
:)
Let’s be strong together. As strong
as our oppars do. :’)
Ganbareee! Hwaiting! Fighting! ^^
ALWAYS KEEP THE FAITH!
And… YUNJAE IS REAL! :)
Last, minta komentarnya dong~~ :3 buat semua silent reader, mohon tinggalkan jejak di chapter terakhir ini yaa. mohoooonn banget. :) Arigachuuuu~ :*
4th
August 2013. 00.47 a.m.
-Kristalicia Rizki-Kikie-HISAGIsoul-kikie__fumi46-
0 komentar:
Posting Komentar