21 Maret 2014

SKANDAL - Chapter 10

SKANDAL
Chapter 10

-xxx-

Two days later
Seoul, 01.16 p.m
            Kim Jaejoong duduk dengan gelisah di ruang tunggu. Berkali-kali dia mengubah posisi duduknya, bangkit berdiri lalu berjalan mondar-mandir di ruangan seluas 4 x 4 meter tersebut. Matanya beberapa kali melirik ke jam tangan yang ada di pergelangan tangan kirinya. Kedua tangannya bertaut dan saling meremas. Jantungnya berdegup cukup cepat tak beraturan. Bulir-bulir keringat di pelipisnya membuat Jaejoong harus menyekanya dengan sapu tangan beberapa kali. Kim Jaejoong sedang merasa gugup sekarang.
            Bagaimana tidak gugup? Saat ini dia sedang menunggu waktu untuk memulai konferensi pers yang sudah dia dan Junsu atur diam-diam tanpa sepengetahuan agensinya. Ini memang bukan konferensi pers-nya yang pertama, tapi entah kenapa Jaejoong merasa sangat gugup sekarang. Sekalipun sudah memantapkan hati dan mempersiapkan segala sesuatunya, tapi tetap saja kegugupan dan kegelisahan melanda Jaejoong hingga detik ini.
            Rasa gugup ini bukan karena tindakannya yang termasuk dalam tindakan melanggar peraturan agensinya, melainkan gugup karena yang akan Jaejoong lakukan sekarang adalah sesuatu yang besar dan bukan masalah sepele. Jaejoong sudah tidak terlalu peduli dengan agensinya itu, otaknya terlalu sibuk memikirkan apa yang akan terjadi saat dan setelah konferensi pers ini berlangsung. Mungkin lebih pada antisipasi diri.
            Kalau dipikirkan lagi, yang dilakukan Jaejoong ini mungkin bisa disebut sebagai tindakan mengkhianati agensi yang telah berperan banyak dalam membesarkan namanya dalam industri musik Korea Selatan hingga sekarang. Terdengar seolah Jaejoong tidak tahu diri, bak kacang lupa kulitnya. Jaejoong tidak memungkiri, bila bukan karena agensinya, mungkin dia tidak bisa berada di posisi ini sekarang. Tapi masalah sekarang bukan tentang balas budi atau semacamnya, melainkan soal apa yang benar dan apa yang salah.
            Jaejoong mendudukkan tubuhnya lagi di sofa berukuran sedang yang ada di ruangan itu setelah berjalan tak tentu mengelilingi ruangan. Berusaha mengusir kegelisahan, Jaejoong menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Hal itu dia lakukan sampai beberapa kali.
            Jaejoong berdiri lagi, lalu kembali melihat jam tangannya. Kakinya mulai melangkah lagi sembari mengingat-ingat apa saja yang akan dikatakannya nanti di depan para wartawan. Semalaman Jaejoong sudah menyusun kata-kata untuk diucapkannya siang ini, maka dari itulah jangan sampai ada hal yang terlewatkan olehnya. Hal yang tidak perlu pun tidak seharusnya dikatakan. Cukup bicara seperlunya saja.
            Jaejoong sedang sibuk merapal kata-kata yang sudah disusunnya ketika kemudian terdengar suara pintu diketuk. Kaki Jaejoong seketika berhenti bergerak dan pandangannya menatap lurus ke arah pintu. Sedetik kemudian, pintu mengayun terbuka dan Kim Junsu masuk ke dalam.
            Dengan sebuah tablet di tangannya, Junsu berjalan menghampiri Jaejoong. Keduanya hanya terdiam untuk waktu yang cukup lama. Saling menatap dan berusaha menyelami perasaan masing-masing. Tak dapat dipungkiri, Junsu juga merasa sangat gugup sekarang. Perasaannya campur aduk, hampir sama seperti yang Jaejoong rasakan.
            “Sudah waktunya, Jaejoong-ah,” kata Junsu beberapa saat kemudian.

            Jaejoong menarik napas, diikuti dengan sebuah anggukan. Junsu kemudian berbalik dan melangkah menuju pintu, dengan Jaejoong yang mengikuti di belakangnya. Keduanya berjalan meninggalkan ruang tunggu menuju ke ruang tempat konferensi pers akan dilakukan.
            Kedua namja ini berjalan dalam diam. Hanya ada suara derap langkah teratur milik mereka yang mengiringi. Terlalu banyak hal yang berkelebatan dalam pikiran mereka masing-masing, membuat tak sepatah kata pun keluar dari bibir mereka.
            Ruang tempat konferensi pers tak jauh dari ruang tunggu Jaejoong. Hanya butuh kurang dari 3 menit untuk sampai di sana. Ada beberapa orang bodyguard dengan pakaian serba hitam yang berjaga di sekitar ruang tersebut, 2 di antaranya berjaga di samping pintu.
            Junsu menghentikan langkahnya tepat di depan pintu masuk. Jaejoong ikut menghentikan langkahnya dan menatap punggung Junsu. Sedetik kemudian, Junsu membalikkan badannya menghadap Jaejoong. Keduanya kembali saling berpandangan dalam diam.
            Jantung Jaejoong masih berdegup cukup cepat. Kegugupannya dan kegelisahannya belum hilang. Namun meski begitu, Jaejoong memaksakan seulas senyum di wajahnya, senyum tipis yang bermaksud mengisyaratkan kalau dirinya baik-baik saja.
            Junsu hanya membalasnya dengan sebuah senyum kecut. Dia tidak tahu ini hal yang memang benar untuk dilakukan atau bukan dan memikirkan itu membuat Junsu jadi merasa serba salah pada Jaejoong.
            “Ayo, hyung, mereka pasti sudah menunggu,” ujar Jaejoong pelan, masih dengan senyum tipis di wajahnya.
            Junsu menghembuskan napas kuat-kuat, sebelum kemudian mengangguk lemah. Dia berbalik, lalu meraih gagang pintu di depannya. Junsu menarik napas dalam, dan dengan segenap hati yang telah dimantapkannya, Junsu mulai membuka pintu itu.
            Jaejoong mengangkat dagunya begitu melihat daun pintu yang mengayun terbuka. Suara riuh rendah langsung menyambutnya, diiringi dengan suara kilatan kamera yang tentu saja mengarah padanya.
            Junsu melangkah masuk ke dalam ruangan yang sudah dipenuhi oleh wartawan dari berbagai media itu, kemudian berdiri di samping pintu sembari menahan gagang pintunya dan sedikit menggeser posisi berdirinya untuk memberi jalan masuk bagi Jaejoong.
            Jaejoong memejamkan matanya untuk beberapa detik sambil mengambil napas dalam-dalam. Jaejoong terus menyemangati dirinya sendiri dalam hati, sampai kedua kelopak matanya terbuka dan kakinya mulai melangkah masuk.
            Suara riuh para wartawan  terdengar makin jelas memenuhi ruangan yang cukup luas ini. Kilat kamera tak hentinya mengarah pada Jaejoong yang mulai berjalan menuju sebuah meja dan kursi berukuran sedang yang hanya ada satu-satunya di bagian depan ruangan.
            Jaejoong menghentikan langkahnya dan berdiri di samping meja, setelah itu menundukkan badannya dalam. Tangannya kemudian menarik kursi yang ada di balik meja dan duduk di sana. Sembari mencari posisi duduk yang paling nyaman, Jaejoong sedikit merapikan jas yang dikenakannya. Dengan sebuah dehaman pelan, Jaejoong meraih mic yang ada di atas meja dan mendekatkannya ke mulutnya.
            “Selamat siang. Terima kasih atas kesediaan rekan-rekan media sekalian untuk datang di acara konferensi pers siang ini,” kata Jaejoong, lalu Kepalanya menundukkan kepalanya untuk beberapa saat.
            Jaejoong menatap ke sekeliling ruangan. Ruangan dengan dinding berwarna coklat muda yang dilengkapi dengan hiasan bunga secukupnya di sekelilingnya, dipenuhi oleh wartawan yang sudah Junsu undang. Seluruh mata serta kamera yang ada di ruangan itu menatap fokus ke arahnya, termasuk Junsu yang berdiri di samping tak jauh dari tempat Jaejoong duduk.
            Meski ekspresinya tampak serius dan terlihat datar saja, sebenarnya berbagai perasaan dan pikiran berkecamuk dalam diri Junsu, termasuk sorot matanya yang menatap khawatir serta penuh antisipasi ke arah Jaejoong.
            Jaejoong menarik napas sejenak, sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya, “Pada kesempatan kali ini, saya akan membuat sebuah pernyataan,” Jaejoong menarik napas lagi, “Mungkin pernyataan ini akan cukup mengejutkan dan terdengar sangat mendadak. Akan tetapi, saya pribadi sudah memikirkannya secara matang-matang dengan kepala dingin. Saya berharap, rekan-rekan media dan juga masyarakat luas dapat menerimanya dengan pikiran terbuka.”
            Suara gumaman dari setiap orang yang ada di ruangan itu langsung terdengar begitu Jaejoong menyelesaikan kalimatnya. Semuanya sibuk berasumsi dan menerka apa yang dimaksudkan oleh Jaejoong. Sementara Jaejoong memilih untuk diam beberapa saat sampai suasana kembali kondusif untuk melanjutkan kalimatnya.
            “Saya, Kim Jaejoong, memutuskan untuk mundur dari dunia hiburan.”
            Suara gumaman yang sudah memenuhi ruangan sejak tadi kini terdengar makin jelas. Para wartawan saling berpandangan satu sama lain sembari melontarkan pendapat dan juga pertanyaan yang melintas di benak mereka saat itu juga.
            Suasana menjadi makin riuh, membuat Junsu berdiri gelisah sambil meremas-remas kedua tangannya. Kepalanya menoleh sedikit dan matanya menatap ke arah Jaejoong.
            Jaejoong terlihat tenang. Wajahnya masih terangkat dan matanya menatap lurus ke depan. Sorot matanya tajam sekaligus mantap, penuh dengan keyakinan serta keteguhan. Kedua belah bibirnya terkatup rapat tanpa sepatah kata yang keluar, tak ingin meredakan keriuhan dan memilih untuk membiarkan wartawan saling berceloteh sendiri.
            “Apa maksud Anda, Kim Jaejoong-sshi?” tanya seorang wartawan wanita bertubuh tinggi sembari mengangkat tangan kanannya, membuat suasana hening seketika.
            Jaejoong hanya diam. Matanya menatap lurus ke arah wanita itu, sementara wanita itu menatapnya dengan tatapan penuh ingin tahu. Jemari wanita tersebut bersiap di atas keyboard laptop yang ada di hadapannya, supaya dia bisa segera mengetikkan kata-kata yang akan keluar dari mulut Jaejoong.
            “Apa Anda akan berhenti menjadi penyanyi?”
            “Kenapa mendadak Anda memutuskan hal itu?”
            “Apakah hal ini terkait dengan kasus skandal Anda dengan aktris Wang Jihye?”
            “Benarkah ada ‘orang dalam’ yang terlibat di balik kasus skandal tersebut?”
            Berbagai pertanyaan langsung berloncatan keluar dari mulut setiap wartawan yang ada di ruangan itu tanpa terkendali. Suara mereka terdengar saling berusaha mendahului, membuat pertanyaan yang mereka ucapkan menjadi tumpang tindih dan terdengar tak terlalu jelas.
            Suasana yang cukup rusuh itu membuat Junsu semakin gelisah. Rasanya dia ingin melakukan sesuatu, setidaknya sebuah usaha kecil untuk mendiamkan para wartawan agar suasana tidak terlalu ramai dan bisa memberikan kesempatan bagi Jaejoong untuk bicara. Tetapi tak ada yang bisa dilakukannya sekarang.
            Kemarin malam Jaejoong berkata padanya bahwa konferensi pers kali ini akan dia tangani sendiri. Jaejoong pun sudah mengatakan dengan jelas dan tegas agar Junsu tak usah ikut bicara di sana. Jaejoong bilang akan mengurus dan menanggapi para wartawan itu sendiri dan Junsu tak perlu ikut turun tangan kecuali soal pengamanan tempat dan dirinya.
            Alhasil, sekarang Junsu hanya bisa mendesah pelan melihat Jaejoong yang masih diam memandang ka arah wartawan yang juga masih sibuk dengan lontaran pertanyaan mereka.
            “Saya akan menghentikan semua kegiatan saya di dunia entertainment, termasuk kegiatan saya sebagai seorang penyanyi,” kata Jaejoong begitu dirasa suasana sudah sedikit menjadi kondusif untuknya angkat bicara.
            “Apakah ini atas perintah agensi Anda?”
            “Lalu bagaimana dengan kontrak yang telah Anda tanda tangani bersama dengan agensi Anda?”
            “Apa yang akan Anda lakukan setelah berhenti menjadi penyanyi?”
            Para wartawan yang kaget mendengar pernyataan yang dibuat Jaejoong, sepertinya tampak sangat bersemangat dan dipenuhi rasa ingin tahu yang tinggi, membuat mereka tak lagi menghiraukan satu sama lain. Masing-masing sibuk mengajukan pertanyaan yang muncul dalam benak mereka dan itu dilakukan demi kepentingan berita mereka, tanpa peduli lagi pada urutan bertanya atau bagaimana tata cara yang seharusnya dilakukan untuk bertanya dalam sebuah konferensi pers.
            Jaejoong pun hanya diam melihat puluhan wartawan yang tampak sibuk dengan pertanyaan masing-masing. Jaejoong memang tidak berencana untuk menjawab pertanyaan dari wartawan dalam konferensi pers ini. Yang dilakukannya hanya mengeluarkan pernyataan bahwa dia akan mundur sebagai artis dan menjelaskan situasi secukupnya.
            “Keputusan untuk mundur dari dunia hiburan yang telah membesarkan nama saya hingga sampai pada titik ini bukanlah keputusan yang mudah untuk diambil,” ujar Jaejoong yang langsung membuat suasana di ruangan hening seketika, “Namun meski sulit, saya sudah memikirkannya baik-baik. Pun juga dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan reaksi serta risiko yang mungkin terjadi dari segala sudut pandang. Saya yakin dengan keputusan yang saya ambil ini. Untuk itulah, saya ada di tempat ini sekarang untuk menyampaikannya pada masyarakat luas melalui rekan-rekan media.”
            Wartawan yang sejak tadi sibuk mengajukan pertanyaan kini menutup mulutnya rapat dan memasang telinga mereka lebar-lebar, siap untuk mendengarkan kata-kata Jaejoong selanjutnya. Jari-jari mereka tak lepas dari keyboard laptop, membuat samar-samar terdengar suara ketikan. Begitu pula dengan shutter kamera yang tak jauh dari jari-jari para camera-men, membuat suara jepretan berkali-kali mengisi ruangan yang hening. Semua mata fokus menatap Jaejoong.
            “Saya mengambil keputusan ini, tentu bukan tanpa alasan. Akan tetapi, alasan tersebut lebih pada alasan pribadi yang tidak bisa saya ungkapkan di sini,” lanjut Jaejoong yang diiringi kembali oleh suara gumaman bernada tidak puas yang berasal dari para wartawan.
            Suasana kembali ramai ketika salah seorang wartawan mengajukan pertanyaan lagi pada Jaejoong, dan kali ini menyangkut tentang kejelasan statusnya dengan Wang Jihye.
            “Apa Anda mundur sebagai artis karena tidak tahan dengan pemberitaan media terkait kasus skandal Anda dengan aktris Wang Jihye?”
            “Bagaimana hubungan Anda yang sebenarnya dengan Wang Jihye?”
            “Apakah Wang Jihye juga berniat berhenti dari dunia artis?”
            “Jadi selama ini Anda benar memiliki hubungan dengan Wang Jihye?”
            “Apakah ada unsur kesengajaan dalam kasus tersebut?”
            “Mohon berikan klarifikasi mengenai kasus skandal Anda, Kim Jaejoong-sshi.”
            Jaejoong menarik napas lagi untuk kesekian kalinya. Berkali-kali dia berusaha menenangkan dirinya, agar tidak terbawa oleh emosi serta perasaannya.
            Sekelebat bayangan wajah Wang Jihye tiba-tiba muncul dalam benaknya, membuat Jaejoong lagi-lagi menarik napas dalam. Benar, dia sudah memutuskan untuk tidak lagi melibatkan apalagi mempersulit seseorang yang sudah dia anggap teman itu. Maka dari itulah, di konferensi pers ini Jaejoong tidak berniat menyinggung terlalu banyak mengenai skandal mereka. Biarlah nanti itu akan menjadi urusan agensinya. Urusannya sekarang hanya melepaskan Wang Jihye dari kasus skandal ini, yang Jaejoong harap akan ikut lenyap bersamaan dengan menghilangnya namanya dari panggung dunia entertainment.
            “Mengenai kasus skandal saya dengan aktris Wang Jihye, saya tidak akan memberi komentar apa pun. Saya tidak akan membenarkan skandal itu, juga tidak akan menyangkalnya,” kata Jaejoong.
            Suara gumaman diiringi dengan desah kecewa dan tidak puas kembali meluncur dari para wartawan. Justru bagian terpentingnya adalah mengenai kebenaran dan kelanjutan skandal antara Kim Jaejoong dan Wang Jihye, tapi kenapa namja tampan itu memilih untuk bungkam. Jelas hal tersebut membuat kecewa dari para wartawan.
            Junsu tak melepaskan pandangannya sedikit pun dari Jaejoong sejak tadi. Matanya menatap lekat ke arah Jaejoong. Walaupun dia merasa khawatir dan juga cemas, tapi entah mengapa Junsu juga merasa lega mendengar setiap kata yang meluncur dari bibir Jaejoong. Apalagi dengan wajah Jaejoong yang terlihat tenang tanpa beban, Junsu menjadi semakin yakin bahwa memang momen inilah yang sejak lama dinantikannya.
            Jaejoong mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Matanya menatap ke arah wartawan yang sibuk berceloteh dan bergumam. Doe eyes-nya juga sesekali menatap bergantian ke arah kamera yang tertuju padanya. Sebenarnya bukan hanya kamera wartawan yang ada di sini, tapi juga ada kamera stasiun televisi yang memang menyiarkan konferensi pers ini secara langsung.
            Jaejoong menghirup oksigen banyak-banyak untuk memenuhi rongga paru-parunya, sebelum kemudian kembali berkata, “Wang Jihye, adalah seorang rekan dalam dunia entertainment sekaligus seorang teman,” kata Jaejoong yang diikuti dengan seulas senyum tipis, “Dia memiliki pribadi yang baik dan menarik. Kemampuan dan bakatnya di bidang akting pun kini sudah banyak diakui. Aku yakin dengan semangat serta kemauannya sekarang ini, dia masih bisa terus dan terus berkembang menjadi lebih baik lagi. Aku akan sangat menantikan karya besarnya suatu hari nanti yang pasti akan jadi hit.”
            Para wartawan yang merasa kurang puas dengan penjelasan Jaejoong langsung melancarkan pertanyaan-pertanyaan lagi dan seketika itu juga suasana dalam ruangan konferensi pers menjadi riuh. Junsu yang tidak tahan lagi hanya berdiam diri baru akan bertindak untuk menenangkan wartawan yang terlihat tidak sabar ketika Jaejoong angkat bicara kembali.
            “Saya, Kim Jaejoong, ingin mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya hingga detik ini. Kepada keluarga serta fans-fans yang selalu memberikan dorongan dan semangat serta cinta kalian yang begitu besar kepadaku, terima kasih banyak. Juga kepada agensi yang telah membesarkan nama saya hingga menjadi seperti sekarang, terima kasih banyak,” kata Jaejoong dengan sebuah senyum menghiasi wajahnya, senyum tulus yang mampu menghangatkan hati siapa pun, “Saya tidak akan ada di sini sekarang, sebagai seorang penyanyi bernama Kim Jaejoong, bila bukan karena kalian semua. Terima kasih.”
            Mata Junsu tiba-tiba memanas begitu mendengar ucapan terima kasih dari Jaejoong. Rasanya begitu menyentuh dan juga mengharukan.
            Para wartawan juga sepertinya ikut larut dalam perasaan. Mereka berhenti mengajukan pertanyaan dan menyimak baik-baik setiap kata yang meluncur keluar dari mulut Jaejoong. Sebersit rasa simpati memenuhi hati mereka, yang mungkin timbul karena kata-kata Jaejoong yang terdengar begitu tulus.
            Jaejoong yang merasa beban berat di pundaknya hampir menghilang seluruhnya, terus menyunggingkan seulas senyum sembari melanjutkan kalimatnya, “Saya juga ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang mungkin telah dirugikan atau merasa sakit hati, atas semua kesalahan, baik yang disengaja atau pun bukan, yang telah saya perbuat hingga saat ini. Dan yang tak kalah penting, kepada seluruh masyarakat terutama fans, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah meresahkan, mengecewakan, atau juga membuat kalian semua sakit hati karena kasus skandal tersebut. Maaf karena saya sudah banyak merepotkan. Saya benar-benar mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada kalian semua.”
            Jaejoong segera menundukkan kepalanya dalam-dalam ke arah wartawan begitu menyelesaikan kalimatnya. Jaejoong berdiam dalam posisi itu untuk beberapa detik, sebelum kemudian mengangkat kepalanya lagi. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan yang sunyi itu. Dan Jaejoong tak kuasa untuk menahan senyumnya ketika matanya bertemu pandang dengan Junsu yang sedang menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
            Jaejoong tersenyum sembari menatap Junsu cukup lama. Mencoba untuk mengatakan lewat sorot matanya bahwa dia baik-baik saja dan Junsu pun harus baik-baik saja. Rasanya ada rasa haru yang memenuhi hatinya sekarang.
            Jaejoong menarik napas lagi dan kembali melemparkan pandangannya ke arah wartawan yang masih menatapnya lekat, “Terima kasih atas kesediaan dan partisipasi rekan-rekan media sekalian pada konferensi pers kali ini. Terima kasih kepada masyarakat yang telah rela menyisihkan waktunya sejenak untuk mendengar sepatah dua patah kata dari saya. Maaf karena saya tidak bisa menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan oleh rekan-rekan media semua. Sekali lagi terima kasih banyak.”
            Jaejoong lalu bangkit berdiri. Terdengar suara derit kursi ketika Jaejoong berdiri dan membuat semua wartawan menatap Jaejoong bingung. Apakah konferensi pers-nya sudah selesai? Hanya sampai di sini saja?
            Jaejoong menggeser posisinya hingga berdiri di samping meja. Matanya menatap lurus ke depan, melihat ke kerumunan wartawan yang ada di hadapannya. Sebuah senyum kembali menghiasi wajahnya, sebelum kemudian Jaejoong membungkukkan badannya dalam-dalam sebagai ungkapan hormat, terima kasih, sekaligus ucapan maaf yang mendalam dia ungkapkan dari lubuk hatinya.
            Jaejoong menegakkan tubuhnya sekitar 5 detik kemudian. Kakinya lalu mulai melangkah meninggalkan tempat berdirinya tadi. Junsu yang tak sedikit pun melepas pandangannya dari Jaejoong, segera menghampiri namja itu dan berjalan beriringan tepat di samping Jaejoong. Dengan sigap pula 3 orang dari beberapa bodyguard yang sejak tadi bertugas menjaga keamanan kini mendampingi Jaejoong meninggalkan tempat konferensi pers tersebut.
            Wartawan yang melihat Jaejoong mulai meninggalkan tempat seketika bangkit dari duduknya dan langsung mengejar Jaejoong. Dengan berbagai alat di tangan mereka seperti tape recorder dan mic, mereka langsung memberondong Jaejoong dengan berbagai pertanyaan, meski tadi Jaejoong sudah mengatakan tidak akan menjawab pertanyaan apa pun.
            Kamera pun tak melepaskan Jaejoong yang beranjak pergi begitu saja. Kilat blitz yang mengarah ke Jaejoong terus mengikuti namja yang kini sudah dikelilingi oleh para bodyguard. Bodyguard yang lain juga berusaha menghalau serbuan wartawan dan memberikan jalan agar Jaejoong bisa keluar.
            Keadaan cukup ricuh dan semakin di luar kendali karena wartawan yang terus mengejar Jaejoong. Tampaknya masih terlalu banyak hal yang Jaejoong biarkan menggantung begitu saja tanpa alasan yang jelas, membuat para wartawan itu terus menuntut jawaban darinya.
            Junsu yang sedari tadi berjalan di samping Jaejoong kini dengan sigap melingkarkan lengannya di pundak namja itu, berusaha melindunginya. Dengan susah payah dan cukup memakan waktu serta energi, akhirnya Jaejoong bisa keluar dari ruangan konferensi pers tersebut. Bodyguard yang berjaga di samping pintu segera memblokir jalan keluar agar para wartawan tidak bisa mengejar Jaejoong. Sementara 2 orang bodyguard di antaranya berjalan di belakang Jaejoong dan Junsu, mengawal keduanya sampai masuk keluar gedung dan masuk ke dalam mobil.
            Setelah keadaan dirasa aman dan terkendali, Junsu menghela napas lega dan mulai memperlambat langkahnya. Jaejoong yang berjalan di sampingnya ikut memperlambat langkah mereka yang memang tergesa-gesa sejak keluar dari ruang konferensi pers tadi, bermaksud menghindar dari kejaran wartawan.
            “Fiuh, syukurlah,” ujar Junsu sembari tangannya mengelap sedikit peluh yang membasahi dahinya.
            Jaejoong menolehkan kepalanya ke samping dan menatap Junsu, lalu tersenyum kecil. Jelas sekali ekspresi lega bercampur senang yang tampak di wajah manajernya itu.
            Jaejoong pun merasakan hal yang sama. Langkahnya sekarang ini terasa ringan. Beban yang menggelayutinya selama ini sepertinya memang sudah menghilang tepat setelah Jaejoong mengutarakan keinginannya pada masyarakat Seoul melalui acara konferensi pers tadi. Keinginan untuk lepas dari semua penat serta problematika hidupnya sebagai seorang artis. Keinginan untuk menutup kasus skandalnya rapat-rapat. Dan keinginan untuk kembali pada Jung Yunho.
            “Hyung,” panggil Jaejoong, membut Junsu menengokkan kepalanya, “Gomawo,” katanya pelan, “Dan maaf karena selama ini sudah sering merepotkan hyung,” imbuhnya.
Junsu tersenyum menatap Jaejoong kemudian menepuk pundak Jaejoong cukup keras,       “Aish kau ini, tidak usah bilang seperti itu segala. Aku ‘kan bukan orang asing,” katanya sembari tertawa pelan.
            Jaejoong ikut tertawa pelan, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke depan sembari berkata, “Tidak, hyung, aku serius. Terima kasih banyak. Dan maaf atas semua kesalahan dan kerepotan yang kuperbuat selama ini.”
            Junsu menatap Jaejoong lekat, “Eum,” ujarnya sambil menganggukkan kepala, “Sama-sama, Jaejoong-ah. Maafkan aku juga ya kalau selama ini aku banyak salah kepadamu. Terima kasih juga atas pekerjaan sebagai manajer yang telah kau berikan padaku ini,” lanjutnya lalu membungkuk dalam-dalam ke arah Jaejoong.
            Jaejoong yang kaget melihat Junsu tiba-tiba membungkukkan badan hanya bisa kelabakan, “Yah hyung, tidak perlu sampai seperti ini,” katanya sambil buru-buru mengangkat bahu Junsu.
            Junsu hanya tertawa pelan melihat Jaejoong, “Habisnya, kau yang duluan mulai bicara serius begitu ‘kan?”
            “Dasar hyung ini,” desis Jaejoong yang diakhiri dengan sebuah kekehan lirih.
            Keduanya kembali melanjutkan langkah menuju ke luar gedung. Junsu tadi sudah menelepon supir mereka agar bersiap menjemput mereka di pintu depan gedung.
            “Jae, yakin mau keluar lewat pintu depan? Tidak di basement saja?” tanya Junsu.
Jaejoong melirik Junsu sekilas sambil mengulum sebuah senyum, “Eum,” sahutnya yakin lalu menganggukkan kepala, “Tidak apa kok, hyung, tidak perlu khawatir.”
            “Tapi wartawan mungkin sudah menunggu di sana loh.”
            “Gwaenchana,” ujar Jaejoong, berusaha meyakinkan Junsu kalau semuanya akan baik-baik saja, “Lagipula mungkin ini akan jadi foto terakhirku yang dijepret oleh para wartawan.”
            Junsu hanya mendengus pelan mendengar jawaban Jaejoong. Mungkin ada benarnya juga. Setelah ini Jaejoong tidak akan muncul lagi di televisi. Dia sudah meninggalkan statusnya sebagai artis di bidang tarik suara. Tidak akan ada lagi kemunculannya di acara-acara musik. Tidak ada lagi variety show yang akan mengundangnya menjadi guest. Dan perlahan namun pasti pemberitaannya di media akan semakin berkurang.
            Junsu menghela napas pelan. Memikirkan Jaejoong yang berhenti menjadi penyanyi entah kenapa membuatnya resah. Bukan tentang dirinya yang akan kehilangan pekerjaan sebagai seorang manajer. Akan tetapi resah memikirkan bagaimana kehidupan namja itu setelahnya.
            “Jae,” panggil Junsu.
            “Ne?”
            “Apa rencanamu setelah ini?” tanya Junsu langsung saja.
            “Hmm,” Jaejoong menggumam sejenak, tampak sedang berpikir, “Aku belum memikirkannya. Mungkin aku akan kembali tinggal dengan umma. Mengenai pekerjaan, aku belum merencanakannya.”
            Junsu memandang Jaejoong sekilas, sebelum kembali menatap lurus ke depan. Kakinya masih melangkah. Jarak dari ruang konferensi pers menuju ke pintu keluar memang tidak bisa dibilang dekat, tapi juga tidak jauh karena masih berada di lantai satu. Sesekali Junsu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, sekadar memastikan tidak ada wartawan yang memburu mereka. Meski ada bodyguard yang mendampingi, tapi waspada tetap perlu, bukan?
            “Kalau hyung sendiri bagaimana?” tanya Jaejoong kemudian, “Apa rencana hyung setelah ini?”
            Junsu mengerutkan dahinya sembari berpikir, “Aku sendiri juga belum memikirkannya,” jawabnya datar.
            Jaejoong tersenyum kecut mendengar jawaban Junsu, “Mian ya hyung. Karena keegoisanku ini hyung jadi kehilangan pekerjaan,” katanya, terbesit rasa bersalah pada kata-kata Jaejoong.
            Junsu dengan cepat mengibaskan telapak tangannya, “Tidak, tidak apa kok, Jaejoong-ah. Aku menghargai keputusanmu ini.”
            Jaejoong menatap Junsu dalam sebelum kemudian menyeletuk, “Kalau begitu nanti kita cari pekerjaan sama-sama ya, hyung.”
            Tawa Junsu langsung meledak, diikuti dengan tawa renyah Jaejoong, “Hahahaa. Iya, iya,” sahutnya.
            Kedua namja ini terus mengobrol dengan obrolan ringan yang mengiringi setiap langkah mereka. Pintu depan gedung 28 lantai ini sudah tampak di depan mereka. Dan di kejauhan mereka bisa melihat sebuah van hitam yang siap menjemput mereka.
            Begitu menginjakkan kaki di luar gedung ini, kedua namja ini siap untuk lembar baru dalam hidup mereka. Lembar baru yang akan mereka isi dengan banyak hal-hal baru.

*          *          *
-to be continued-

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

ABOUT ME

Foto saya
Im a HUMANOIDS, not A-N-D-R-O-I-D~! I ♥ TVXQ. Fan of Lee Min Ho. Support VR46. Love watching SHINHWA Broadcast. :) me YUNJAE-shipper. not really into KPOP, but interest in JPOP esp ARASHI. member of GARUDA SIPIL 2013. ALWAYS KEEP THE FAITH!