SKANDAL
Chapter 10
-xxx-
Two days later
Seoul, 01.16 p.m
Kim Jaejoong duduk dengan
gelisah di ruang tunggu. Berkali-kali dia mengubah posisi duduknya, bangkit
berdiri lalu berjalan mondar-mandir di ruangan seluas 4 x 4 meter tersebut.
Matanya beberapa kali melirik ke jam tangan yang ada di pergelangan tangan kirinya.
Kedua tangannya bertaut dan saling meremas. Jantungnya berdegup cukup cepat tak
beraturan. Bulir-bulir keringat di pelipisnya membuat Jaejoong harus menyekanya
dengan sapu tangan beberapa kali. Kim Jaejoong sedang merasa gugup sekarang.
Bagaimana tidak gugup?
Saat ini dia sedang menunggu waktu untuk memulai konferensi pers yang sudah dia
dan Junsu atur diam-diam tanpa sepengetahuan agensinya. Ini memang bukan
konferensi pers-nya yang pertama, tapi entah kenapa Jaejoong merasa sangat
gugup sekarang. Sekalipun sudah memantapkan hati dan mempersiapkan segala sesuatunya,
tapi tetap saja kegugupan dan kegelisahan melanda Jaejoong hingga detik ini.
Rasa gugup ini bukan karena
tindakannya yang termasuk dalam tindakan melanggar peraturan agensinya, melainkan
gugup karena yang akan Jaejoong lakukan sekarang adalah sesuatu yang besar dan
bukan masalah sepele. Jaejoong sudah tidak terlalu peduli dengan agensinya itu,
otaknya terlalu sibuk memikirkan apa yang akan terjadi saat dan setelah
konferensi pers ini berlangsung. Mungkin lebih pada antisipasi diri.
Kalau dipikirkan lagi,
yang dilakukan Jaejoong ini mungkin bisa disebut sebagai tindakan mengkhianati
agensi yang telah berperan banyak dalam membesarkan namanya dalam industri
musik Korea Selatan hingga sekarang. Terdengar seolah Jaejoong tidak tahu diri,
bak kacang lupa kulitnya. Jaejoong tidak memungkiri, bila bukan karena
agensinya, mungkin dia tidak bisa berada di posisi ini sekarang. Tapi masalah
sekarang bukan tentang balas budi atau semacamnya, melainkan soal apa yang
benar dan apa yang salah.
Jaejoong mendudukkan
tubuhnya lagi di sofa berukuran sedang yang ada di ruangan itu setelah berjalan
tak tentu mengelilingi ruangan. Berusaha mengusir kegelisahan, Jaejoong
menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Hal itu dia lakukan
sampai beberapa kali.
Jaejoong berdiri lagi,
lalu kembali melihat jam tangannya. Kakinya mulai melangkah lagi sembari mengingat-ingat
apa saja yang akan dikatakannya nanti di depan para wartawan. Semalaman Jaejoong
sudah menyusun kata-kata untuk diucapkannya siang ini, maka dari itulah jangan
sampai ada hal yang terlewatkan olehnya. Hal yang tidak perlu pun tidak
seharusnya dikatakan. Cukup bicara seperlunya saja.
Jaejoong sedang sibuk
merapal kata-kata yang sudah disusunnya ketika kemudian terdengar suara pintu
diketuk. Kaki Jaejoong seketika berhenti bergerak dan pandangannya menatap
lurus ke arah pintu. Sedetik kemudian, pintu mengayun terbuka dan Kim Junsu
masuk ke dalam.
Dengan sebuah tablet di
tangannya, Junsu berjalan menghampiri Jaejoong. Keduanya hanya terdiam untuk
waktu yang cukup lama. Saling menatap dan berusaha menyelami perasaan
masing-masing. Tak dapat dipungkiri, Junsu juga merasa sangat gugup sekarang.
Perasaannya campur aduk, hampir sama seperti yang Jaejoong rasakan.
“Sudah waktunya, Jaejoong-ah,” kata Junsu beberapa saat kemudian.
Jaejoong menarik napas,
diikuti dengan sebuah anggukan. Junsu kemudian berbalik dan melangkah menuju
pintu, dengan Jaejoong yang mengikuti di belakangnya. Keduanya berjalan
meninggalkan ruang tunggu menuju ke ruang tempat konferensi pers akan
dilakukan.
Kedua namja ini berjalan dalam diam. Hanya ada suara derap langkah
teratur milik mereka yang mengiringi. Terlalu banyak hal yang berkelebatan
dalam pikiran mereka masing-masing, membuat tak sepatah kata pun keluar dari
bibir mereka.
Ruang tempat konferensi
pers tak jauh dari ruang tunggu Jaejoong. Hanya butuh kurang dari 3 menit untuk
sampai di sana. Ada beberapa orang bodyguard
dengan pakaian serba hitam yang berjaga di sekitar ruang tersebut, 2 di
antaranya berjaga di samping pintu.
Junsu menghentikan
langkahnya tepat di depan pintu masuk. Jaejoong ikut menghentikan langkahnya
dan menatap punggung Junsu. Sedetik kemudian, Junsu membalikkan badannya
menghadap Jaejoong. Keduanya kembali saling berpandangan dalam diam.
Jantung Jaejoong masih
berdegup cukup cepat. Kegugupannya dan kegelisahannya belum hilang. Namun meski
begitu, Jaejoong memaksakan seulas senyum di wajahnya, senyum tipis yang
bermaksud mengisyaratkan kalau dirinya baik-baik saja.
Junsu hanya membalasnya
dengan sebuah senyum kecut. Dia tidak tahu ini hal yang memang benar untuk
dilakukan atau bukan dan memikirkan itu membuat Junsu jadi merasa serba salah
pada Jaejoong.
“Ayo, hyung, mereka pasti sudah menunggu,” ujar Jaejoong pelan, masih
dengan senyum tipis di wajahnya.
Junsu menghembuskan napas
kuat-kuat, sebelum kemudian mengangguk lemah. Dia berbalik, lalu meraih gagang
pintu di depannya. Junsu menarik napas dalam, dan dengan segenap hati yang
telah dimantapkannya, Junsu mulai membuka pintu itu.
Jaejoong mengangkat
dagunya begitu melihat daun pintu yang mengayun terbuka. Suara riuh rendah
langsung menyambutnya, diiringi dengan suara kilatan kamera yang tentu saja
mengarah padanya.
Junsu melangkah masuk ke
dalam ruangan yang sudah dipenuhi oleh wartawan dari berbagai media itu,
kemudian berdiri di samping pintu sembari menahan gagang pintunya dan sedikit
menggeser posisi berdirinya untuk memberi jalan masuk bagi Jaejoong.
Jaejoong memejamkan
matanya untuk beberapa detik sambil mengambil napas dalam-dalam. Jaejoong terus
menyemangati dirinya sendiri dalam hati, sampai kedua kelopak matanya terbuka
dan kakinya mulai melangkah masuk.
Suara riuh para
wartawan terdengar makin jelas memenuhi
ruangan yang cukup luas ini. Kilat kamera tak hentinya mengarah pada Jaejoong
yang mulai berjalan menuju sebuah meja dan kursi berukuran sedang yang hanya
ada satu-satunya di bagian depan ruangan.
Jaejoong menghentikan
langkahnya dan berdiri di samping meja, setelah itu menundukkan badannya dalam.
Tangannya kemudian menarik kursi yang ada di balik meja dan duduk di sana.
Sembari mencari posisi duduk yang paling nyaman, Jaejoong sedikit merapikan jas
yang dikenakannya. Dengan sebuah dehaman pelan, Jaejoong meraih mic yang ada di atas meja dan
mendekatkannya ke mulutnya.
“Selamat siang. Terima
kasih atas kesediaan rekan-rekan media sekalian untuk datang di acara
konferensi pers siang ini,” kata Jaejoong, lalu Kepalanya menundukkan kepalanya
untuk beberapa saat.
Jaejoong menatap ke
sekeliling ruangan. Ruangan dengan dinding berwarna coklat muda yang dilengkapi
dengan hiasan bunga secukupnya di sekelilingnya, dipenuhi oleh wartawan yang
sudah Junsu undang. Seluruh mata serta kamera yang ada di ruangan itu menatap
fokus ke arahnya, termasuk Junsu yang berdiri di samping tak jauh dari tempat
Jaejoong duduk.
Meski ekspresinya tampak
serius dan terlihat datar saja, sebenarnya berbagai perasaan dan pikiran
berkecamuk dalam diri Junsu, termasuk sorot matanya yang menatap khawatir serta
penuh antisipasi ke arah Jaejoong.
Jaejoong menarik napas
sejenak, sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya, “Pada kesempatan kali ini,
saya akan membuat sebuah pernyataan,” Jaejoong menarik napas lagi, “Mungkin
pernyataan ini akan cukup mengejutkan dan terdengar sangat mendadak. Akan
tetapi, saya pribadi sudah memikirkannya secara matang-matang dengan kepala
dingin. Saya berharap, rekan-rekan media dan juga masyarakat luas dapat
menerimanya dengan pikiran terbuka.”
Suara gumaman dari setiap
orang yang ada di ruangan itu langsung terdengar begitu Jaejoong menyelesaikan
kalimatnya. Semuanya sibuk berasumsi dan menerka apa yang dimaksudkan oleh
Jaejoong. Sementara Jaejoong memilih untuk diam beberapa saat sampai suasana
kembali kondusif untuk melanjutkan kalimatnya.
“Saya, Kim Jaejoong,
memutuskan untuk mundur dari dunia hiburan.”
Suara gumaman yang sudah
memenuhi ruangan sejak tadi kini terdengar makin jelas. Para wartawan saling
berpandangan satu sama lain sembari melontarkan pendapat dan juga pertanyaan
yang melintas di benak mereka saat itu juga.
Suasana menjadi makin
riuh, membuat Junsu berdiri gelisah sambil meremas-remas kedua tangannya.
Kepalanya menoleh sedikit dan matanya menatap ke arah Jaejoong.
Jaejoong terlihat tenang.
Wajahnya masih terangkat dan matanya menatap lurus ke depan. Sorot matanya
tajam sekaligus mantap, penuh dengan keyakinan serta keteguhan. Kedua belah
bibirnya terkatup rapat tanpa sepatah kata yang keluar, tak ingin meredakan
keriuhan dan memilih untuk membiarkan wartawan saling berceloteh sendiri.
“Apa maksud Anda, Kim
Jaejoong-sshi?” tanya seorang
wartawan wanita bertubuh tinggi sembari mengangkat tangan kanannya, membuat
suasana hening seketika.
Jaejoong hanya diam.
Matanya menatap lurus ke arah wanita itu, sementara wanita itu menatapnya
dengan tatapan penuh ingin tahu. Jemari wanita tersebut bersiap di atas keyboard laptop yang ada di hadapannya,
supaya dia bisa segera mengetikkan kata-kata yang akan keluar dari mulut
Jaejoong.
“Apa Anda akan berhenti
menjadi penyanyi?”
“Kenapa mendadak Anda
memutuskan hal itu?”
“Apakah hal ini terkait
dengan kasus skandal Anda dengan aktris Wang Jihye?”
“Benarkah ada ‘orang
dalam’ yang terlibat di balik kasus skandal tersebut?”
Berbagai pertanyaan
langsung berloncatan keluar dari mulut setiap wartawan yang ada di ruangan itu
tanpa terkendali. Suara mereka terdengar saling berusaha mendahului, membuat
pertanyaan yang mereka ucapkan menjadi tumpang tindih dan terdengar tak terlalu
jelas.
Suasana yang cukup rusuh
itu membuat Junsu semakin gelisah. Rasanya dia ingin melakukan sesuatu,
setidaknya sebuah usaha kecil untuk mendiamkan para wartawan agar suasana tidak
terlalu ramai dan bisa memberikan kesempatan bagi Jaejoong untuk bicara. Tetapi
tak ada yang bisa dilakukannya sekarang.
Kemarin malam Jaejoong
berkata padanya bahwa konferensi pers kali ini akan dia tangani sendiri.
Jaejoong pun sudah mengatakan dengan jelas dan tegas agar Junsu tak usah ikut
bicara di sana. Jaejoong bilang akan mengurus dan menanggapi para wartawan itu
sendiri dan Junsu tak perlu ikut turun tangan kecuali soal pengamanan tempat
dan dirinya.
Alhasil, sekarang Junsu
hanya bisa mendesah pelan melihat Jaejoong yang masih diam memandang ka arah
wartawan yang juga masih sibuk dengan lontaran pertanyaan mereka.
“Saya akan menghentikan
semua kegiatan saya di dunia entertainment,
termasuk kegiatan saya sebagai seorang penyanyi,” kata Jaejoong begitu dirasa
suasana sudah sedikit menjadi kondusif untuknya angkat bicara.
“Apakah ini atas perintah
agensi Anda?”
“Lalu bagaimana dengan
kontrak yang telah Anda tanda tangani bersama dengan agensi Anda?”
“Apa yang akan Anda
lakukan setelah berhenti menjadi penyanyi?”
Para wartawan yang kaget
mendengar pernyataan yang dibuat Jaejoong, sepertinya tampak sangat bersemangat
dan dipenuhi rasa ingin tahu yang tinggi, membuat mereka tak lagi menghiraukan
satu sama lain. Masing-masing sibuk mengajukan pertanyaan yang muncul dalam
benak mereka dan itu dilakukan demi kepentingan berita mereka, tanpa peduli
lagi pada urutan bertanya atau bagaimana tata cara yang seharusnya dilakukan
untuk bertanya dalam sebuah konferensi pers.
Jaejoong pun hanya diam
melihat puluhan wartawan yang tampak sibuk dengan pertanyaan masing-masing.
Jaejoong memang tidak berencana untuk menjawab pertanyaan dari wartawan dalam
konferensi pers ini. Yang dilakukannya hanya mengeluarkan pernyataan bahwa dia
akan mundur sebagai artis dan menjelaskan situasi secukupnya.
“Keputusan untuk mundur
dari dunia hiburan yang telah membesarkan nama saya hingga sampai pada titik
ini bukanlah keputusan yang mudah untuk diambil,” ujar Jaejoong yang langsung
membuat suasana di ruangan hening seketika, “Namun meski sulit, saya sudah
memikirkannya baik-baik. Pun juga dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan
reaksi serta risiko yang mungkin terjadi dari segala sudut pandang. Saya yakin
dengan keputusan yang saya ambil ini. Untuk itulah, saya ada di tempat ini
sekarang untuk menyampaikannya pada masyarakat luas melalui rekan-rekan media.”
Wartawan yang sejak tadi
sibuk mengajukan pertanyaan kini menutup mulutnya rapat dan memasang telinga
mereka lebar-lebar, siap untuk mendengarkan kata-kata Jaejoong selanjutnya.
Jari-jari mereka tak lepas dari keyboard
laptop, membuat samar-samar terdengar suara ketikan. Begitu pula dengan shutter kamera yang tak jauh dari
jari-jari para camera-men, membuat suara jepretan berkali-kali
mengisi ruangan yang hening. Semua mata fokus menatap Jaejoong.
“Saya mengambil keputusan
ini, tentu bukan tanpa alasan. Akan tetapi, alasan tersebut lebih pada alasan
pribadi yang tidak bisa saya ungkapkan di sini,” lanjut Jaejoong yang diiringi
kembali oleh suara gumaman bernada tidak puas yang berasal dari para wartawan.
Suasana kembali ramai
ketika salah seorang wartawan mengajukan pertanyaan lagi pada Jaejoong, dan
kali ini menyangkut tentang kejelasan statusnya dengan Wang Jihye.
“Apa Anda mundur sebagai
artis karena tidak tahan dengan pemberitaan media terkait kasus skandal Anda
dengan aktris Wang Jihye?”
“Bagaimana hubungan Anda
yang sebenarnya dengan Wang Jihye?”
“Apakah Wang Jihye juga
berniat berhenti dari dunia artis?”
“Jadi selama ini Anda
benar memiliki hubungan dengan Wang Jihye?”
“Apakah ada unsur
kesengajaan dalam kasus tersebut?”
“Mohon berikan klarifikasi
mengenai kasus skandal Anda, Kim Jaejoong-sshi.”
Jaejoong menarik napas
lagi untuk kesekian kalinya. Berkali-kali dia berusaha menenangkan dirinya,
agar tidak terbawa oleh emosi serta perasaannya.
Sekelebat bayangan wajah
Wang Jihye tiba-tiba muncul dalam benaknya, membuat Jaejoong lagi-lagi menarik
napas dalam. Benar, dia sudah memutuskan untuk tidak lagi melibatkan apalagi
mempersulit seseorang yang sudah dia anggap teman itu. Maka dari itulah, di
konferensi pers ini Jaejoong tidak berniat menyinggung terlalu banyak mengenai
skandal mereka. Biarlah nanti itu akan menjadi urusan agensinya. Urusannya
sekarang hanya melepaskan Wang Jihye dari kasus skandal ini, yang Jaejoong
harap akan ikut lenyap bersamaan dengan menghilangnya namanya dari panggung
dunia entertainment.
“Mengenai kasus skandal
saya dengan aktris Wang Jihye, saya tidak akan memberi komentar apa pun. Saya
tidak akan membenarkan skandal itu, juga tidak akan menyangkalnya,” kata
Jaejoong.
Suara gumaman diiringi
dengan desah kecewa dan tidak puas kembali meluncur dari para wartawan. Justru
bagian terpentingnya adalah mengenai kebenaran dan kelanjutan skandal antara
Kim Jaejoong dan Wang Jihye, tapi kenapa namja
tampan itu memilih untuk bungkam. Jelas hal tersebut membuat kecewa dari para
wartawan.
Junsu tak melepaskan
pandangannya sedikit pun dari Jaejoong sejak tadi. Matanya menatap lekat ke
arah Jaejoong. Walaupun dia merasa khawatir dan juga cemas, tapi entah mengapa
Junsu juga merasa lega mendengar setiap kata yang meluncur dari bibir Jaejoong.
Apalagi dengan wajah Jaejoong yang terlihat tenang tanpa beban, Junsu menjadi
semakin yakin bahwa memang momen inilah yang sejak lama dinantikannya.
Jaejoong mengedarkan
pandangannya ke seluruh ruangan. Matanya menatap ke arah wartawan yang sibuk
berceloteh dan bergumam. Doe eyes-nya
juga sesekali menatap bergantian ke arah kamera yang tertuju padanya.
Sebenarnya bukan hanya kamera wartawan yang ada di sini, tapi juga ada kamera
stasiun televisi yang memang menyiarkan konferensi pers ini secara langsung.
Jaejoong menghirup oksigen
banyak-banyak untuk memenuhi rongga paru-parunya, sebelum kemudian kembali
berkata, “Wang Jihye, adalah seorang rekan dalam dunia entertainment sekaligus seorang teman,” kata Jaejoong yang diikuti
dengan seulas senyum tipis, “Dia memiliki pribadi yang baik dan menarik.
Kemampuan dan bakatnya di bidang akting pun kini sudah banyak diakui. Aku yakin
dengan semangat serta kemauannya sekarang ini, dia masih bisa terus dan terus
berkembang menjadi lebih baik lagi. Aku akan sangat menantikan karya besarnya
suatu hari nanti yang pasti akan jadi hit.”
Para wartawan yang merasa
kurang puas dengan penjelasan Jaejoong langsung melancarkan
pertanyaan-pertanyaan lagi dan seketika itu juga suasana dalam ruangan
konferensi pers menjadi riuh. Junsu yang tidak tahan lagi hanya berdiam diri
baru akan bertindak untuk menenangkan wartawan yang terlihat tidak sabar ketika
Jaejoong angkat bicara kembali.
“Saya, Kim Jaejoong, ingin
mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
saya hingga detik ini. Kepada keluarga serta fans-fans yang selalu
memberikan dorongan dan semangat serta cinta kalian yang begitu besar kepadaku,
terima kasih banyak. Juga kepada agensi yang telah membesarkan nama saya hingga
menjadi seperti sekarang, terima kasih banyak,” kata Jaejoong dengan sebuah
senyum menghiasi wajahnya, senyum tulus yang mampu menghangatkan hati siapa
pun, “Saya tidak akan ada di sini sekarang, sebagai seorang penyanyi bernama
Kim Jaejoong, bila bukan karena kalian semua. Terima kasih.”
Mata Junsu tiba-tiba
memanas begitu mendengar ucapan terima kasih dari Jaejoong. Rasanya begitu
menyentuh dan juga mengharukan.
Para wartawan juga
sepertinya ikut larut dalam perasaan. Mereka berhenti mengajukan pertanyaan dan
menyimak baik-baik setiap kata yang meluncur keluar dari mulut Jaejoong.
Sebersit rasa simpati memenuhi hati mereka, yang mungkin timbul karena
kata-kata Jaejoong yang terdengar begitu tulus.
Jaejoong yang merasa beban
berat di pundaknya hampir menghilang seluruhnya, terus menyunggingkan seulas
senyum sembari melanjutkan kalimatnya, “Saya juga ingin memohon maaf yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang mungkin telah dirugikan atau merasa
sakit hati, atas semua kesalahan, baik yang disengaja atau pun bukan, yang
telah saya perbuat hingga saat ini. Dan yang tak kalah penting, kepada seluruh
masyarakat terutama fans, saya mohon
maaf yang sebesar-besarnya karena telah meresahkan, mengecewakan, atau juga
membuat kalian semua sakit hati karena kasus skandal tersebut. Maaf karena saya
sudah banyak merepotkan. Saya benar-benar mohon maaf yang sebesar-besarnya
kepada kalian semua.”
Jaejoong segera
menundukkan kepalanya dalam-dalam ke arah wartawan begitu menyelesaikan
kalimatnya. Jaejoong berdiam dalam posisi itu untuk beberapa detik, sebelum
kemudian mengangkat kepalanya lagi. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan
yang sunyi itu. Dan Jaejoong tak kuasa untuk menahan senyumnya ketika matanya
bertemu pandang dengan Junsu yang sedang menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Jaejoong tersenyum sembari
menatap Junsu cukup lama. Mencoba untuk mengatakan lewat sorot matanya bahwa
dia baik-baik saja dan Junsu pun harus baik-baik saja. Rasanya ada rasa haru
yang memenuhi hatinya sekarang.
Jaejoong menarik napas
lagi dan kembali melemparkan pandangannya ke arah wartawan yang masih
menatapnya lekat, “Terima kasih atas kesediaan dan partisipasi rekan-rekan
media sekalian pada konferensi pers kali ini. Terima kasih kepada masyarakat
yang telah rela menyisihkan waktunya sejenak untuk mendengar sepatah dua patah
kata dari saya. Maaf karena saya tidak bisa menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan
oleh rekan-rekan media semua. Sekali lagi terima kasih banyak.”
Jaejoong lalu bangkit
berdiri. Terdengar suara derit kursi ketika Jaejoong berdiri dan membuat semua
wartawan menatap Jaejoong bingung. Apakah konferensi pers-nya sudah selesai?
Hanya sampai di sini saja?
Jaejoong menggeser
posisinya hingga berdiri di samping meja. Matanya menatap lurus ke depan,
melihat ke kerumunan wartawan yang ada di hadapannya. Sebuah senyum kembali
menghiasi wajahnya, sebelum kemudian Jaejoong membungkukkan badannya
dalam-dalam sebagai ungkapan hormat, terima kasih, sekaligus ucapan maaf yang
mendalam dia ungkapkan dari lubuk hatinya.
Jaejoong menegakkan
tubuhnya sekitar 5 detik kemudian. Kakinya lalu mulai melangkah meninggalkan
tempat berdirinya tadi. Junsu yang tak sedikit pun melepas pandangannya dari
Jaejoong, segera menghampiri namja
itu dan berjalan beriringan tepat di samping Jaejoong. Dengan sigap pula 3 orang
dari beberapa bodyguard yang sejak
tadi bertugas menjaga keamanan kini mendampingi Jaejoong meninggalkan tempat
konferensi pers tersebut.
Wartawan yang melihat
Jaejoong mulai meninggalkan tempat seketika bangkit dari duduknya dan langsung
mengejar Jaejoong. Dengan berbagai alat di tangan mereka seperti tape recorder dan mic, mereka langsung memberondong Jaejoong dengan berbagai
pertanyaan, meski tadi Jaejoong sudah mengatakan tidak akan menjawab pertanyaan
apa pun.
Kamera pun tak melepaskan
Jaejoong yang beranjak pergi begitu saja. Kilat blitz yang mengarah ke Jaejoong terus mengikuti namja yang kini sudah dikelilingi oleh
para bodyguard. Bodyguard yang lain juga berusaha menghalau serbuan wartawan dan
memberikan jalan agar Jaejoong bisa keluar.
Keadaan cukup ricuh dan
semakin di luar kendali karena wartawan yang terus mengejar Jaejoong. Tampaknya
masih terlalu banyak hal yang Jaejoong biarkan menggantung begitu saja tanpa
alasan yang jelas, membuat para wartawan itu terus menuntut jawaban darinya.
Junsu yang sedari tadi berjalan
di samping Jaejoong kini dengan sigap melingkarkan lengannya di pundak namja itu, berusaha melindunginya.
Dengan susah payah dan cukup memakan waktu serta energi, akhirnya Jaejoong bisa
keluar dari ruangan konferensi pers tersebut. Bodyguard yang berjaga di samping pintu segera memblokir jalan
keluar agar para wartawan tidak bisa mengejar Jaejoong. Sementara 2 orang bodyguard di antaranya berjalan di
belakang Jaejoong dan Junsu, mengawal keduanya sampai masuk keluar gedung dan
masuk ke dalam mobil.
Setelah keadaan dirasa
aman dan terkendali, Junsu menghela napas lega dan mulai memperlambat
langkahnya. Jaejoong yang berjalan di sampingnya ikut memperlambat langkah
mereka yang memang tergesa-gesa sejak keluar dari ruang konferensi pers tadi,
bermaksud menghindar dari kejaran wartawan.
“Fiuh, syukurlah,” ujar
Junsu sembari tangannya mengelap sedikit peluh yang membasahi dahinya.
Jaejoong menolehkan
kepalanya ke samping dan menatap Junsu, lalu tersenyum kecil. Jelas sekali
ekspresi lega bercampur senang yang tampak di wajah manajernya itu.
Jaejoong pun merasakan hal
yang sama. Langkahnya sekarang ini terasa ringan. Beban yang menggelayutinya
selama ini sepertinya memang sudah menghilang tepat setelah Jaejoong
mengutarakan keinginannya pada masyarakat Seoul melalui acara konferensi pers
tadi. Keinginan untuk lepas dari semua penat serta problematika hidupnya
sebagai seorang artis. Keinginan untuk menutup kasus skandalnya rapat-rapat.
Dan keinginan untuk kembali pada Jung Yunho.
“Hyung,” panggil Jaejoong, membut Junsu menengokkan kepalanya, “Gomawo,” katanya pelan, “Dan maaf karena
selama ini sudah sering merepotkan hyung,”
imbuhnya.
Junsu tersenyum menatap Jaejoong kemudian menepuk pundak Jaejoong cukup
keras, “Aish kau ini, tidak usah
bilang seperti itu segala. Aku ‘kan bukan orang asing,” katanya sembari tertawa
pelan.
Jaejoong ikut tertawa
pelan, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke depan sembari berkata, “Tidak, hyung, aku serius. Terima kasih banyak.
Dan maaf atas semua kesalahan dan kerepotan yang kuperbuat selama ini.”
Junsu menatap Jaejoong
lekat, “Eum,” ujarnya sambil menganggukkan kepala, “Sama-sama, Jaejoong-ah. Maafkan aku juga ya kalau selama ini
aku banyak salah kepadamu. Terima kasih juga atas pekerjaan sebagai manajer
yang telah kau berikan padaku ini,” lanjutnya lalu membungkuk dalam-dalam ke
arah Jaejoong.
Jaejoong yang kaget
melihat Junsu tiba-tiba membungkukkan badan hanya bisa kelabakan, “Yah hyung, tidak perlu sampai seperti
ini,” katanya sambil buru-buru mengangkat bahu Junsu.
Junsu hanya tertawa pelan
melihat Jaejoong, “Habisnya, kau yang duluan mulai bicara serius begitu ‘kan?”
“Dasar hyung ini,” desis Jaejoong yang diakhiri
dengan sebuah kekehan lirih.
Keduanya kembali
melanjutkan langkah menuju ke luar gedung. Junsu tadi sudah menelepon supir
mereka agar bersiap menjemput mereka di pintu depan gedung.
“Jae, yakin mau keluar
lewat pintu depan? Tidak di basement
saja?” tanya Junsu.
Jaejoong melirik Junsu sekilas sambil mengulum sebuah senyum, “Eum,”
sahutnya yakin lalu menganggukkan kepala, “Tidak apa kok, hyung, tidak perlu khawatir.”
“Tapi wartawan mungkin
sudah menunggu di sana loh.”
“Gwaenchana,” ujar Jaejoong, berusaha meyakinkan Junsu kalau
semuanya akan baik-baik saja, “Lagipula mungkin ini akan jadi foto terakhirku yang
dijepret oleh para wartawan.”
Junsu hanya mendengus
pelan mendengar jawaban Jaejoong. Mungkin ada benarnya juga. Setelah ini
Jaejoong tidak akan muncul lagi di televisi. Dia sudah meninggalkan statusnya
sebagai artis di bidang tarik suara. Tidak akan ada lagi kemunculannya di
acara-acara musik. Tidak ada lagi variety
show yang akan mengundangnya menjadi guest.
Dan perlahan namun pasti pemberitaannya di media akan semakin berkurang.
Junsu menghela napas
pelan. Memikirkan Jaejoong yang berhenti menjadi penyanyi entah kenapa
membuatnya resah. Bukan tentang dirinya yang akan kehilangan pekerjaan sebagai
seorang manajer. Akan tetapi resah memikirkan bagaimana kehidupan namja itu setelahnya.
“Jae,” panggil Junsu.
“Ne?”
“Apa rencanamu setelah
ini?” tanya Junsu langsung saja.
“Hmm,” Jaejoong menggumam
sejenak, tampak sedang berpikir, “Aku belum memikirkannya. Mungkin aku akan
kembali tinggal dengan umma. Mengenai
pekerjaan, aku belum merencanakannya.”
Junsu memandang Jaejoong
sekilas, sebelum kembali menatap lurus ke depan. Kakinya masih melangkah. Jarak
dari ruang konferensi pers menuju ke pintu keluar memang tidak bisa dibilang
dekat, tapi juga tidak jauh karena masih berada di lantai satu. Sesekali Junsu
mengedarkan pandangannya ke sekeliling, sekadar memastikan tidak ada wartawan
yang memburu mereka. Meski ada bodyguard
yang mendampingi, tapi waspada tetap perlu, bukan?
“Kalau hyung sendiri bagaimana?” tanya Jaejoong
kemudian, “Apa rencana hyung setelah
ini?”
Junsu mengerutkan dahinya
sembari berpikir, “Aku sendiri juga belum memikirkannya,” jawabnya datar.
Jaejoong tersenyum kecut
mendengar jawaban Junsu, “Mian ya hyung. Karena keegoisanku ini hyung jadi kehilangan pekerjaan,”
katanya, terbesit rasa bersalah pada kata-kata Jaejoong.
Junsu
dengan cepat mengibaskan telapak tangannya, “Tidak, tidak apa kok, Jaejoong-ah. Aku menghargai keputusanmu ini.”
Jaejoong menatap Junsu
dalam sebelum kemudian menyeletuk, “Kalau begitu nanti kita cari pekerjaan
sama-sama ya, hyung.”
Tawa Junsu langsung
meledak, diikuti dengan tawa renyah Jaejoong, “Hahahaa. Iya, iya,” sahutnya.
Kedua namja ini terus mengobrol dengan obrolan ringan yang mengiringi
setiap langkah mereka. Pintu depan gedung 28 lantai ini sudah tampak di depan
mereka. Dan di kejauhan mereka bisa melihat sebuah van hitam yang siap menjemput mereka.
Begitu menginjakkan kaki
di luar gedung ini, kedua namja ini
siap untuk lembar baru dalam hidup mereka. Lembar baru yang akan mereka isi
dengan banyak hal-hal baru.
* * *
-to be continued-
0 komentar:
Posting Komentar