SKANDAL
Chapter 3
-xxx-
Suasana koridor sekolah setelah bel
masuk berbunyi tampak lengang. Terkadang hanya ada beberapa guru, siswa, atau
petugas kebersihan yang lewat. Selebihnya, semua orang berada di dalam kelas.
Namun suasana koridor yang hening
sedikit terusik dengan adanya suara derap langkah kaki. Seorang namja berumur 20-an, yang merupakan guru
biologi di sekolah ini tampak sedang berjalan-jalan di koridor dengan santai,
sembari sesekali menyesap segelas kopi yang ada di tangannya. Park Yoochun,
begitu nama lengkap namja bersuara husky ini, mengisi kegiatannya dengan
berjalan-jalan santai, karena dia tidak ada jam mengajar pagi ini. Kakinya
melangkah menyusuri koridor yang sepi. Matanya sesekali menengok ke dalam kelas
dan menyapa guru-guru yang sedang mengajar dengan sebuah anggukkan.
“Hah~” Yoochun menghela napas pelan.
Sebenarnya dia juga bosan harus
jalan-jalan sendirian seperti ini, tapi cuma duduk di ruang guru itu lebih membosankan. Biasanya
dia sering menghabiskan waktu luang bersama sahabatnya yang seorang guru
matematika, Jung Yunho. Tapi sahabatnya itu ada jam mengajar pagi ini. Yoochun
meneruskan langkahnya dengan malas.
‘Mungkin duduk di taman lebih baik,’
pikir Yoochun, sambil melangkah menuju taman yang ada di samping sekolah.
Yoochun menghabiskan seteguk kopinya
dan membuangnya di tempat sampah yang berada di dekat pintu masuk ruang kelas
yang dilewatinya. Yoochun melongok sedikit ke dalam untuk melihat siapa guru
yang mengajar.
‘Oh, Yunho,’ batin Yoochun sambil
tersenyum ke arah sahabatnya yang sedang duduk di balik meja guru itu, berharap
sahabatnya itu melihatnya.
Namun senyum di wajah Yoochun hilang
ketika mendapati Yunho kini sedang menyangga kepalanya yang tertunduk dengan
telapak tangan kanannya, sementara jemarinya tampak memijit pelipisnya. Yoochun
maju beberapa langkah dan melihat lebih ke dalam. Suasana kelas yang hening dan
masing-masing dari mereka tampak sibuk mengerjakan sesuatu membuat Yoochun berasumsi bahwa mereka
sedang mengerjakan ulangan.
Yoochun mengernyit ketika matanya
menangkap beberapa siswa yang duduk di belakang saling melempar kertas
contekan. Hei, dia juga guru. Dan dia tidak suka melihat
murid yang menyontek. Segera dialihkan pandangannya kepada Yunho, mencoba melihat
tindakan apa yang akan Yunho lakukan.
Yoochun terkesiap kaget ketika
mendapati Yunho masih memijit-mijit kepala. Yunho tampak acuh pada murid-muridnya, tak peduli meski
beberapa dari mereka mulai menyontek saat ulangan. Atau… dia tidak tahu kalau ada yang menyontek? Tidak, itu
mustahil. Biasanya Yunho akan mengawasi murid-muridnya dengan tegas saat
ulangan. Bahkan ketika ada yang tertangkap basah sedang menyontek, Yunho tidak segan
untuk langsung merobek lembar jawab siswa itu.
Lalu, kenapa Yunho bersikap tak
seperti biasanya?
Yoochun mempertajam penglihatannya
dan mengamati Yunho lekat. Wajah Yunho memang terlihat lelah, tak seperti
biasanya. Waktu Yoochun menyapa Yunho tadi pagi di ruang guru, Yunho juga
terlihat lemas.
‘Apa ada yang sedang mengganggu
pikirannya?’ batin Yoochun sambil berjalan meninggalkan kelas itu. Dia tidak
mau terlalu lama berdiri di sana dan nantinya malah mengganggu kegiatan belajar-mengajar.
‘Mungkinkah ini berhubungan dengan
Jaejoong?’
* * *
“Yak, Jung Yunho!” panggil Yoochun
ketika melihat Yunho berjalan masuk ke ruang guru.
Yunho melirik Yoochun sekilas,
kemudian melanjutkan langkahnya berjalan ke mejanya. Diletakkannya setumpuk
buku di atas meja. Baru saja Yunho ingin duduk dan sedikit mengistirahatkan
tubuhnya di kursi, seseorang menarik lengannya kuat.
“Setelah ini kau tidak ada jam
mengajar, ‘kan?”
tanya Yoochun sambil menggenggam erat lengan Yunho, menahan namja itu agar tidak duduk dulu.
“Tidak. Maka dari itu aku ingin
tidur sebentar disini. Aku lelah, Park Yoochun, dan aku sedang tidak ingin
bermain denganmu,” jawab Yunho ketus sembari memasang ekspresi kecut.
“Ikut denganku,” ujar Yoochun.
Ditariknya lengan Yunho dan dibawanya sahabatnya itu beranjak dari ruang guru.
“Yah~!
Park Yoochun! Lepaskan,” raung Yunho sambil mencoba melepaskan diri dari
Yoochun.
Beberapa guru lain yang ada di ruang
guru menatap mereka dengan tatapan bingung. Yoochun hanya mendengus pelan dan
tidak memedulikan Yunho yang terus berontak.
“Kau mau apa, Park Yoochun?” tanya
Yunho dengan nada kesal. Akhirnya dia menyerah dan pasrah saja mengikuti
langkah Yoochun. Dia tak punya cukup tenaga untuk berontak. Semalam dia kurang
tidur dan hari ini tubuhnya terasa lemas.
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu,” jawab
Yoochun singkat tanpa menoleh sedikit pun ke arah Yunho. Yunho mengerutkan
dahinya dan menatap Yoochun bingung.
“Kalau begitu, dibicarakan di ruang
guru saja bisa ‘kan?”
“Aish, sudahlah, jangan berisik
terus, Jung Yunho. Sekarang masih ada jam pelajaran, kau ingat itu ‘kan?”
Yunho memutuskan untuk mengunci
mulutnya dan hanya mengikuti langkah Yoochun saja. Semakin cepat urusan mereka
selesai, semakin cepat pula Yunho bisa tidur sejenak di ruang guru.
Yoochun baru melepaskan tangannya
dari lengan Yunho ketika mereka sampai di atap sekolah. Angin yang berhembus
cukup kencang langsung menyambur kedua namja
ini ketika mereka membuka pintu yang menghubungkan ke atap sekolah. Yoochun
melangkah pelan dan berhenti di tengah-tengah.
Yoochun kemudian membalikkan
tubuhnya dan menatap Yunho tajam, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, “Apa yang Kim Jaejoong
katakan padamu?” tanya Yoochun tiba-tiba.
Yunho tersentak kaget, alisnya
bertaut menatap Yoochun, “Apa maksudmu?”
“Kau menemui Kim Jaejoong, bukan?”
Yunho hanya diam, kepalanya menunduk
dalam. Kaki jenjangnya melangkah perlahan menuju ke samping, ke bagian dinding
setinggi 1
meter yang membatasi area atap sekolah. Tubuhnya disandarkan ke dinding,
sementara kedua sikunya bertumpu pada bagian atas dinding. Kepalanya menegadah,
menerawang ke langit biru tak berawan.
“Tidak ada yang dia katakan,” kata
Yunho lirih. Yoochun berjalan perlahan menuju ke tempat Yunho berdiri dalam
diam, membiarkan Yunho melanjutkan kalimatnya.
“Aku sudah mengetuk pintu dan
memanggil namanya, tapi dia tidak keluar untuk menemuiku,” lanjut Yunho, “Aku
yakin dia ada di dalam. Tapi…” Yunho menggantung kalimatnya. Ditariknya napas
dalam-dalam untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya.
Yoochun berdiri di samping Yunho dan
menyandarkan tubuhnya juga pada dinding. Matanya menatap lurus ke depan
sementara telinganya setia mendengar cerita Yunho.
“Mungkin memang dia tidak ingin
melihatku lagi. Dan kurasa… hubungan ini memang berakhir hanya sampai di sini.”
Yoochun terperangah kaget mendengar
kata-kata Yunho. Tanpa sadar tangannya meraih kerah baju Yunho dan menariknya
kuat, membuat Yunho berdiri tepat di depannya. Kedua bola matanya menatap Yunho
tajam. Sebelah tangannya yang terkepal hendak melayangkan sebuah pukulan ke
wajah sahabatnya itu.
Yunho yang tahu Yoochun akan
memukulnya memilih untuk tidak berontak sedikit pun. Dia tahu kalau dirinya memang pantas
mendapatkan itu. Mata bak musangnya balas menatap Yoochun. Terlihat jelas gurat
kemarahan di wajah tampan Park Yoochun.
“Yah,
Jung Yunho~!” seru Yoochun sambil mempererat cengkraman tangannya di kerah baju
Yunho, “Apa seperti ini sikap seorang Jung Yunho yang aku kenal?! Jung Yunho
yang kukenal bukanlah pengecut yang pesimistis seperti ini. Dia seorang yang tidak
mudah putus asa dan teguh pada pendiriannya,” ujar Yoochun lantang, tepat di
depan wajah Yunho.
Yunho menghela napas berat.
Kepalanya sedikit tertunduk untuk menyembunyikan ekspresi kepedihan di
wajahnya. Kepalan tangan Yoochun terangkat dan siap untuk memukul Yunho, namun
sedetik kemudian Yoochun mendengus kesal dan menurunkan kepalan tangannya. Dia
melepaskan cengkraman tangannya pada kerah Yunho dan sedikit menghentakkannya,
membuat Yunho mundur selangkah ke belakang.
Yoochun cepat-cepat membuang
mukanya, sementara Yunho menatapnya dengan perasaan bersalah karena telah
membuat Yoochun khawatir padanya sampai seperti ini.
“Mianhe,
Yoochun-ah,” ujar Yunho lirih.
Kepalanya menunduk dalam, matanya sibuk menekuri lantai.
Yoochun menolehkan kepalanya dan
menatap Yunho. Ada
sebersit rasa penyesalan yang menghampirinya ketika dia menyadari perbuatan
yang baru saja dilakukannya pada Yunho.
“Aku… aku pikir semuanya akan
baik-baik saja. Aku pikir Jaejoong masih…” lagi-lagi Yunho menggantung
kalimatnya. Dadanya kembali terasa sesak tiap kali dia memikirkan Kim Jaejoong.
Dia merasa kalut dan bingung, tak tahu harus bagaimana.
“Bukankah selama ini kau
mempercayainya? Bukankah sebelum skandal ini, tiap kali aku memberitahu gosip
tentang Kim Jaejoong, kau akan dengan tegas menyangkalnya dan mengatakan kalau
kau percaya pada Kim Jaejoong? Lalu sekarang apa?”
“Aku tidak tahu. Aku merasa
seharusnya semuanya tidak seperti ini. Tapi Jaejoong…”
“Yunho,” potong Yoochun, nada
suaranya rendah dan tegas. Matanya menatap lurus ke arah Yunho yang kini sudah mengangkat
kepala dan balas menatapnya. “Yakinkan dan buktikanlah kalau rasa percayamu pada Kim Jaejoong
selama ini tidak pernah salah.”
* * *
Jung Yunho menginjak pedal gas kuat,
membuat mobilnya melaju cukup kencang di jalanan kota
Seoul malam
ini. Meski jam hampir menunjukkan waktu tengah malam, tapi sepertinya penduduk Seoul masih enggan untuk
berhenti dari aktifitas mereka. Terlihat dari kondisi jalan yang maish ramai
dengan kendaraan.
Yunho menatap lurus ke depan.
Dikatupkannya rahangnya kuat-kuat. Kata-kata Yoochun siang tadi di atap sekolah
masih jelas membekas di pikirannya, membuat namja
bermarga Jung satu ini memutuskan untuk pergi ke rumah Jaejoong sekali lagi.
Dan kali ini dia tidak akan menyerah. Dia siap untuk melakukan apa saja, asal
dia bisa bertemu dengan kekasihnya.
‘Aku akan melindungimu, Jae,’ batin
Yunho sembari tangannya mencengkeram kuat stir mobil.
Perlahan Yunho menginjak pedal rem,
membuat roda-roda mobilnya bergerak lebih pelan dan akhirnya mobil hitam milik
Yunho berhenti beberapa meter dari rumah Kim Jaejoong. Dimatikannya mesin
mobilnya dan dilepaskannya sabuk pengaman dari tubuhnya. Diliriknya jam tangan
yang setia melingkar di pergelangan tangan kirinya sekilas.
Yunho mencoba merilekskan tubuhnya
dengan beberapa kali menghirup napas dalam-dalam. Mata sipitnya menatap tepat
ke arah rumah Jaejoong. Dengan kedua tanan yang terlipat di depan dada, Yunho
berusaha memikirkan langkah yang akan dia lakukan selanjutnya.
‘Apa aku harus kesana dan mengetuk
pintu? Atau langsung masuk saja? Aish, apa yang harus kulakukan sekarang,’
batin Yunho sembari mengacak rambutnya frustasi.
Yunho mengarahkan pandangannya ke
kaca spion yang ada di atasnya dan di sampingnya, mencoba mengamati keadaan di
sekeliling rumah Jaejoong. Tampak tidak ada wartawan bahkan seorang pun yang
terlihat. Yunho menaikkan retsleting jaketnya sampai ke dagu. Setelah
menghembuskan napas kuat-kuat, tangan Yunho bergerak untuk membuka pintu mobil
dan bersiap untuk keluar.
Tapi entah ada bisikan darimana,
Yunho menghentikan jemarinya yang sudah memegang kenop pintu. Mendadak dia
mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil dan pergi menemui Jaejoong. Yunho
mengerjapkan matanya beberapa saat sembari menimbang-nimbang pilihan yang ada
di hadapannya, keluar dari mobil dan menemui Jaejoong atau menunggu sejenak di
dalam mobil.
Perlahan jari-jari Yunho lepas dari
kenop pintu. Disandarkannya kembali punggungnya di kursi pengemudi, sementara
tangannya memukul stir mobil dengan cukup keras.
Yunho tidak banyak bergerak setelah
itu. Kedua tangannya masih memegang stir mobil dan matanya menatap rumah
Jaejoong lekat. Cukup lama Yunho terdiam di dalam mobilnya sementara pikirannya
mengembara entah kemana.
Yunho kembali tersadar dari lamunan
kosongnya ketika menangkap ada gerakan dari pintu rumah Jaejoong. Pintu itu
membuka perlahan. Yunho menegakkan tubuhnya dan mencondongkan tubuhnya ke
depan, sembari berusaha mempertajam penglihatannya, bersiap untuk
mengantisipasi apa pun yang terjadi setelah ini.
Tak berapa lama kemudian, tampak seorang
yeoja dengan rambut sebahu keluar
dari rumah Jaejoong, disusul oleh Jaejoong yang berdiri di ambang pintu. Mereka
berdua tampak berbicara satu sama lain, sampai akhirnya yeoja itu berjalan meninggalkan rumah Jaejoong menuju sebuah mobil
silver yang terparkir di seberang rumah Jaejoong. Jaejoong masih berdiri di
ambang pintu dan tampak sedang memperhatikan yeoja itu, sementara yeoja
itu memasuki mobilnya.
Yunho mengerjapkan matanya beberapa
kali sambil terus mengamati wanita itu. Rambut pendek sebahunya membuat Yunho
mengerutkan dahi, berusaha mengingat wajah yeoja
yang terasa tak asing bagi Yunho. Tunggu, jangan-jangan yeoja itu… Wang Jihye?
Yeoja
itu menurunkan kaca mobilnya dan melambaikan tangan ke arah Jaejoong. Jaejoong
yang melihatnya balas melambaikan tangan dan sebuah senyum menghiasi wajahnya.
Mobil silver yang dikendarai yeoja
itu perlahan berjalan dan meninggalkan rumah Jaejoong. Begitu mobil itu
menghilang dari pandangan, Jaejoong kembali masuk ke dalam rumahnya dan menutup
pintu.
Tangan Yunho yang semula
mencengkeran stir mobil erat kini terjatuh lemas ke samping tubuhnya.
Jantungnya berdegup kencang dan pikirannya sibuk berkelana.
‘Jadi… semua skandal itu benar?
Jaejoong dan Wang Jihye…’ batin Yunho. Matanya menatap penuh tanya ke arah
rumah Jaejoong. ‘Kenapa, Jae?’
* * *
-to be continued-