PENERAPAN
PRINSIP PENGEMBANGAN DIRI
DALAM SETIAP
KEGIATAN NONAKADEMIK
DI LINGKUNGAN
SEKOLAH DAN UNIVERSITAS
Kristalicia
Rizki
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, INDONESIA.
1.
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Sebelum
media massa ramai memberitakan tentang pemilu presiden yang diselenggarakan 9
Juli lalu, masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai Arfiand Caesar Al
Irhami (16), seorang pelajar SMA Negeri 3 Jakarta, yang meninggal dunia saat
mengikuti ekstrakurikuler pencinta alam di Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat.
Kematian siswa kelas X IPA A ini diduga akibat tindak penganiayaan yang
dilakukan oleh alumni.
Sementara
itu, pada April 2014, dunia pendidikan kembali tercoreng namanya. Terkuaknya
kasus penganiayaan berujung kematian yang menimpa Dimas Dikita Handoko, seorang
taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), kembali menguatkan bahwa
pendidikan di Indonesia saat ini masih diwarnai dengan berbagai tindak
kekerasan yang berkedok kegiatan orientasi, kegiatan ekstrakulikuler, maupun
kegiatan nonakademik lainnya.
Hal ini tentu
sangat disayangkan, mengingat sistem pendidikan itu sendiri juga masih perlu
banyak pembenahan dari “dalam”, kejadian seperti ini tentu membawa pengaruh
buruk bagi semua pihak. Kekerasan yang terjadi akibat dari efek rantai balas
dendam ini sudah seharusnya kita hentikan sedini mungkin agar menghindari
jatuhnya korban lain.
1.2.
PERMASALAHAN
Bagaimana
cara efektif untuk mengatasi tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan
sekolah dan universitas?
1.3.
TUJUAN
·
Untuk
mengurangi kasus kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi
di instansi pendidikan seperti sekolah dan universitas.
·
Membentuk
generasi muda penerus bangsa yang memiliki akhlak, moral, mental, dan tingkah
laku yang mampu membawa perubahan positif bagi Tanah Air.
2.
ISI
Dewasa ini
berita mengenai tindak kekerasan yang terjadi di sekolah maupun universitas
seolah menjadi hal biasa bagi masyarakat kita, seperti apabila kita mendengar
kasus yang terjadi di IPDN. Kasus-kasus seperti ini sangat disayangkan terjadi,
karena sekolah dan universitas merupakan lingkungan formal yang seharusnya
dapat membentuk dan mendidik para generasi muda Indonesia, bukan sebaliknya malah
menjadi tempat yang “merusak” pemuda-pemudi kita.
Dengan latar
belakang kegiatan nonakademik seperti ekstrakulikuler atau masa orientasi bagi
siswa/mahasiswa baru, para senior seolah ingin menunjukkan eksistensi mereka di
hadapan junior baru dengan cara melakukan tindak kekerasan yang dapat berujung
penganiayaan. Hal ini terjadi karena tradisi balas dendam, yaitu mengulang
perlakuan yang dulu pernah diterima oleh senior kepada junior baru mereka.
Lingkaran setan ini tentu tak ada habisnya apabila tidak segera dihentikan.
Pengawasan
dari pihak sekolah merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Setiap aktivitas
yang dilaksanakan atas nama sekolah, khususnya aktivitas nonakademik, harus
jelas tujuan dan rangkaian kegiatannya. Seluruh organisasi dan kegiatan
ekstrakulikuler juga perlu memiliki guru atau pendamping khusus yang bertugas mengayomi
para anak didiknya.
Menerapkan
prinsip “Pengembangan Diri” dalam setiap kegiatan nonakademik dapat menjadi
solusi yang efektif. Penerapan prinsip ini tentu akan membawa perubahan konsep
pada setiap kegiatan sekolah, yang diharapkan dapat menghindari terjadinya
tindak kekerasan atau penganiayaan yang dilakukan oleh senior maupun panitia
kegiatan.
Sebagai
contoh yaitu pada saat kegiatan masa orientasi sekolah (MOS). Dengan menanamkan
prinsip “Pengembangan Diri”, maka kegiatan yang bertajuk pengenalan lingkungan
sekolah kepada siswa baru dapat diselingi dengan berbagai aktivitas yang
berguna bagi siswa itu sendiri seperti pelatihan soft skill, seminar atau workshop
dengan pembicara yang dapat memberikan motivasi bagi siswa, atau bisa juga
acara Gendhu-gendhu Rasa atau sharing yang melibatkan para senior atau
kakak kelas sekaligus siswa baru, dimana dalam acara tersebut selain berbagi
tentang pengalaman masing-masing dapat juga mempererat keakraban di antara
siswa.
Dalam
penerapannya di kegiatan ekstrakulikuler, misalnya perkumpulan mahasiswa
pecinta alam, prinsip ini dapat mengubah tradisi ploncoan menjadi kegiatan yang lebih bermanfaat. Pada kegiatan
penerimaan anggota baru, sebagai contoh, daripada melakukan kekerasan atau yang
sering disebut sebagai latihan fisik, lebih baik diselenggarakan acara-acara
seperti pengenalan tentang perkumpulan itu sendiri, sharing pengalaman dan masalah, atau kegiatan out-door yang bermanfaat juga bagi masyarakat umum seperti
penanaman mangrove atau seribu pohon, bakti sosial, membersihkan sungai,
mendaki gunung yang diselingi kegiatan bersih-bersih gunung, sosialisasi
tentang peduli lingkungan, dan masih banyak lagi.
Pelaksanaan
prinsip ini sangat memerlukan dukungan dari berbagai pihak termasuk
sekolah/universitas, siswa/mahasiswa, serta orang tua/wali siswa, agar dapat
memberikan dampak positif yang efektif bagi semua elemen yang terlibat di
dalamnya. Yang juga tidak kalah penting adalah kemauan diiringi dengan tindakan
dari dalam diri setiap individu, agar perubahan yang diharapkan dapat menjadi
nyata. Bukankah pepatah lama berbunyi, perubahan besar berasal dari perubahan
kecil yang berasal dari diri setiap orang?
3.
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Tindak
kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah/universitas harus dihentikan
sekarang juga agar selain tidak “merusak” para generasi penerus bangsa, juga
tidak menimbulkan korban jiwa lainnya.
3.2.
SARAN
·
Perlunya
pengawasan dari pihak sekolah/universitas dan orang tua siswa.
·
Penerapan
prinsip “Pengembangan Diri” dalam segala kegiatan nonakademik yang
diselenggarakan di sekolah/universitas.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Apriliani Gita. (2014) Kasus
SMA 3, KPAI Minta Menteri Nuh Evaluasi Ekskul http://www.tempo.co/read/news/2014/07/11/064592184/kasus-sma-3-kpai-minta-menteri-nuh-evaluasi-ekskul
[accessed 12th July 2014].
Gunawan, Rizki. (2014) Mahasiswa STIP Marunda Tewas Dianiaya, Senior
Ditangkap http://news.liputan6.com/read/2042209/mahasiswa-stip-marunda-tewas-dianiaya-senior-ditangkap#sthash.zJlCUHuh.dpuf
[accessed 12th July 2014].
---. (2014) Terulangnya Kekerasan
Taruna STIP http://news.liputan6.com/read/2043086/terulangnya-kekerasan-taruna-stip [accessed 12th July 2014].
Marboen, Adi. (2014) SMA Negeri 8 tegas awasi ekstrakulikuler http://www.antaranews.com/berita/441119/sma-negeri-8-tegas-awasi-ekstrakulikuler [accessed 12th July 2014].
Masrun, Firdaus dan Arni Gusmiarti. Di Balik Kematian Cliff Muntu (2014) http://www.indosiar.com/ragam/di-balik-kematian-cliff-muntu_60772.html [accessed 12th July 2014].
Rusli, Andi. (2014) Kronologi Penganiayaan di
Kegiatan Sabhawana SMA 3 http://www.tempo.co/read/news/2014/07/07/064591046/Kronologi-Penganiayaan-di-Kegiatan-Sabhawana-SMA-3 [accessed 12th July 2014].
Tarmizi,
Tasrief. (2014) Polisi tetapkan lima tersangka kematian siswa SMAN 3 Jakarta
http://www.antaranews.com/berita/441710/polisi-tetapkan-lima-tersangka-kematian-siswa-sman-3-jakarta
[accessed 12th July 2014].