DOWN
TO FALL
Aku berdiri diam di pinggir jembatan
dengan tatapan lurus ke arah depan. Angin malam yang dingin membelai tubuhku
yang hanya terlindung oleh sebuah sweater
rajutan berwarna abu-abu. Setelah sebuah helaan napas panjang, aku mengangkat
kaki kananku untuk berpijak di pagar pembatas jembatan. Dengan bantuan topangan
kedua telapak tangan, kuangkat kaki kiriku dan membuat diriku berdiri mantap di
pagar pembatas yang catnya mulai mengelupas oleh waktu.
Angin
malam kembali menerpa tubuhku, kali ini terasa lebih kencang dari sebelumnya,
seolah ingin menggoyahkan badanku. Kupejamkan kedua mataku erat, meresapi
dinginnya malam di awal musim dingin hari ini. Ketika suara desiran air yang
terusik oleh kencangnya hembusan angin memasuki indera pendengaranku, kubuka
kedua mataku. Dengan kepala tertunduk kutatap lekat air sungai yang berwarna
hitam pekat sepekat langit malam tanpa bintang hari ini. Suara deburan air
bersamaan dengan hembusan angin menjadi kombinasi yang sesuai, yang membawa
sensasi dingin mencekam hingga ke tulang rusukku. Tubuhku mulai menggigil. Rasa
takut mulai meliputi naluriku. Sungai gelap yang ada di bawah kakiku terlihat
seperti akan menelanku hidup-hidup dan akan membawa diriku ke dimensi paling
kelam yang pernah ada.
Angin
berhembus makin kencang, membuat kedua lututku mulai bergetar. Bisa kurasakan
kulit tubuhku yang mulai kebas karena dingin yang menggigit. Kutengadahkan
kepalaku ke atas, menghadap ke langit yang terlihat sama menyedihkannya seperti
hidupku. Aku diam selama beberapa menit dengan pikiran kosong, sebelum kemudian
kedua mataku kembali terpejam bersamaan dengan kedua tanganku yang terulur
lurus ke samping. Kuhela lagi sebuah napas panjang dan kemudian kubiarkan
tubuhku jatuh ke bawah tanpa usaha untuk mencoba melawan gravitasi. Deru angin
yang melewati telingaku membuat mataku semakin erat terpejam hingga tak berapa
lama setelah itu aku merasakan air dingin memukul sekujur tubuhku dengan keras.