Sekarang, hari Kamis tanggal 22 Mei 2014, di Tembalang, Semarang, aku
membuat sebuah catatan kecil. Catatan ini kubuat atas perasaanku saat ini. Di
sini aku sama sekali tidak bermaksud menjelek-jelekkan, menghina, menyinggung,
atau menyudutkan siapa pun. Kalau ada pihak yang merasa dirugikan, perlu diingat
bahwa saya sama sekali tidak bermaksud melibatkan Anda dalam catatan ini, jadi
kalau Anda merasa rugi, itu urusan Anda sendiri.
* * *
Beberapa hari yang lalu, saya terbangun di pagi hari dengan heran. Pagi
itu, saya sendiri lupa entah hari apa, terbangun dari tidur dengan mimpi
semalam yang masih sangat jelas dalam ingatan. Biasanya saya tidak pernah ingat
dengan mimpi saya, kecuali itu berkesan, dan hanya ingat kalau semalam saya
bermimpi tanpa ingat detail mimpi itu seperti apa. Dan pagi itu, saya masih dengan
jelas mengingat, bahkan seperti nyata, kalau saya bermimpi tiba-tiba saja saya
sudah menjadi istri orang. Tidak ada prosesi pernikahan atau apa pun itu, dalam
mimpi saya saat itu sudah menyandang status sebagai istri.
Suami saya? Saya ingat
suami saya itu. Seorang pemeran tokoh pria dalam sebuah sinetron, yang berarti
pria itu adalah seorang artis. Saya tidak mau menyebutkan itu siapa, itu
terlalu memalukan buat saya sendiri karena saya memang pernah nge-fans dengan dia. Perlu dicatat, artis
itu ganteng dan masih muda ya, jadi saya ikhlas saja (?), haha.
Detail lebih rincinya saya
tidak begitu ingat, tapi saya ingat ada kejadian dimana saya datang ke tempat
yang sepertinya rumah sakit untuk mengambil hasil pemeriksaan. Dan hasil
pemeriksaan itu ternyata hasil tes kehamilan yang menunjukkan hasil positif.
Ketika bangun, pikiran
saya jadi tergugah untuk mencari arti mimpi di internet. Anda tahu seperti apa
hasil penelusuran saya?
Dari berbagai sumber di
internet yang saya baca, saya menyimpulkan bahwa jika seseorang bermimpi
menikah itu berarti orang tersebut akan mendapat musibah atau meninggal. Dan
jika seseorang bermimpi hamil, itu berarti orang tersebut akan mendapatkan
sesuatu yang besar.
Awalnya saya kaget
mengetahui fakta itu. Namun kemudian saya ingat bahwa mimpi hanyalah bunga
tidur, dan tidak baik jika kita percaya begitu saja pada tafsiran-tafsiran itu.
Yang kita percayai di dunia ini hanya satu, yaitu Tuhan.
Saya kemudian jadi
berpikir, kalau mungkin saya akan benar-benar meninggal dalam waktu dekat ini.
Tapi jujur saya cuek dan tidak percaya, toh hidup mati seseorang itu Tuhan yang
menentukan. Sehingga saya memilih untuk berserah saja kepada Tuhan. Dan kalau
benar saya akan meninggal, itu berarti ini mungkin akan menjadi catatan
terakhir di blog saya.
* * *
Semester ini saya merasa dapat banyak sekali tantangan dari Tuhan, untuk
membuktikan seberapa kuat iman saya terhadap-Nya.
Hal pertama yang membuat
saya merasa putus asa dalam hidup adalah gitar. Tanggal 20 April malam, seorang
teman meminjam gitar milik saya untuk mencari dana usaha. Saya berikan, namun
besok siangnya yang saya dapatkan bukan gitar saya kembali melainkan sebuah SMS
yang memberitahu bahwa gitar saya sudah tak berbentuk lagi, jatuh ketika dibawa
pulang dengan motor dan rusak terlindas ban mobil. Seketika itu juga saya
menangis, dan tangis itu terus ada hingga berhari-hari kemudian. Teman saya
berjanji akan mengembalikan gitar itu. Saya pegang janjinya.
Akan tetapi sampai detik
ini, gitar yang dijanjikan itu belum juga sampai ke tangan saya. Saya sudah
memberikan waktu sebulan lebih namun tidak juga masalah ini selesai. Selama
sebulan ini saya sudah bersabar, saya sudah menunggu, saya sudah memaafkan
orang-orang yang terlibat dalam insiden gitar saya, dan saya sudah mencoba
untuk ikhlas. Tapi tidak ada seorang pun yang mengerti, betapa sakit hati saya
saat kehilangan gitar itu.
Sekarang ini hujan dan
petir terus menyambar. Saya baru saja bisa mengendalikan emosi dan berhenti
menangis. Mami bilang aku harus ikhlas dan menjadikan ini sebuah pelajaran.
Saya jadi ingat, Pendeta saya pernah berkata bahwa Tuhan itu sudah menghitung
setiap air mata kita yang jatuh. :”)
Saya sudah menagih gitar
saya. Dia janji mau mengembalikan kemarin, tapi kemarin dia dihubungi susah
sekali. Seharian ini saya terus menghubunginya dan masih gagal. Saya coba
menghubungi temannya dengan mengirim SMS. Dalam SMS itu saya berkata, intinya
bertanya apakah Anda berniat mengembalikan gitar saya atau tidak. Di awal SMS
saya sudah meminta maaf dan di akhir saya berkata terima kasih. Tetapi balasan
SMS yang saya dapatkan berupa peringatan yang mengingatkan saya untuk hati-hati
dalam bicara. Saya sama sekali tidak bermaksud menyinggung perasaan siapa pun,
saya sama sekali tidak bermaksud berkata kasar. Saya hanya ingin memperjelas
dan menyelesaikan masalah ini secepatnya karena jujur, saya sangat merasa
bersalah pada orang tua saya khususnya Papi, karena Papi yang sudah membelikan
gitar itu khusus untuk saya. :””(
Saya balas dan saya
meminta maaf lagi yang sebesar-besarnya. Entah permintaan maaf saya itu
diterimanya atau tidak.
Saya mendadak saja takut,
kalau-kalau terjadi sesuatu pada saya dalam beberapa hari ke depan. Karena kita
semua tahu, belakangan ini manusia semakin sadis dan bisa dengan tega menyakiti
anak kecil yang tidak bersalah sekali pun. Kalau benar terjadi, saya yakin itu
sudah digariskan oleh Tuhan. Dan saya tidak punya kuasa untuk itu.
Saya cuma ingin bilang
bahwa ayolah kita selesaikan masalah ini secepatnya, tidak usah berlarut-larut.
Saya tidak masalah kalau harus ke tempatnya langsung untuk mengambil sendiri
gitar yang dijanjikan itu. Saya tidak masalah kalau dia memberitahu hari ini
tidak bisa mengantarkan gitar itu karena sibuk. Saya masih mau memberi
toleransi asalkan itu jelas.
Nyatanya, dihubungi susah,
SMS tidak dibalas dan telepon tidak diangkat. Saya jadi tidak tahu keadaan yang
sebenarnya dan saya tidak tahu harus bagaimana, sementara Mami terus menanyai
saya soal gitar. T__T
Saya capek. Saya sedih.
Tapi kenapa tidak ada yang mengerti saya? :”( Gitar itu sangat berharga, itu
pemberian Papi saat saya kelas 3 SMP. Papi bahkan membelikan itu dengan
menyisihkan uang terlebih dahulu. Saya bukan anak orang kaya, ponsel saya
bahkan bukan Symbian, kamera hanya VGA, Bluetooth saja tidak ada. Gitar itu
satu-satunya, dan menyimpan banyak sekali kenangan. Saya selalu menjaganya,
meski saya tidak pandai bermain gitar. Tapi kenapa tidak ada yang mau mengerti
posisi saya?
Saya sudah rugi banyak
hal. Kehilangan gitar adalah yang terbesar. Selanjutnya kehilangan waktu untuk
bersabar dalam penantian yang sepertinya sia-sia. Kehilangan kesabaran yang
membuat saya menangis di tengah malam sendirian. Menyita pikiran yang membuat
saya terus merasa bersalah pada Mami dan Papi. Kenapa mereka bersikap seolah
hal ini begitu enteng? Pernahkah kalian membayangkan ada di posisi saya? :”(
Mami bilang saya harus
ikhlas. Ya saya ikhlas. Biarlah tangan Tuhan yang bekerja dalam hidup mereka.
Saya percaya, Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk saya. Saya percaya,
Tuhan sudah menghitung setiap air mata saya yang jatuh karena ini.
Sore ini saya terus
menangis, sambil menyanyikan lagu Tuhan Pasti Sanggup di tengah isakan saya.
Kuatkanlah hatimu... Lewati setiap pencobaan.
Tuhan Yesus slalu menopangmu, jangan berhenti
harap pada-Nya.
Tuhan pasti sanggup,
Tangan-Nya tak kan terlambat tuk mengangkatmu.
Tuhan pasti sanggup,
percayalah... Dia tak tinggalkanmu.
Kalau pun saya harus pergi
sekarang, saya tidak takut. Karena saya percaya, tangan Tuhan akan terulur
untuk saya. Karena saya percaya, Tuhan selalu ada di samping saya. Karena saya
percaya, saya kuat karena Tuhan.
* * *
Semarang, 22 Mei 2014
18.50 WIB
Seri “CORNER” © Kristalicia Rizki