7 Januari 2011

FF--Pandangan pertama, awalku berjumpa. [PART 1]

ini FF ku yg pertama, chingu, baca ya dan berikan komentar utkku. :)

smg chingu suka, okee selamat membaca. ^^

---

Title : Pandangan pertama, awalku berjumpa.

Author : Kristalicia 'kikie' Rizki

Genre : Romance

Summary : About love at the first sigh.

Cast : Park Jungsu, Jung Yunho, Amane Kamori, Jang Eunbi, Cho Kyuhyun, Yoon Dujun.

---

Kubuka jendela di kamarku. Kurasakan angin musim dingin menerpa wajahku. Segera kuusap-usap wajahku dengan tangan agar hangat dan langsung kututup jendela itu. Dingin sekali pagi ini. Apa aku batalkan saja janjiku dengan Yunho ya?, tanyaku dalam hati. Tiba-tiba ponsel yang sedari tadi aku genggam bergetar, ada email dari Yunho.

‘’Amane,apakah kau sudah bangun?Pagi ini setelah bangun tidur tiba-tiba aku teringat denganmu. Kamu bisa datang nanti kan? Baiklah, sampai jumpa.’’

Kubaca isi email itu sambil tersenyum. Hmm, sebaiknya aku datang kesana. Aku juga tak ingin membuat Yunho kecewa.

* * *

‘’Sudah lama menunggu?’’ tanyaku pada Yunho yang hari ini memakai syal warna abu-abu favoritnya itu.

‘’Ah belum, aku juga baru sampai disini.’’ jawabnya sambil tersenyum padaku.

‘’Kita berangkat sekarang?’’ tanyaku lagi sambil memandang sekeliling. ‘’Hari ini begitu dingin, aku malas berada lama-lama di luar.’’

‘’Haha, iya benar, ayo kita berangkat.’’ jawab Yunho sambil mulai melangkahkan kaki.

Hari ini aku janji pada Yunho akan menemaninya ke Perpustakaan Kota, juga membantunya mengerjakan beberapa tugas kuliahnya. Yunho dan aku adalah teman sejak kecil. Kami juga selalu sekolah di tempat yang sama, kecuali saat masuk universitas, kami ada di jurusan yang berbeda dan tempat yang berbeda pula.

‘’Jadi, tugas apa itu sampai kau butuh bantuanku?’’ tanyaku padanya setelah kami sampai disana dan berdiri di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi.

‘’Aku harus membuat sebuah, hmm, sebuah makalah. Ayolah, Amane, Bantu aku carikan resensi bukunya ya.’’ sahut Yunho dengan muka yang –dipaksakan- terlihat memelas.

‘’Ah ya ya, baiklah. Tapi setelah ini kau traktir aku segelas kopi ya, oke?’’

‘’Kau tidak pernah berubah, Amane. Baiklah, baiklah.’’ katanya sambil mengangkat kedua tangan seolah menyerah.

Aku mulai menyusuri rak-rak buku itu dan mulai mengambil beberapa buku. Sambil melamun di hadapan rak-rak buku itu, tanpa sadar kualihkan pandangan ke arah Yunho. Kuperhatikan sosoknya dari jauh. Dari dulu, banyak teman-temanku yang memintaku menjadi ‘mak comblang’ antara dia dengan Yunho. Yunho memang ganteng, aku akui itu. Wajahnya bisa membuat semua wanita terpesona, bahkan bertekuk lutut di hadapannya. Apalagi sorotan matanya, kata teman-temanku itulah yang menjadi daya tariknya. Tiba-tiba terpikir sesuatu di benakku, seperti apa ya tipe wanita idamannya?

Ponselku tiba-tiba bergetar. Eh, ada email dari Yunho? Dengan heran aku menatap Yunho lagi, tapi dia seolah sedang membaca buku dengan serius. Kubuka email itu.

‘’Apa kau jatuh cinta padaku?’’

‘’EHH YUNHO, APA MAKSUD EMAILMU ITU?!’’ tanyaku dengan suara lantang. Seisi perpustakaan langsung menatapku. Yunho tertawa dan mulai mengetik sesuatu di ponselnya lagi.

‘’Responmu itu berlebihan. Sedari tadi kau melihat ke arahku kan? Apa mulai terpesona denganku?’’ tulis Yunho di emailnya.

Dasar kurang kerjaan, dari dulu dia memang hobi menjahili ataupun menggodaku seperti itu. Aku abaikan emailnya dan berjalan ke rak buku lain.

* * *

‘’Ayolah, Amane, itu cuma bercanda kok. Jangan acuhkan aku seperti ini.’’ kata Yunho sambil berjalan menjajari langkahku yang cepat. Aku hanya diam. Tiba-tiba Yunho menggandeng tanganku dan menyeretku.

‘’Eh, apa-apaan ini? Lepaskan, lepaskan.’’

‘’Katanya kau minta ditraktir kopi, makanya ayo kita pergi ke kedai kopi.’’

Aku diam, selain karena kedinginan aku juga membutuhkan kopi saat ini. Kutarik tanganku dari genggamannya dan berjalan di sampingnya. Yunho tersenyum ke arahku tapi tak kupedulikan.

‘’Besok aku mau pergi ke rumah Eunbi, aku sudah janji untuk mengajarinya memasak. Jadi jangan minta makanan ke apartemenku besok.’’ kataku sebelum mulai menyeruput kopi di depanku.

‘’Memasak? Memasak pie apel??’’ tanya Yunho.

‘’Ya. Aku tahu kau akan menghinaku karena aku cuma bisa memasak pie apel, ya kan?’’ sahutku sewot.

‘’Tidak, tidak. Amane kenapa kau jadi sensitif begitu?’’

‘’Kau lupa, aku ini masih marah padamu.’’

‘’Ah jangan marah lagi, Amane, kan aku sudah mentraktirmu kopi.’’

‘’Hm hmm.’’ kataku singkat sambil mengedarkan pandangan keluar jendela, menatap jalanan yang ramai dengan kendaraan dan orang lewat.

Yunho terus mengoceh, membujukku untuk memaafkannya tapi tak kuhiraukan. Aku terus menatap keluar. Tiba-tiba kulihat seseorang laki-laki berpakaian hitam, menggunakan kacamata yang juga hitam dan topi, berlari dengan tergesa-gesa. Tiba-tiba lelaki itu berhenti sejenak dan dengan gelisah melihat ke sekelilingnya. Dia berdiri tepat disebelahku, hanya terhalang kaca. Aku memperhatikannya, tiba-tiba saja dia menengokkan kepalanya ke arahku dan –aku yakin- kami saling berpandangan. Tidak lama, hanya sekitar 3 detik. Aku masih memandang wajahnya, dan kurasakan jantungku berdegup semakin cepat.

* * *

‘’Halo. Ya, ini Amane.’’ jawabku di telepon.

‘’Halo, ah, Amane. AKu butuh bantuanmu.’’ jawab seseorang di seberang.

‘’Bantuan? Lagi? Tolong ya, Yunho, kau sudah 20 tahun. belajarlah hidup mandiri. Aku bukan pengasuhmu kan.’’

‘’Tapi ini darurat, hari ini aku harus mengumpulkan makalah, dan. . .’’

‘’Tertinggal di apartemen, iya kan?’’ jawabku ketus.

‘’Kau memang pengertian, Amane. Bisa tolong ambilkan? Hari ini aku harus menghadap dosen, jadi tidak sempat mengambil. Ayolah, bisa kan?’’

Yunho tidak pernah berubah, terkadang ceroboh di saat penting.

‘’Baiklah. Nanti aku bawakan kemana?’’

‘’Tolong bawakan ke kampusku, tunggu aku di pinggir lapangan, oke?’’

‘’Oke akan kubawakan, tapi awas kalau aku menunggumu lebih dari 10 menit.’’

‘’Iya, iya. Terima kasih ya, Amane.’’ Yunho segera menutup telepon.

Dasar manja, dia harus cepat punya pacar supaya aku tidak lagi jadi baby sitter nya. Kulangkahkan kaki ke apartemen Yunho.

Hari ini masih tetap dingin, kurapatkan lagi baju hangatku. Mataku teralih pada selebaran diskon yang tadi aku dapatkan di stasiun. Tiba-tiba, sesosok laki-laki menabrakku dengan keras. Aku jatuh terjerembab, laki-laki itu juga. Aku membuka mulut, hendak mengumpat orang itu, tapi kuurungkan niatku saat kulihat orang itu.

Dia laki-laki yang pernah kulihat di kafe waktu itu. Aku terdiam, hanya menatapnya dengan heran. Laki-laki itu segera bangkit berdiri dan membungkukkan badannya, yang berarti minta maaf, padaku. Dia segera berlari lagi. Aku masih terpana dan tetap duduk disana. Lalu kulihat sekelompok orang berlarian sambil berteriak.

‘’Hei, tunggu, jangan lari !!!’’ teriak mereka kompak sambil terus mengejar.

‘’Permisi, apa anda melihat seseorang berpakaian hitam di sekitar sini?’’

‘’Ah iya, dia berlari kesana.’’ kataku sambil menunjuk pada suatu jalan.

‘’Terima kasih.’’ jawab orang itu singkat.

‘’Cepat kejar, dia pergi kesana !’’ teriak orang tadi pada teman-temannya.

Aku yakin, orang itu sama dengan orang yang kulihat di kafe. Dia berpakaian sama persis dengan waktu itu. Tapi, apa yang sedang dia lakukan???

* * *

‘’Ah, terima kasih sekali, Amane, aku berhutang lagi padamu.’’ kata Yunho sambil tersenyum padaku.

‘’Sama-sama. Sudah dulu ya, aku harus pergi.’’

‘’Kau tidak mau menungguku? Aku cuma akan menyerahkan makalah ini lalu pulang. Nanti akan kutraktir kau kopi, bagaimana?’’

‘’Hm, okelah. Aku tunggu disini ya. Cepat sana, aku tidak mau kedinginan disini.’’

‘’Siap, nona. ‘’ katanya sambil berlagak hormat padaku dan dengan cengiran kudanya.

Yunho segera berlari meninggalkanku. Aku duduk disebuah bangku di pinggir lapangan. Lelaki tadi terbesit di pikiranku. Jujur saja, aku penasaran dengannya. Sebenarnya siapa dia?? Dan apa yang sedan dilakukannya???

Masa iya dia tidak kuliah?? Kukira, dia berumuran sebaya denganku, mungkin hanya berbeda 1 atau 2 tahun. Semakin berpikir tentangnya, semakin banyak pertanyaan yang muncul di benakku.

‘’Hei, Amane, jangan melamun di siang bolong.’’ seru Yunho mengagetkanku.

Aku tersentak. Waktu serasa cepat berlalu sembari aku berpikir tadi. Kudongakkan kepala berniat memarahi Yunho yang mengagetkanku tadi. Tapi aku terdiam. Aku terpana menatap sosok disamping Yunho saat itu.

‘’Oh ya, Amane, ini Jungsu, temanku di kampus.’’ kata Yunho ringan sambil menatap orang bernama Jungsu itu.

‘’Selamat siang. Perkenalkan saya Jungsu.’’ katanya sambil menyodorkan tangan hendak berjabat tangan denganku.

* * *

Aku jatuh terduduk di kasurku seketika saat aku sampai di apartemenku. Aku yakin dia orangnya, dia yang menatapku saat di kafe, dia yang menabrakku di jalan. Aku yakin dia orangnya.

Jungsu, seketika hatiku tergetar saat aku melihatnya, menatap matanya, mendengar namanya, dan menjabat tangannya. Dia masih sama dengan saat aku bertemu dengannya, hanya saja pakaiannmya lebih rapi, memakai kemeja putih dan celana panjang hitam, tanpa kacamata hitam dan tanpa topi. Aku terpana menatapnya, dan aku menangkap sinyal dari matanya, sinyal yang seolah menyatakan ‘aku pernah bertemu dengan dia’.

Aku merebahkan badanku ke tempat tidur, kuambil ponsel dari saku dan kutatap layar ponselku. Tadi siang setelah pertemuan yang mengejutkan itu, aku dan Yunho pergi minum kopi bersama dengan Jungsoo. Kulihat Yunho sangat akrab dengan Jungsu, mereka membicarakan banyak hal sepanjang perjalanan dan juga saat minum kopi. Aku lebih banyak diam tadi, masih sulit kuterima rasanya bisa berkenalan dengan seseorang yang sangat misterius yang belakangan ini selalu muncul di benakku.

Hidup ini rasanya sangat sempit. Sangat sempit hingga rasanya aku sulit untuk menerima semua kenyataan yang ada. Kutarik napas panjang dan kuhembuskan dengan keras. Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kutanyakan kalau bertemu dengannya lagi? Apa aku harus bertanya pada Yunho tentang Jungsu? Banyak pertanyaan muncul di benakku. Tiba-tiba ponselku bergetar. Email masuk dari nomor asing.

‘’Ini Amane??’’ itulah yang tertulis di email tersebut, sangat singkat.

‘’Iya, ini Amane. Maaf, dengan siapa ya?’’ jawabku pada nomor asing itu.

Beberapa detik kemudian muncul email balasan. Kira-kira siapa dia?

‘’Ini Jungsu. Bisa kita bertemu besok sore di taman kota?’’

APAAAAA??? JUNGSU???!! DARIMANA DIA TAHU NOMORKU??!! DAN ADA PERLU APA DENGANKU?? Jantungku mulai berdegup tak teratur. Apa yang hendak dia lakukan terhadapku?

* * *

Aku berdiri di bawah pohon yang tak lagi rindang karena saat ini musim dingin. Gelisah dan penasaran, dua kata itu yang mengekspresikan keadaanku saat ini. Taman kota terasa sepi, hanya ada beberapa orang yang lewat. Ya, inikan musim dingin, mana ada yang iseng jalan-jalan di taman untuk mengisi waktu luang. Lebih baik berdiam di dalam rumah dengan penghangat ruangan.

Angin musim dingin menerpa tubuhku. Tapi, bukannya kedinginan, malahan aku bisa merasakan keringat menuruni pelipisku. Apa-apaan ini, kenapa aku jadi grogi begini? Aku kan bukan tersangka pembunuhan yang akan dieksekusi mati, kenapa harus grogi begini? tanyaku dalam hati.

‘’Maaf menunggu lama.’’ kata seseorang di dekatku. Suaranya berat layaknya suara laki-laki. Laki-laki?? LAKI-LAKI????!! JANGAN-JANGAN ITU JUNGSU??

Kudongakkan kepalaku menatapnya. Benar dia orangnya. Dengan pakaian hitam, kacamata hitam dan topi, sama seperti pakaian saat itu.

‘’Aku perlu bicara denganmu.’’ katanya padaku, matanya tidak menatapku melainkan menatap ke arah lain seolah membuang muka. Keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku. Mau apa dia bicara padaku?

‘’Hm, apa itu?’’ kataku padanya, suaraku sedikit bergetar, semoga dia tidak menyadarinya.

‘’Kamu pernah melihatku sebelum kita bertemu di kampus waktu itu kan?’’

Napasku terhenti selama beberapa detik. Mataku menatap ke arahnya, menatap matanya yang tegas. Aku bingung harus menjawab apa, bagaimana ini? Apa yang harus kukatakan padanya? tanyaku panik dalam hati.

‘’Ehm, ya mungkin begitu.’’ jawabku singkat sambil mengalihkan pandangan. Menatap matanya membuatku merasa terintimidasi.

‘’Tolong jangan katakan apapun tentang diriku yang kau tahu pada siapapun, termasuk Yunho.’’

Aku terkejut mendengar perkataannya. Darahku serasa berhenti mengalir saat kudengar perkataannya. Tolong? Apa ini tidak salah? Aku menatapnya heran.

‘’Tentang dirimu? Memang apa yang aku tahu tentang dirimu?’’ tanyaku padanya.

‘’Apapun itu. Aku tidak seperti yang kau lihat ataupun yang kau kira.’’ jawabnya tegas. Matanya masih menatapku, menyiratkan kesungguhan dalam tiap perkataannya.

‘’Kau mahasiswa kan? Lalu apa yang sedang kau lakukan saat aku melihatmu? Saat di kafe, saat kau menabrakku.’’ tanyaku penasaran.

‘’Jangan campuri urusanku. Aku kesini untuk minta tolong padamu, bukan untuk menceritakan kehidupanku.’’ seru Jungsu dengan nada meninggi.

Aku terdiam, masih menatap matanya.

‘’Maaf. Bukan maksudku untuk membentakmu.’’ tandasnya cepat seraya melangkah mundur seolah menjauhiku.

‘’Tapi, aku tidak bisa membiarkan ini, kalau kau ini. . .’’

‘’AKU TIDAK SEPERTI YANG KAU LIHAT DAN KAU PIKIR !’’

Aku terdiam. Kini matanya memancarkan kemarahan. Aku tak tahu harus berbuat apalagi.

‘’Jangan campuri urusanku.’’ katanya singkat. Aku diam menatapnya pergi.

* * *

Pikiranku masih terus tertuju pada perkataan Jungsu kemarin. Pelajaran hari ini pun tak ada yang masuk ke otakku karena pikiranku terpusat pada Jungsu. Setelah perkataannya kemarin, rasanya aku semakin penasaran dengan Jungsu, dengan kehidupannya yang serasa penuh misteri.

‘’Amane, dari tadi kulihat kau sering melamun. Ahh~ apa kau rindu dengan Yunho?’’ tanya Eunbi sambil mencolek pundakku.

‘’Ah~ apa maksudmu, Eunbi? Aku sedang memikirkan hal lain. Lagipula kenapa aku harus rindu dengan Yunho?’’ kataku sambil memasang muka sebal.

‘’Haha iya kan aku hanya bercanda tadi. Memang apa yang kau pikirkan sampai-sampai kau lupa membawa ponsel hari ini? Setahuku ponsel itu belahan jiwa yang selalu kau bawa kemana-mana’’ sahut Eunbi sembari tertawa kecil.

‘’Sesuatu, sesuatu yang penuh misteri.’’ jawabku asal.

‘’Ayolah, Amane, ayo katakan padaku. Kau tahu kan kalau aku sudah penasaran aku akan terus berusaha mendapatkan jawabannya.’’ rayu Eunbi.

‘’Lain kali saja kuceritakan padamu, aku harus pergi dulu sekarang.’’ jawabku cepat. Tiba-tiba saja aku teringat, Jungsu kan teman se-kampus Yunho.

‘’Eh, pergi? Pergi kemana? Kita kan masih ada kuliah setelah ini.’’

‘’Tidak lama kok. Aku pergi dulu ya, kau ke perpustakaan saja duluan kalau masih ada waktu aku akan menyusulmu kesana.’’ kataku seraya mulai berlari-lari kecil meninggalkan Eunbi.

‘’Dasar Amane.’’ kata Eunbi lirih.

Iya ya, Jungsu kan teman sekampus Yunho, dan pasti mereka juga sekelas kan, karena mereka terlihat begitu akrab waktu itu. Segera kupercepat langkah kakiku, tujuanku telepon umum. Akan kutanyakan jadwal kuliah Yunho hari ini, aku harus bertemu dengan Jungsu lagi hari ini, aku perlu meluruskan semuanya.

Kumasukkan beberapa koin dari sakuku, kuangkat gagang telepon dan mulai kutekan nomor telepon Yunho.

‘’Halo.’’ sahut seseorang di seberang. Suaranya sedikit berbeda dengan suara Yunho, hm siapa ini, tanyaku dalam hati.

‘’Ehm, halo, bisa bicara dengan Yunho?’’ kataku sedikit ragu.

‘’Oh ya, tunggu sebentar.’’ sahut seseorang di seberang, kudengar dia berteriak memanggil Yunho.

‘’Ya Yunho disini, dengan siapa?’’ jawab Yunho beberapa saat kemudian.

‘’Ah, Yunho, ini aku Amane.’’ jawabku singkat.

‘’Oh Amane, ada perlu apa? Ehm tunggu kau telepon darimana ini?’’

‘’Ponselku tertinggal di rumah pagi tadi dan aku tidak sempat mengambilnya.’’

‘’Apa-apaan itu, ceroboh sekali kau Amane.’’ kata Yunho dengan nada jahil. Aku tahu sekarang dia pasti sedang tersenyum sekarang.

‘’Ah sudahlah, oh ya, Yunho, hari ini kau selesai kuliah jam berapa?’’

‘’Hm, mungkin sekitar jam 2 siang, tapi aku harus ke pergi ke rumah Donghae dulu setelah selesai kuliah, ada tugas yang harus kukerjakan.’’

‘’Tugas? Kau mengerjakannya bersama Donghae?’’ tanyaku lagi.

‘’Ya, aku, Yoochun dan Hyukjae akan mengerjakannya bersama Donghae. Tapi, tumben sekali kau bertanya seperti itu Amane, apa kau mau mengajakku kencan?’’ tanya Yunho padaku. Dasar anak ini, selalu saja berkata yang tidak-tidak, pikirku dalam hati.

‘’Jangan ngawur, Yunho, aku hanya ingin bertanya.’’ sahutku dengan nada sewot.

‘’Lalu ada perlu apa bertanya seperti itu?’’ tanya Yunho lagi, berusaha menjahiliku.

‘’Sudah kubilang aku hanya ingin bertanya. Sudah ya kututup dulu.’’ kataku dingin dan langsung meletakkan gagang telepon.

Hm, jam 2 siang ya, pikirku dalam hati.

* * *

‘’Darimana saja kau, Amane?’’ tanya Eunbi padaku.

‘’Ada urusan sebentar tadi.’’ jawabku sambil tetap menatap dosen di depan kelas.

‘’Hm, begitu. Nanti siang aku dan Hyeyeon akan pergi ke mall, kau mau ikut?’’ tanya Eunbi sambil mencatat sesuatu di bukunya.

‘’Siang ini ya, sepertinya aku tidak bisa Eunbi. Maaf ya, kau pergi bersenang-senanglah bersama Hyeyeon.’’

‘’Ah kenapa tidak bisa, ayolah Amane.’’ kata Eunbi memohon padaku.

‘’Ehm aku ada urusan hari ini, maaf tidak bisa pergi denganmu dan Hyeyeon, lain kali ya.’’ sahutku. Aku tak bisa mengatakan kalau aku akan mencari Jungsu siang ini.

‘’Baiklah, awas ya kalau lain kali kau tidak ikut.’’ kata Eunbi dengan nada mengancam. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Setelah selesai kuliah aku langsung keluar kelas setelah berpamitan dengan Eunbi dan segera pergi ke kampus Yunho. Aku harus bertemu dengan Jungsu hari ini, aku harus mendapatkan penjelasan darinya.

Sesampainya di kampus Yunho, aku menunggu di dekat gerbang kampus tersebut. Aku berdiri tikungan jalan, jangan sampai aku bertemu dengan Yunho. Kulihat beberapa anak mulai keluar, dan kulihat Yunho berjalan bersama beberapa orang temannya. Aku segera berjalan sedikit menjauh untuk menyembunyikan diriku. Setelah kulihat Yunho sudah jauh, aku berjalan mendekati gerbang. Saat itulah aku melihat Jungsu sedang bersama seorang temannya, mereka berbincang-bincang sambil berjalan keluar dari kampus. Akhirnya kuputuskan untuk mengikuti Jungsu dahulu, lalu nanti setelah dia sendirian baru aku memanggilnya.

Aku berjalan mengikuti Jungsu dan temannya itu. Sepanjang jalan mereka terus mengobrol. Saat tiba di tikungan jalan, kulihat mereka berhenti dan saling melambaikan tangan, mereka berpisah di tikungan jalan itu. Yak, ini saatnya. Kupercepat langkahku mengejar Jungsu, aku berbelok di tikungan tempat Jungsu berbelok tadi. Aku melihat sosoknya, semakin kupercepat langkahnya.

‘’Jungsu !’’ panggilku, tapi tampaknya Jungsu tidak mendengarku. Aku berjalan lagi mendekatinya dan kupanggil dia lagi.

‘’Hei, Jungsu !’’

Dia berhenti berjalan dan menengokkan kepalanya ke belakang lalu menatapku. Wajahnya tampak terkejut dan matanya menyiratkan keheranan. Aku berjalan mendekatinya dan berhenti, jarak kami hanya beberapa langkah sekarang.

‘’Aku perlu bicara denganmu.’’ kataku memulai pembicaraan.

‘’Bicara? Tak ada yang perlu kita bicarakan.’’ sahutnya dingin dan segera berjalan lagi.

‘’Tunggu, aku perlu penjelasan darimu.’’ seruku sambil mengejar langkahnya.

Tiba-tiba Jungsu berhenti berjalan dan membalikkan badannya.

‘’Penjelasan? Apa yang harus kujelaskan padamu?’’ tanyanya dengan nada sinis.

‘’Sebenarnya apa yang kaulakukan saat itu? Saat di kafe dan saat kau menabrakku.’’ aku balik bertanya padanya.

‘’Sudah kubilang jangan campuri urusanku, apa kau tidak mengerti maksud perkataanku?!’’ jawabnya dengan nada meninggi.

‘’Apa, apa sebenarnya yang kau sembunyikan?’’

‘’Berhenti mengikutiku dan berhenti mencampuri urusanku. Lebih baik kau segera pergi dari sini.’’ kata Jungsu dengan raut muka marah.

‘’Aku tidak akan pergi sebelum kau mengatakan yang sebenarnya padaku. Kalau kau bukan penjahat dan tidak melakukan kejahatan, apa yang perlu disembunyikan?’’ seruku keras kepala.

‘’Pergi dan jangan pernah muncul dihadapanku lagi !’’ teriak Jungsu sambil melangkahkan kakinya lagi, dan mempercepat langkahnya.

‘’Eh tunggu Jungsu !’’ teriakku sambil mengejarnya lagi.

‘’Wah wah tak kusangka kau sudah punya pacar, Jungsu.’’ tiba-tiba kudengar seseorang tak jauh di belakangku. Suaranya berat dan kurasakan hawa yang kurang menyenangkan. Kutengokkan kepalaku dan kulihat seorang laki-laki bertubuh kekar, mungkin berumur 30-an, dan di belakang laki-laki itu ada sekitar 10 orang, mereka juga bertubuh kekar. Aku terkejut dan melangkah mundur menjauhinya.

‘’Apa maumu?’’ tanya Jungsu pada laki-laki itu.

‘’Apa kau sudah lupa dengan pembicaraan kita kemarin, hah?!’’ seru laki-laki itu dengan nada sinis. Kulihat orang-orang di belakangnya memegang tongkat pemukul yang sering digunakan dalam permainan bisbol. Aku mulai ketakutan.

‘’Kau memberiku waktu 1 minggu kan?’’ Jungsu balik bertanya.

‘’1 minggu, aku kira ini sudah 1 bulan berlalu, hahaha.’’ kata laki-laki itu lalu tertawa keras, orang-orang di belakangnya juga mulai tertawa, seolah menyindir Jungsu.

Aku mulai ketakutan, bisa kurasakan tubuhku gemetaran. Aku melangkah mundur berusaha menjauhinya. Rasanya aku ingin segera lari dari sini. Orang-orang itu, mereka pasti punya maksud jahat terhadap Jungsu.

‘’Kalau kau belum bisa menepati janjimu, ku pinjam dulu wanitamu ini.’’ kata laki-laki itu sambil menarik tanganku dan merangkulku.

Aku sangat terkejut. Badanku semakin gemetaran, aku tak kuasa untuk melepaskan diri dari tangan laki-laki itu, dia sangat kuat. Dengan ketakutan aku menatap Jungsu. Aku ingin menjerit minta tolong tapi tidak satu katapun yang keluar dari mulutku.

‘’Hentikan, jangan sentuh dia !’’ seru Jungsu sambil melangkah maju.

‘’Wah wah, apa kau tidak mau meminjamkan pacarmu ini 1 malam saja, hah?’’ tanya laki-laki itu lalu tertawa keras.

‘’Aku bilang jangan sentuh dia !’’ teriak Jungsu sambil melayangkan kepalan tangannya ke wajah laki-laki itu.

‘’Bocah sialan ! Cepat pukul dia !’’ laki-laki itu berteriak sambil memegangi pipinya yang lebam karena pukulan Jungsu tadi.

Seketika orang-orang tadi bergerak sesuai instruksi laki-laki itu. Mereka mulai menyerang Jungsu. Kulihat Jungsu bisa mengatasi orang-orang tersebut. Tapi, kusadari jumlah mereka terlalu banyak sementara Jungsu cuma seorang diri, dia tak akan bisa mengatasi semua orang itu. Dan benar seperti yang kukira, Jungsu tidak bisa mengatasi mereka dan dia terlihat mulai kewalahan menghadapi mereka. Orang-orang itu terlihat semakin geram dan mulai memukuli Jungsu yang sudah tidak berdaya itu. Aku tak sanggup melihatnya.

‘’Hentikan, jangan pukuli dia !’’ teriakku keras, air mata mulai menggenang di pelupuk mataku.

‘’Dengar, pacarmu ini berusaha melindungimu. Dasar bocah tidak berguna.’’ kata laki-laki itu.

Kulihat darah mulai mengalir di pelipisnya, pipinya lebam, dan darah menetes dari ujung bibirnya. Aku yakin badannya penuh dengan luka-luka.

‘’Jangan, jangan pukuli dia lagi.’’ kali ini suaraku bergetar, air mataku mulai jatuh.

‘’Hentikan.’’ seru laki-laki itu beberapa saat kemudian.

‘’Dia belum kapok, bos, apa kita akan melepaskannya begitu saja?’’ tanya seorang laki-laki yang memegang tongkat bisbol. Jungsu jatuh tidak berdaya, tiba-tiba laki-laki tadi meletakkan kakinya di atas kepala Jungsu. Aku sangat geram melihat kelakuannya.

‘’Sudahlah, aku kasihan pada pacarnya yang menangis karena bocah tengik itu. Lepaskan saja dia.’’ kata laki-laki itu sambil melepaskan rangkulannya dariku.

‘’Angkat kakimu darinya !’’ seruku pada laki-laki tadi.

‘’Wow, tenang saja, sayang, dia tidak akan mati.’’ katanya menggodaku sambil mengangkat kakinya dari kepala Jungsu.

‘’Sudah hentikan, jangan buang-buang waktu, cepat kita pergi dari sini. Dan kau, Jungsu, kutunggu kau minggu depan di tempat biasa. Awas kalau kau mengelak lagi aku tidak akan mengampunimu.’’ ancam laki-laki itu pada Jungsu. Mereka berjalan mulai meninggalakan tempat itu.

‘’Berterima kasihlah pada pacarmu.’’ kata seseorang laki-laki pada Jungsu dan kemudian tertawa sinis.

Seluruh tubuhku gemetaran melihat Jungsu yang tergeletak tidak berdaya. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Apa aku harus menelepon polisi? Atau aku sebaiknya menelepon rumah sakit dan minta dikirim ambulance kemari? Apa, apa yang harus kulakukan sekarang? muncul banyak pertanyaan di benakku.

Aku berjalan mendekati Jungsu, kulihat dia tidak bergerak sama sekali, sementara darah terus mengalir dari pelipisnya. Jantungku berdetak semakin cepat, aku takut Jungsu akan mati kalau begini terus. Air mataku terus mengalir, aku mencoba menyadarkan Jungsu.

‘’Jungsu, apa kau baik-baik saja?’’ tanyaku dengan suara bergetar. Kulihat air mataku menetes di pipi Jungsu. Tiba-tiba saja aku teringat pada Yunho, apa sebaiknya aku minta tolong pada Yunho? tanyaku dalam hati.

‘’Pergi dari sini, aku baik-baik saja.’’ sahut Jungsu tiba-tiba mengagetkanku, suaranya terdengar lirih dan lemah.

‘’Apa kau gila? Kau babak belur seperti ini tak mungkin aku meninggalkanmu sendirian disini !’’ seruku pada Jungsu sambil menghapus air mata dari pipiku.

‘’Aku baik-baik saja, pergilah dan jangan katakan ini pada siapapun.’’ kata Jungsu lirih sambil mencoba berdiri.

Aku harus minta pertolongan. Jungsu terluka sangat parah dan aku tak mungkin membiarkannya begitu saja. Baiklah, aku akan menelepon Yunho, kataku dalam hati.

‘’Jungsu, kau punya ponsel kan?’’ tanyaku pada Jungsu sambil merangkul lengannya, berusaha membantunya berdiri.

‘’Mau apa kau dengan ponselku? Jangan coba-coba untuk meminta bantuan pada siapapun, mengerti.’’ kata Jungsu memperingatkanku.

Aku tidak peduli dengan perkataannya, segera kurogoh saku celananya dan beruntung aku langsung menemukan ponselnya.

‘’Hentikan.’’ kata Jungsu sambil berusaha merebut ponselnya dari tanganku.

Langsung ku tekan nomor telepon Yunho.

‘’Ya, dengan Yunho disini. Wah Jungsu ada perlu apa meneleponku?’’ sahut Yunho.

‘’Ah~ Yunho, ini aku Amane.’’ jawabku cepat.

‘’Amane? Kenapa bisa ponsel Jungsu ada padamu?’’ tanya Yunho heran.

‘’Penjelasannya panjang, Yunho, bisakah kau datang kesini, Jungsu sedang terluka dan aku membutuhkan bantuanmu.’’ kataku cepat.

‘’Kubilang jangan meminta bantuan pada siapapun.’’ kata Jungsu, dia segera menarik lengannya dari dekapanku dan berusaha merebut ponselnya. Aku segera mengelak.

‘’Apa yang terjadi dengan Jungsu?’’ tanya Yunho semakin heran.

‘’Sudah, cepatlah datang kesini dahulu.’’ seruku tidak sabar.

Keadaan Jungsu semakin parah, darah masih mengalir dari pelipisnya. Langit masih terang dan matahari masih memancarkan panasnya, aku membawa Jungsu ke bawah sebuah pohon untuk berteduh dan menyuruhnya duduk disana.

10 menit kemudian, Yunho datang ketempat aku dan Jungsu berada. Sesampainya disana, Yunho menatapku dan Jungsu dengan heran.

‘’Apa ini? Apa yang terjadi?’’ tanya Yunho sambil berjalan mendekatiku.

‘’Ah, Yunho, syukurlah kau cepat datang kemari.’’ kataku lega.

‘’Apa yang terjadi sebenarnya Amane, kenapa Jungsu bisa terluka separah itu?’’ tanya Yunho sambil menatap Jungsu.

‘’Itu, tadi. . .’’ belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba kurasakan tangan Jungsu menggenggam tanganku. Aku kaget, kutatap Jungsu, kepalanya menunduk dan dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Tapi aku mengerti apa yang dimaksud oleh Jungsu.

‘’Apa, apa yang terjadi?’’ tanya Yunho tidak sabar padaku.

‘’Lebih baik sekarang kita tolong Jungsu dulu, keadaannya semakin parah.’’ kataku mengelak dari pertanyaan Yunho. Yunho masih menatap aku dan Jungsu dengan heran.

* * *

‘’Cepat Amane, katakan padaku apa yang terjadi.’’ kata Yunho padaku.

Kami berada di depan ruang tempat Jungsu di rawat. Ya, akhirnya kami memutuskan untuk membawa Jungsu ke rumah sakit.

‘’Aku. . . aku juga tidak tahu apa yang terjadi.’’ kataku pada Yunho yang sedari tadi menatapku dengan tajam meminta penjelasan.

‘’Lalu kenapa bisa kau berada bersama Jungsu saat itu?’’ Yunho masih berusaha mendapatkan informasi dariku.

‘’Itu. . . itu panjang ceritanya.’’ jawabku tergagap.

‘’Amane, apa yang kau sembunyikan dariku?’’ tanya Yunho lagi padaku, dia memegang pundakku dan menatapku dengan tajam.

‘’Ehm. . . itu, tidak. . . ehm, sebanarnya. . .’’ aku bingung harus mengatakan apa pada Yunho. Aku tidak berani menatap matanya.

‘’Amane. . .’’ sahutnya lembut padaku. Badanku mulai gemetar saat aku mengingat kejadian tadi, saat Jungsu dipukuli oleh orang-orang itu.

‘’Jungsu. . . Jungsu dipukuli oleh orang-orang, aku tak tahu siapa mereka. Mereka. . . mereka memukuli Jungsu. . . dengan tongkat bisbol sampai. . . sampai dia tergeletak tidak berdaya. Aku tak tahu maksud mereka, tapi mereka terus memukuli Jungsu. Aku memohon. . . memohon pada mereka supaya berhenti memukuli Jungsu. . . tapi, tapi. . . mereka. . .’’ aku tak bisa melanjutkan kata-kataku, air mata mulai menggenang di pelupuk mataku, suaraku bergetar, tubuhku gemetar ketakutan.

Tiba-tiba, kurasakan Yunho merangkul tubuhku, dia memelukku dengan erat sambil berusaha menenangkanku.

‘’Sudah, Amane, semuanya sudah berakhir. Aku yakin Jungsu juga akan baik-baik saja, dia orang yang sangat kuat.’’ Yunho berkata lembut persis di telingaku, dan aku mulai menangis di pelukan Yunho.

‘’Aku takut. . . Jungsu. . . dia mengeluarkan banyak darah. . . dia tergeletak tidak berdaya sementara orang-orang itu. . . mereka terus saja. . .’’

‘’Sshh, sudah Amane, jangan lanjutkan lagi, jangan ingat-ingat kejadian itu lagi. Semuanya akan baik-baik saja.’’ sela Yunho sambil mengusap kepalaku.

--- to be continued ---


Park Jungsu.

Jung Yunho.

Yoon Dujun.

Cho Kyuhyun.


bgmn chingu??? berikan komentar ya, nantikan part selanjutnya. ^^

kamsahamnida, chingu. ^^


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

ABOUT ME

Foto saya
Im a HUMANOIDS, not A-N-D-R-O-I-D~! I ♥ TVXQ. Fan of Lee Min Ho. Support VR46. Love watching SHINHWA Broadcast. :) me YUNJAE-shipper. not really into KPOP, but interest in JPOP esp ARASHI. member of GARUDA SIPIL 2013. ALWAYS KEEP THE FAITH!