GLABELLA
* * *
a Shingeki no Kyojin fanfiction
with RivaEre Relationship
Glabella © Kristalicia Rizki
Disclaimer : I do not own the cast. The cast
belong to Isayama Hajime-sensei. This
fanfiction belongs to me. This is a non-profitable fanwork.
Rate : T
Warning : Yaoi, BL, OOC, Typo(s).
* * *
Bangun pagi adalah kebiasaan hidup yang
sudah mendarah daging pada seorang Levi Ackerman. Mau sebanyak apapun aktivitas
yang dia lakukan di siang hari sebelumnya, atau semelelahkan apapun rutinitas
yang dia lakukan di malam hari sebelumnya, sepasang kelopak mata itu akan
secara otomatis terbuka seiring dengan sinar-sinar matahari pagi yang mengintip
dari balik tirai kamarnya.
Levi
mengerjap-ngerjapkan matanya sembari meregangkan kedua tangannya ke atas, lalu
melirik sekilas ke arah jam weker yang ada di bufet sebelah tempat tidurnya.
‘Sudah jam 6 pagi,’ batin Levi sambil menguap sebentar. Tubuh atletis itu
bergerak keluar dari selimut. Namun baru saja sebelah kakinya akan menapak di
karpet halus berwarna burly wood, sepasang
matanya memberikan perintah lain ke otaknya yang membuatnya mengurungkan niat
dan kembali berbaring di tempat tidurnya.
Sesosok
pria berambut eboni yang tengah terlelap dengan damai di sebelahnya menjadi
pemandangan pagi hari yang bahkan lebih indah daripada melihat sunrise di puncak gunung. Levi berbaring
menyamping dengan kepala yang disangga oleh tangan kirinya. Kedua bola matanya
tak lepas memandangi wajah si pria eboni yang sudah 2 tahun ini menjadi
kekasihnya, Eren Jaeger.
Levi
sama sekali tidak pernah mengira dirinya akan lebih dari sekadar bersedia untuk
berbagi ruang di tempat tidurnya dengan orang lain. Levi tidak pernah menyangka
bahwa dia akan sebegitu nyamannya tidur dengan orang lain, mengingat selama ini
dia bahkan tidak pernah membiarkan kedua adiknya—Farlan dan Isabel—tidur
bersama dengannya.
Dan
ketika melihat wajah polos Eren yang sedang tertidur, Levi sama sekali tidak
bisa menahan diri untuk tidak menyentuh kekasihnya. Telapak tangan kanannya
yang bebas terulur dan mengelus surai Eren dengan lembut, menyibakkan beberapa
helai rambut yang menutupi dahinya. Jemarinya kemudian bergerak mengusap dahi
Eren sepelan mungkin, berusaha tidak membangunkan pria eboni itu dari tidur
lelapnya. Kemudian ibu jari Levi bergerak turun, mengusap-usap lembut alis
tebal Eren yang berada tepat di atas sepasang mata jade yang sedang tertutup.
Levi
begitu menikmati kebiasaannya ini—mengusap-usap alis tebal Eren dengan ibu
jarinya—dan Eren juga tidak pernah protes dengan hobi si raven itu. Eren bahkan menyukainya ketika Levi menyentuhnya dengan sayang
seperti itu. Dan karena begitu sensitif terhadap sentuhan Levi seringan apapun,
tubuh Eren bergerak menggeliat pelan sementara Levi masih membiarkan jarinya
mengusap-usap alis Eren.
Tidak
sampai satu menit, kedua iris jade
itu terbuka dan mengerjap-ngerjap pelan, membuat Levi tidak tahan untuk tidak
mencium dahi Eren.
“Selamat
pagi,” ujar Eren dengan suara serak khas orang bangun tidur, lalu tersenyum
tipis sembari mengucek-ucek kedua matanya dengan punggung tangan.
“Hm,
pagi,” sahut Levi singkat. Ibu jarinya kembali bergerak mengusap alis Eren,
yang kemudian membuat Eren terkikik geli.
“Alisku
bisa rontok kalau terus kau usap seperti itu, Levi,” kata Eren. Namun bertolak
belakang dengan kata-katanya, kedua mata Eren terpejam menikmati sentuhan
ringan dari Levi.
“Kau
bisa sulam alis kalau mau,” jawab Levi cuek tetapi berhasil membuat Eren
kembali tertawa geli.
Sepasang
bola mata hijau itu kembali terbuka. “Sebegitu sukanya dengan alisku,” gumam
Eren sembari memandang Levi lekat-lekat.
Di
mata Levi, Eren yang menatapnya tanpa berkedip seperti itu justru terlihat
mengundangnya untuk mencium sepasang iris yang membuatnya menjadi menyukai
warna hijau.
“Tidak
boleh?”
Eren
menggeleng cepat. “Kau harus menyukaiku dulu kalau mau suka dengan alisku,”
canda Eren, lalu terkekeh pelan.
Levi
mendekatkan wajahnya dan mencium celah di antara kedua alis tebal Eren. Levi
menciumnya dalam, membiarkan ungkapan perasaannya mengalir ke pusat saraf Eren.
Dan Eren, si pria eboni itu memejamkan kelopak matanya, meresapi kecupan sayang
dari Levi.
“Sudah
cukup?” tanya Levi setelah melepaskan bibirnya dari wajah Eren dan menempelkan
kedua dahi mereka.
Eren
menggeleng, bibirnya mengulaskan sebuah senyum simpul.
Levi
mencium lagi celah di antara kedua alis Eren. Lebih singkat dari sebelumnya
namun sama dalamnya.
“Sudah?”
Eren
menggeleng lagi, kali ini dengan sebuah senyum lebar yang memperlihatkan
deretan giginya yang rapi.
Levi
mengecup lagi celah di antara kedua alis Eren. “Kau ini bodoh atau apa, bocah?”
tanyanya lagi setelah menghadiahkan sebuah sentilan pelan di kening Eren yang
membuat si pria eboni itu mengerang kesal.
Bibir
Eren mengerucut, pura-pura kesal. Berbanding terbalik dengan hatinya yang kalau
diibaratkan seperti dalam manga atau anime, dipenuhi dengan bunga-bunga
berwarna merah muda. Eren tahu benar Levi bukan tipe pria romantis yang akan
bilang “Aku cinta padamu” sembari menyodorkan sebuket bunga mawar merah. Levi
Ackerman, pria raven yang bertubuh
lebih pendek darinya ini adalah pria yang menomor satukan tindakan daripada
perkataan. Dan Eren paham benar, kecupan singkat di dahinya tadi sudah lebih
dari cukup dari sekadar kata cinta.
“Levi...”
“Hm?”
“Terima
kasih.”
Dan
Levi kembali mengecup celah di antara kedua alis tebal Eren.
.
.
.
-
TAMAT -
Artikel terkait:
http://en.wikipedia.org/wiki/Glabella --> Glabella adalah ruang di antara alis mata.
A/N
Selamat
malam. :)
Drabble
yang ga tahan untuk ga saya ketik setelah tahu kalau celah di antara kedua alis
mata disebut Glabella. Waktu tahu, saya langsung teringat sama alis tebalnya
Eren dan jadilah drabble ini, muahahahahaha. :D
Barusan
selesai nonton Kuinaki Sentaku dan saya nyesek waktu lihat Farlan dan Isabel
mati. T_____T si Heichou bermuka songong itu harusnya bilang aja, “Aku ga mau
kalian terluka, makanya kalian ga usah ikut ekspedisi di luar.” Kan kalau
ngomong sekalian jelas gitu enak. >///////<
Pokoknya,
jangan lupa tinggalkan komentar, kritik dan sarannya yaa. Arigachu. :)
12 April 2015
23.27 WIB
Tembalang, Semarang