Beberapa
waktu lalu, saya menonton sebuah tayangan infotainment di televisi yang sedang
menyajikan berita mengenai artis Anang Hermansyah yang mulai melirik dunia
politik. Artis, pelawak, pemain sinetron, yang mendadak terjun ke dunia politik
bukan hal baru dan kini sedang mewabah di Indonesia. Perbincangan mengenai
politik artis pun sudah menjadi obrolan sehari-hari.
Tapi
kali ini yang ingin saya soroti adalah salah satu alasan Anang beralih profesi
dari seorang musisi menjadi seorang politisi, yaitu karena industri musik di Indonesia
yang sekarang sedang terpuruk. Benarkah demikian?
Beberapa
pernyataan yang dilontarkan Anang kepada awak media cukup untuk membuat saya
mengangguk-anggukkan kepala dan tersadar. “Sekarang jualan kaset dan CD ga
laku. Kita (musisi) usaha lewat RBT, sekarang sudah ditutup.” Kira-kira seperti
itulah kata-kata yang saya kutip dari Anang. Dan saya setuju dengan hal
tersebut.
Coba
saja kita pergi keluar rumah untuk sekadar jalan-jalan, dan mampirlah ke toko
kaset. Apakah seramai lapak-lapak CD bajakan yang ada di emperan toko-toko?
Ditambah pula, jumlah toko kaset rasanya semakin punah saja, bila dibandingkan
dengan lapak CD bajakan yang makin menjamur saja. Lalu, ketika Anda menonton
siaran televisi, sadarkah Anda bahwa sekarang ini iklan RBT dari berbagai operator
sudah termasuk banyak berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya ‘kan?
Industri
musik Indonesia
tampaknya memang sedang terpuruk. Makin banyaknya boyband/girlband yang
bermunculan membuktikan bahwa kreativitas
musik Indonesia
perlu ditinjau kembali. Masyarakat sekarang pun enggan untuk menghargai musikalitas para musisi dengan membeli
CD/Kaset oroginalnya. “Toh ada internet, ‘kan kita bisa download gratis,” begitu tutur
seseorang yang akrab dengan dunia maya. Sekalipun masyarakat ingin membeli CD
berisikan lagu-lagu, mereka lebih senang untuk mebeli CD bajakan di pinggir
jalan. Hanya tinggal keluar rumah (bagi yang bertempat tinggal di daerah pusat kota), jalan beberapa
meter, dan Anda akan menemukan lapak CD bajakan yang bisa Anda bawa pulang
hanya dengan uang beberapa ribu. Sepertinya masyarakat kita terlalu dimanjakan oleh si gratis, si diskon,
dan si murah.
Lalu
bagaimana dengan keberadaan Undang-Undang Hak Cuipta? UU tentang hak cipta yang
seharusnya bisa melindungi karya milik seseorang, prakteknya di lapangan masih
(sangat) jauh dari yang diharapkan. CD-CD bajakan yang beredar itu seharusnya
bisa dihilangkan kalau memang benar kita mengaku memiliki UU Hak Cipta. Tapi
kenyataannya makin hari malah CD-CD bajakan itu semakin menjamur di tengah masyarakat.
Bahkan sekarang musik-musik K-Pop pun mulai dijamah oleh pembajakan.
Kalau
sudah seperti ini masalahnya, siapa yang harus kita salahkan? Kalau nanti
pemerintahan kita hanya diisi oleh panggung sandiwara dan pentas musikal, pihak
mana yang harus bertanggung jawab?
Berkacalah
pada diri sendiri terlebih dulu. Banyak orang mengatakan, jika menginginkan perubahan besar haruslah dimulai dari diri sendiri.
Jangan lagi membeli CD bajakan, lebih baik sisihkan uang sedikit demi sedikit
untuk membeli karya orisinilnya, sekaligus tindakan tersebut sebagai bentuk apresiasi kita terhadap
karya seni.
STOP PIRACY!
CINTAI PRODUK DALAM NEGERI!
22
Maret 2013