• Always Keep The Faith!

    The five of us working together could be consider as fate. Five different people feeling as one, happiness multiplied by five, sorrow is just 1/5. This is called happiness. To me, TVXQ is just like a family, a home. No matter how far we’re separated, we’ll come back together one day. TVXQ is just such an important place for us. - U-know Yunho, Fujin kouron magazine 2009

  • Are you envied at us?

    This red ocean is belong to Cassiopeia and TVXQ, just for your information.

  • Humanity Strongest's Soldier

    Thanks to you, Rivaille, for looking so DAMN HOT although you're 160cm. xD /kicks/

7 Januari 2011

FF--Pandangan pertama, awalku berjumpa. [PART 2-END]

ini yg PART 2, sebenernya saya rada ga yakin sm endingnya, hehee. :)

oke, silahkan baca dan beri komen chingudeul. ^^

---

Title : Pandangan pertama, awalku berjumpa.

Author : Kristalicia 'kikie' Rizki

Genre : Romance

Summary : About love at the first sigh.

Cast : Park Jungsu, Jung Yunho, Amane Kamori, Jang Eunbi, Cho Kyuhyun, Yoon Dujun.

---

Sudah 1 minggu berlalu sejak hari itu. Selama seminggu ini aku belum menjenguk Jungsu, Yunho melarangku dan menyuruhku untuk menenangkan diri dahulu. Tapi kudengar dia sudah sadar dan keadaannya sudah membaik. Tadi pagi aku membujuk Yunho di telepon supaya dia mengajakku menjenguk Jungsu. Yunho mengalah dan dia berjanji akan menjemputku siang ini dan pergi menjenguk Jungsu di rumah sakit.

‘’Eunbi, aku duluan ya.’’ sahutku padanya yang sedang membereskan bukunya.

‘’Eh mau kemana, Amane? Buru-buru sekali?’’ tanya Eunbi tanpa memandangku.

‘’Aku akan menemani Yunho menjenguk temannya yang di rawat di rumah sakit, sudah ya aku duluan.’’ jawabku cepat sambil berlari kecil.

Dari kejauhan aku melihat Yunho, seperti biasa Yunho sedang ngobrol dengan beberapa orang wanita, mereka pasti memaksa meminta nomor ponsel Yunho, pikirku dalam hati.

‘’Ah~ Yunho !’’ panggilku dari kejauhan. Dia segera mencari asal suara dan melambaikan tangan padaku, dengan senyum tersungging di bibirnya.

‘’Ehm, maaf ya saya harus permisi dulu.’’ kata Yunho pada wanita-wanita yang dari tadi terus mengajaknya bicara. Langsung saja kugandeng tangan Yunho dan mengajaknya berjalan, menghindar dari mereka. Kulihat di kejauhan mereka melambaikan tangan pada Yunho.

‘’Dasar tampang artis.’’ kataku pada Yunho. Segera kulepaskan gandengan tanganku dan berjalan sejajar dengan Yunho.

‘’Jangan memujiku seperti itu Amane.’’ sahut Yunho, dengan tampang –sok- malu-malu.

‘’Kapan sih kulihat kau tidak dikelilingi wanita-wanita?’’ tanyaku sewot.

‘’Ah~ jadi kau cemburu, Amane.’’ kata Yunho sambil tersenyum jahil.

‘’Eh dasar, jangan harap ya.’’ tandasku cepat sambil memukul pundak Yunho sekeras mungkin.

‘’Hahaha, Amane sudah kembali ke tabiat aslinya. Kulihat sejak kejadian itu kau lebih banyak diam, tidak bersemangat dan terlihat frustasi, rasanya seperti mayat hidup yang berjalan. Ehm, bisa dibilang seperti zombie.’’ kata Yunho lalu tertawa. Aku hanya diam saja melihat tingkah konyolnya.

Memang selama seminggu aku juga merasa sikapku aneh, entahlah, tapi aku tidak mengingat satu pun kejadian sejak aku meninggalkan rumah sakit waktu itu. Sepanjang perjalanan, Yunho terus bercerita tentang hal-hal lucu -yang menurutku aneh dan konyol- yang terjadi di kampusnya seharian ini. Aku melamun. Pikiranku tertuju pada Jungsu. Aku harap dia baik-baik saja, kataku dalam hati. Tiba-tiba ada seseorang yang menbrakku dari depan. Hampir saja aku terjatuh jika tidak ditolong oleh Yunho.

‘’Hei, hati-hati kalau jalan.’’ kata Yunho sewot pada orang itu.

Aku menatap orang itu, laki-laki itu, tubuhnya tegap tingginya hampir sama dengan Yunho. Dia segera membungkukkan badannya padaku yang berarti permintaan maaf.

‘’Maaf, saya tidak sengaja.’’ kata orang itu sambil menatap Yunho yang kelihatannya sedikit marah.

Aku menatap wajah laki-laki itu. Tiba-tiba perasaan aneh merayapi tubuhku, kurasakan jantungku berdegup semakin cepat. Aku merasa pernah merasakan ini sebelumnya, tapi, perasaan apa in?

* * *

Sesampainya di rumah sakit, kami langsung menuju ke kamar Jungsu. Yunho mengetuk pintu dan kami mendengar sahutan dari dalam yang mempersilahkan masuk. Segera kubuang jauh-jauh pikiran tentang laki-laki yang tadi menabrakku. Yunho membuka pintu dan masuk terlebih dahulu. Aku berjalan masuk mengikuti Yunho dan kemudian menutup pintu di belakangku.

‘’YO~ Jungsu, bagaimana keadaanmu, bro?’’ tanya Yunho dengan gaya sok rapper. Aku diam beberapa saat di dekat pintu, rasanya aku ragu-ragu untuk bertemu Jungsu lagi.

‘’Ya sudah lumayan.’’ jawab Jungsu singkat.

‘’Aku kesini bersama. . . loh, dimana kau, Amane?’’ tanya Yunho keheranan. Kulangkahkan kakiku akhirnya.

‘’Hai, Jungsu, bagaimana kabarmu?’’ tanyaku, rasanya sedikit canggung.

‘’Baik. Ehm, dan terima kasih.’’ katanya sambil menatapku, aku balas menatapnya tapi dia langsung mengalihkan pandangan.

‘’Ya, sama-sama. Aku juga berterima kasih padamu.’’ kataku sambil menatap Jungsu dan tersenyum. Jungsu menatapku, sebentar, mungkin hanya sekitar 3 detik. Tatapan matanya tidak pernah berubah, masih dingin seperti dulu.

‘’Ya, baiklah, aku sudah siap mendengarkan cerita dari kalian.’’ kata Yunho sambil duduk di kursi di samping tempat tidur Jungsu.

‘’Cerita, cerita apa?’’ tanyaku bingung pada Yunho.

‘’Ehm, mungkin lebih tepat penjelasan. Penjelasan tentang semua kejadian waktu itu. Ayo mulailah bercerita, aku akan menjadi pendengar yang baik.’’ kata Yunho datar sambil menyilangkan tangan di dadanya.

Aku menatap Yunho dengan heran lalu kutatap Jungsu.

‘’Tak ada yang perlu kujelaskan.’’ kata Jungsu datar.

‘’Tidak ada? Apa maksudmu Jungsu? Jangan bercanda ya, apa kau lupa kejadian waktu itu?’’ tanya Yunho tidak sabar.

‘’Jangan campuri urusanku.’’ jawab Jungsu, matanya menatap keluar jendela.

‘’Apa maksudmu? Kenapa, kenapa kau merahasiakannya?’’ sahut Yunho.

‘’Aku tidak merahasiakannya dari siapapun, ini privasi, mengerti?’’ kata Jungsu, matanya kini menatap Yunho dengan tegas.

‘’Privasi? Kau bilang privasi?!’’ bentak Yunho, dia bangkit dari kursinya.

‘’Sudah, sudah, jangan berkelahi.’’ leraiku.

‘’Kalian bisa pergi dari sini sekarang, terima kasih sudah menjengukku.’’ kata Jungsu sinis tanpa menatap Yunho atau aku sama sekali.

Aku menatap Yunho, wajahnya menyiratkan amarah. Segera kutarik lengan Yunho untuk pergi dari situ.

‘’Ehm, Jungsu, kami pamit dulu, cepat sembuh ya.’’ kataku pada Jungsu sambil menarik lengan Yunho. Jungsu hanya diam, sehingga aku jadi salah tingkah sendiri menghadapinya.

‘’Baiklah, sampai jumpa.’’ kataku lagi pada Jungsu yang sepertinya mengacuhkan kami. Segera kubawa Yunho keluar dari situ.

‘’Kenapa dia jadi sinis begitu?’’ tanya Yunho keheranan sambil berjalan di sampingku setelah kami keluar dari ruang rawat Jungsu.

‘’Hm, memang biasanya dia bagaimana?’’ tanyaku penasaran.

‘’Yahh, dia memang tidak banyak bicara, tapi di cukup menyenangkan menurutku dan bisa diandalkan. Tidak biasanya kulihat dia berkata seperti tadi, setidaknya jika menolak dia akan menolak secara halus. Sepertinya dia merasa tidak nyaman tadi, apa karena aku menanyakan kejadian waktu itu ya?’’ kata Yunho sambil berpikir sendiri.

‘’Benarkah? Sejak awal aku bertemu dengannya kurasa dia selalu bertindak seperti itu, ehm, ya, sedikit kasar mungkin.’’ kataku sedikit ragu.

‘’Hm, tapi waktu kita ke kafe bertiga dengan Jungsu, dia terlihat akrab ngobrol denganku kan?’’ tanya Yunho lalu menatapku.

‘’Ehm, ya, tapi kupikir. . .’’ kata-kataku terhenti seketika. Aku teringat saat pertama kali bertemu dengan Jungsu di kafe waktu itu, saat itu. . .

‘’Hei, Amane jangan melamun, kau mau jatuh ke selokan.’’ seru Yunho sambil menarik lenganku. Aku tersadar dari lamunanku, dan kusadari aku sedang berdiri tepat di pinggir selokan.

‘’Apa yang sedang kau pikirkan? Kurasa belakangan ini kau sering melamun.’’ kata Yunho khawatir.

‘’Tidak, hanya memikirkan tugas.’’ jawabku sambl berjalan menjauh dari selokan. Yunho melepaskan tangannya dari lenganku, dia menatapku heran, pandangannya seolah tidak percaya.

‘’Aku baik-baik saja, Yunho, jadi berhenti memandangku dengan tatapan seperti itu.’’ kataku pada Yunho.

‘’Hm, baiklah, tapi kalau ada masalah, ceritakan padaku ya.’’ kata Yunho sambil tersenyum ramah padaku. Tiap melihat senyumnya aku menyadari kenapa banyak wanita yang terpikat padanya.

* * *

‘’Melamun lagi. Woi, Amane.’’ kata Eunbi sambil melambaikan tangannya di depan mukaku. Aku kaget dan tersadar dari lamunanku.

‘’Ah tidak, aku tidak melamun.’’ kataku pelan sambil mulai membaca buku lagi.

‘’Tidak melamun? Kau sebut tadi apa kalau bukan melamun, eh?’’

‘’Ah sudahlah.’’ kataku malas sambil menopang dagu, menatap sekeliling perpustakaan yang cukup ramai.

‘’Kau sedang memikirkan Jungsu?’’ tanya Eunbi sambil memunculkan mukanya di hadapan mukaku.

‘’Eh, Jungsu? Darimana kau kenal Jungsu?’’ tanyaku spontan dengan ekspresi kaget.

‘’Hm, benar ternyata.’’ gumam Eunbi sambil menganggukkan kepala.

‘’Eh, jawab dulu pertanyaanku, Eunbi, darimana kau tahu Jungsu?’’ tanyaku panik.

‘’Yunho menceritakannya padaku kemarin. Dia bilang, dia khawatir denganmu yang belakangan sering melamun jadi dia menyuruhku menjagamu baik-baik.’’ jawab Eunbi datar. Aku hanya terdiam menatapnya.

‘’Jadi, Jungsu itu pacarmu atau apa?’’ tanya Eunbi dengan senyum jahil.

‘’Jangan ngawur, dia itu teman sekampus Yunho. Beberapa waktu lalu Yunho memperkenalkannya padaku.’’ jawabku singkat.

‘’Lalu kenapa kalau dia teman sekampus Yunho? Bukannya malah bagus.’’ kata Eunbi lalu terkekeh pelan.

‘’Sudahlah, hentikan.’’ kataku sewot.

‘’Aku tahu semuanya, Amane, kau tak perlu repot-repot menyembunyikannya dariku.’’ kata Eunbi dengan ekspresi penuh arti. Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya.

‘’Kau yang menolong Jungsu waktu dia dipukuli kan? Dan kau sampai menangis gara-gara dia kan?’’ tanya Eunbi lagi, kali ini dengan senyum menyeringai.

‘’Argh, sudahlah.’’ kataku singkat dengan nada semakin sewot.

‘’Ayolah, Amane, ceritakan lagi padaku tentang Jungsu. Aku janji akan mentraktirmu es krim selama seminggu, bagaimana?’’ tanya Eunbi, kali ini dengan wajah penuh minat. Aku berpikir sejenak dalam hati. Ya mungkin tidak ada salahnya menceritakannya pada Eunbi, toh nanti aku dapat imbalan es krim, pikirku dalam hati.

‘’Hm, ya, baiklah, tapi janji ya. Janji juga jangan ceritakan ini pada Yunho.’’ kataku sambil mengacungkan jari kelingking.

‘’Kenapa harus disembunyikan dari Yunho?’’ tanya Eunbi penasaran.

‘’Hm, kupikir lebih baik dia mendengar cerita dari Jungsu saja daripada dariku.’’

‘’Oke, janji.’’ sahut Eunbi riang sambil menyatukan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingku.

* * *

‘’Hm, jadi begitu.’’ kata Eunbi sambil manggut-manggut. Aku dan Eunbi sedang berada di kamarku sekarang. Aku memutuskan untuk menceritakannya di rumahku saja. Kuceritakan semua dari awal, dari awal aku melihat Jungsu, berkenalan dengannya, sampai aku bertemu dengannya di rumah sakit kemarin.

‘’Sebenarnya aku ingin bertanya pada Jungsu soal orang-orang itu, tapi aku merasa tidak enak hati.’’ kataku sambil menikmati es krim yang tadi dibelikan Eunbi.

‘’Eh, Amane, aku mau bertanya sesuatu, waktu bertemu dengannya apa kau merasa deg-deg-an?’’ tanya Eunbi padaku.

‘’Ya, begitulah.’’ jawabku singkat.

‘’Setelah kau mengenalnya, kau penasaran dengan kehidupannya?’’

‘’Ehm, sepertinya iya. Waktu itu aku minta penjelasannya kenapa aku tidak boleh mencampuri urusannya. Kupikir mungkin dia sedang dalam masalah yang rumit atau apa.’’ kataku sambil menerawang.

‘’Dan waktu kau melihat Jungsu dipukuli apa kau merasa khawatir?’’

‘’Tentu saja. Mereka beringas sekali memukuli Jungsu, tentu saja aku khawatir.’’

‘’Kau takut terjadi sesuatu pada Jungsu?’’

‘’Sudah pasti, dia mengeluarkan banyak darah waktu itu dan dia terlihat seperti akan mati waktu itu.’’

‘’Kau tidak ingin Jungsu terluka?’’

‘’Ya, dan aku berharap mereka berhenti memukuli Jungsu yang sudah tidak berdaya menghadapi mereka.’’

‘’Kau ingin melindungi Jungsu?’’

‘’Ya kalau bisa, sebenarnya dia juga memulai perkelahian itu karena aku. Tapi tak ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya. Jadi aku hanya memohon pada mereka supaya berhenti memukuli Jungsu.’’

‘’Kau takut kehilangan Jungsu?’’

‘’Hm, mungkin, tapi yang pasti aku tidak ingin dia mati.’’ jawabku singkat. ‘’Ah sudahlah, berhenti menanyaiku lagi. Rasanya seperti di interogasi.’’

‘’Hm, jadi ternyata memang benar dugaanku.’’ gumam Eunbi. Aku menatapnya tidak mengerti.

‘’Barusan kau bilang apa, Eunbi?’’ tanyaku sambil menatapnya yang seolah sedang berpikir.

‘’Aku bisa menarik kesimpulan dari semua in.’’ katanya dengan serius.

‘’Kesimpulan? Hahaha, jangan melawak disini, Eunbi.’’ kataku sambil tertawa.

‘’Aku tidak bercanda, Amane, aku serius, lihat mataku.’’ sahut Eunbi sambil mendekatkan matanya ke mataku.

‘’Apa-apaan sih kau ini.’’ kataku sambil memalingkan wajah.

‘’Amane.’’ kata Eunbi singkat sambil memegang kedua pundakku. Ekspresinya yang sangat serius membuatku bingung. Aku hanya diam menatapnya.

‘’Kau menyukai Jungsu.’’ kata Eunbi datar tapi dengan ekspresi dan tatapan mata yang serius. Aku terbelalak kaget.

‘’Eh, apa katamu tadi?!’’

‘’Kau menyukai Jungsu, Amane, akuilah itu.’’ kata Eunbi pelan.

‘’Haha, jangan bercanda, Eunbi.’’ kataku disertai tawa yang canggung.

‘’Jangan berlagak bodoh, Amane. Jantungmu berdegup kencang tiap melihatnya, kau merasa dia memiliki masalah sehingga kau mengkhawatirkannya, kau takut dia terluka, dan kau ingin melindungi Junsu kan. Kau juga takut kehilangan dia, itu berarti perasaan CINTA, Amane.’’ kata Eunbi sambil menekankan kata ’cinta’ dan memandangku. Aku melongo menatap Eunbi, seolah tidak percaya,

* * *

Malam ini aku harus lembur menyelesaikan tugasku yang menumpuk. Jelas saja menumpuk, beberapa hari ini aku terlalu sering melamun dan melupakan semua tugasku, sehingga sekarang tugasku sudah menggunung. Kusiapkan secangkir kopi di hadapanku untuk mencegah kantuk. Dengan rasa malas aku mulai mengerjakan tugasku yang jika kuingat bisa membuatku pusing mendadak.

Awalnya dengan semangat membara aku kerjakan tugas-tugasku itu, tapi setelah beberapa jam kemudian, kusadari aku kembali melamun. Pikiranku berkelana kemana-mana, konsentrasiku hilang seketika. Terlebih jika mengingat kata-kata Eunbi tadi siang. ‘’. . . itu berarti perasaan CINTA, Amane.’’ katak-kata itu terus terngiang di kepalaku. Apa benar yang dikatakan Eunbi itu? tanyaku dalam hati. Rasanya sulit mempercayai hal itu, masa iya aku menyukai Jungsu, pikirku dalam hati. Pikiranku terus berkelana, semakin jauh malah. Kurenungkan kata-kata Eunbi itu. Benarkah ini semua? tanyaku lagi dalam hati.

* * *

Kulangkahkan kaki menuju sebuah kedai favoritku siang ini setelah selesai kuliah. Aku dan Yunho sudah berjanji untuk makan siang bersama hari ini. Merasa sedikit terlambat dari waktu yang sudah dijanjikan, kupercepat langkah kakiku menuju kedai itu. Semoga saja Yunho tidak marah-marah karena menunggu nanti ketika aku datang.

‘’Hei, punya mata kan?! Kalau jalan lihat-lihat!’’ kudengar suara seseorang berteriak. Kutengokkan kepala menuju jalan raya dan kulihat disana ada seorang laki-laki yang sedang membungkuk di tengah jalan raya. Seorang pria berteriak mengumpat dari dalam truk yang ditumpakinya.

Apa sekarang menabrakkan diri di jalan adalah cara bunuh diri yang sedang ngetren? Setahuku belakangan ini, kasus bunuh diri kebanyakan menggunakan cara loncat ke kereta api yang sedang melaju. Kutengokkan kepala lagi menatap jalan raya. Tiba-tiba aku merasakan jantungku berdegup, berdegup lebih kencang dari biasanya. Langkahku terhenti seketika ketika aku melihat orang itu, orang yang hampir ditabrak truk tadi. Aku tidak bisa berkedip menatapnya, dan lagi-lagi perasaan aneh merayapi tubuhku. Tapi tiba-tiba, kurasakan ponselku bergetar. Telepon dari Yunho.

‘’Ya, halo, disini Amane.’’ kataku sambil kembali menatap ke arah jalan raya, berusaha melihat laki-laki tadi.

‘’Ah, Amane, kau dimana sekarang?’’ tanya Yunho dengan nada sedikit khawatir.

‘’Aku sedang di jalan menuju kesana. Tadi aku harus menghadap dosen dulu jadi agak terlambat.’’ jawabku. Mataku mengarah pada jalan raya, tapi laki-laki tadi sudah tak ada disana. Yang terlihat hanyalah mobil-mobil yang bersliweran. Kucari dia disepanjang jalan, kupalingkan kepala mencari-cari dia. Tapi seolah ditelan bumi, laki-laki tadi tak terlihat dimanapun. Aku mengumpat dalam hati karena tadi perhatianku sempat teralih pada ponsel.

‘’Halo, halo, Amane, kau masih disana?’’ tanya Yunho, kurasa dia semakin khawatir.

‘’Ah, iya aku masih disini.’’ tandasku cepat.

‘’Apa kau baik-baik saja?’’ tanya Yunho lagi.

‘’Iya, aku baik-baik saja. Tunggu ya, sebentar lagi aku sampai.’’ kataku lalu kututup telepon. Kulangkahkan kakiku lagi, aku tak bisa membuat Yunho menungguku lebih lama lagi. Dengan perasaan heran, aku meninggalkan tempatku berdiri tadi dan berusaha melupakan laki-laki tadi.

‘’Ah, Amane, kau tidak apa-apa?’’ tanya Yunho khawatir sesampainya aku disana 5 menit kemudian sejak Yunho meneleponku.

‘’Iya iya aku tidak apa-apa.’’ jawabku berusaha tampak ceria seperti biasa.

‘’Apa yang terjadi di jalan?’’ tanya Yunho, aku segera duduk di kursi di hadapannya.

‘’Tidak. Hanya tadi kulihat sepertinya ada cara bunuh diri baru yang sedang ngetren, mungkin, menabrakkan diri ke mobil di tengah jalan.’’ kataku sambil tersenyum hambar.

‘’Konyol sekali, haha.’’ sahut Yunho sembari terkekeh.

Setelah memesan makan siang, aku memulai pembicaraan lagi.

‘’Hm, jadi, apakah Jungsu sudah keluar dari rumah sakit?’’ tanyaku pada Yunho yang kulihat sedang sibuk memperhatikan jalan raya, mungkin dia sedang mencoba mencari pelaku bunuh diri di jalan.

‘’Ya, hari ini dia sudah kuliah lagi. Kurasa dia sudah kembali seperti semula.’’ jawab Yunho dan mengalihkan tatapannya ke mataku.

‘’Hm, syukurlah kalau dia sudah sembuh.’’ sahutku. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang lain dari tatapan mata Yunho. Aku balas menatapnya dengan heran.

‘’Apa, ada apa? Ada yang salah di wajahku?’’ tanyaku pada Yunho. Tapi dia hanya menggeleng dan tersenyum.

Selesai makan siang, Yunho mengantarku pulang sampai ke rumah. Aku harus segera pulang untuk meyelesaikan tugasku secepatnya yang kemarin lagi-lagi terabaikan.

‘’Terima kasih sudah mengantarku, Yunho.’’ kataku sambil tersenyum ramah.

‘’Ya, sama-sama, sampai jumpa, Amane.’’ sahut Yunho diiringi senyuman juga.

Aku melambaikan tanganku pada Yunho yang berjalan meninggalkan rumahku. Di kejauhan dia menoleh kepadaku dan aku melambaikan tangan lagi padanya. Tapi tak seperti biasanya, Yunho tak membalas lambaian tanganku, dia hanya tersenyum. Aku merasakan sesuatu yang janggal dan tidak biasa pada Yunho. Biasanya dia selalu melambaikan tangan padaku. Dan kalau tingkah konyolnya sedang kambuh, dia malah akan berteriak ‘’Jangan rindu padaku ya!’’ dengan senyum jahilnya. Tapi tidak hari ini. Tidak ada lambaian tangan ataupun teriakan konyolnya itu. Apa yang terjadi pada Yunho? tanyaku dalam hati.

* * *

Kuputuskan siang ini aku akan menemui Jungsu,sekedar menyapa dan menanyakan kabarnya. Jadi, selesai kuliah aku langsung menuju kampus Jungsu –dan Yunho-. Saat aku berjalan menuju kampus Jungsu –dan Yunho- yang tidak jauh lagi, kulihat Jungsu sudah keluar dari kampus. Kali ini dia berjalan sendirian, tidak bersama temannya seperti waktu dulu. Aku mengikutinya dari jauh sambil menunggu waktu yang tepat untuk menyapanya.

Jungsu berbelok di tikungan jalan yang sama seperti dulu. Kusadari jantungku berdegup lagi tak beraturan. Aku mempercepat langkah, mencoba menyusul Jungsu. Aku melewati lagi tempat itu, tempat yang dulu aku pernah berdebat dengan Jungsu dan berakhir dengan Jungsu yang babak belur dipukuli oleh sekelompok orang. Aku merasakan kaki gemetar saat melewati tempat itu dan mengingat lagi kejadian yang dulu. Berusaha keras kulangkahkan kaki untuk segera menyusul Jungsu. Aku terus mengikuti Jungsu, rasanya kami berjalan semakin jauh dan menjauh dari keramaian. Tiba-tiba Jungsu berhenti di sebuah tempat yang menurutku itu tempat penampungan barang rongsokan. Banyak mobil-mobil rusak disini. Aku melihat Jungsu berdiri diam di dekat sebuah caravan tua yang sudah rusak.

‘’Jungsu !’’ panggilku sambil mendekatinya. Seolah sudah mengenali asal suara itu, Jungsu menoleh dengan raut wajah marah.

‘’Apa lagi yang kau lakukan disini?!’’ tanya Jungsu dengan nada membentak.

‘’Aku, aku cuma. . .’’

‘’Cepat pergi ! Dan berhenti mengikutiku !’’ teriak Jungsu sambil berusaha mengusirku.

‘’Aku cuma mau menanyakan kabarmu, jadi kuputuskan untuk menemuimu.’’ jawabku sedikit ragu.

‘’Kau lihat, aku baik-baik saja. Berhenti campuri urusanku dan mengikutiku, cepat pergi dari sini !’’ bentak Jungsu.

Akhirnya dengan berat hati aku melangkah pergi dari tempat itu. Aku tak mau membuat Jungsu repot gara-gara kehadiranku disana. Aku berjalan dengan semakin banyak pertanyaan di benakku tentang Jungsu. Mendadak kurasakan jantungku berdegup lagi, tak beraturan, dan rasanya aku sulit mengambil napas. Pikiranku langsung tertuju pada Jungsu, jangan-jangan terjadi sesuatu dengannya, pikirku dalam hati.

Aku berusaha bersandar di bawah pohon, berusaha menenangkan diriku. Mataku terbelalak melihat segerombolan orang berbadan kekar, mereka berjalan sambil membawa tongkat bisbol. Di depannya ada laki-laki yang juga berbadan kekar, aku yakin dia bosnya. Dan tanpa kusadari aku menahan napas saat melihat bos mereka, aku mengenal wajahnya, dia orang yang waktu itu! jeritku dalam hati. Tanpa pikir panjang, aku berlari menuju tempat Jungsu. Aku harus menyelamatkannya, pikirku dalam hati.

Matahari begitu terik siang ini, sama seperti waktu itu. Kucoba mempercepat langkah kakiku. Aku harus menyelamatkan Jungsu dari mereka sebelum terlambat, pikirku terus dalam hati. Keringat mulai bercucuran dari dahiku. Aku berusaha melawan rasa lelah pada diriku. Langsung saja aku berteriak saat aku melihat Jungsu.

‘’Jungsu ! Cepat pergi dari sini ! Mereka datang lagi, dan mungkin mereka mencarimu !’’ seruku dengan napas tersengal. Jungsu menatapku yang penuh keringat.

‘’Cepat, kita harus pergi sebelum mereka sampai disini dan menemukanmu. Kau bisa dipukuli lagi oleh mereka.’’ kataku sambil berdiri di depan Jungsu dan berusaha mengatur napasku.

‘’Jangan campuri urusanku, aku bilang cepat pergi dari sini.’’ kata Jungsu.

‘’Mereka bisa memukulimu seperti dulu, dan. . .’’ kata-kataku terputus. ‘’. . . dan aku tak mau kau terluka lagi.’’ kataku sedikit ragu. Jungsu menatapku. Kudengar suara orang-orang tadi tak jauh dari tempatku dan Jungsu berdiri sekarang. Tanpa pikir panjang, aku menggandeng tangan Jungsu dan mengajaknya lari.

‘’Apa-apaan ini? Cepat lepaskan tanganku !’’ seru Jungsu sambil meronta.

Tak kuhiraukan kata-katanya, kupegang erat tangan Jungsu dan berusaha berlari secepat dan sejauh mungkin.

‘’Cepat lepaskan, jangan campuri urusanku.’’ kata Jungsu sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggamanku.

‘’Aku tak mau kau terluka lagi !’’ teriakku pada Jungsu sambil terus mengajaknya berlari. Jungsu terdiam.

‘’Hei, lihat bos, mereka kabur!’’ aku dengar suara seseorang di belakang kami.

‘’Dasar bocah tengik, cepat kejar !!!’’ seru bos mereka.

‘’Hei berhenti, jangan lari !!’’ kudengar seru orang-orang di belakang. Kutengokkan kepala dan kulihat mereka mulai mengejar kami. Aku berusaha mempercepat langkah.

Panas matahari membuatku semakin letih, keringat bercucuran dari keningku, kakiku letih sekali serasa mau copot. Masih kugenggam erat tangan Jungsu. Kami terus berlari, melewati orang-orang yang menatap kami dengan heran. Lari dan terus lari, hanya itu yang terpikirkan di benakku.

Aku tak sanggup lagi berlari, rasanya aku sangat letih. Aku memperlambat langkah kakiku. Tak kudengar lagi suara orang-orang yang mengejar kami. Aku berhenti dan kusandarkan tubuhku ke dinding. Kulepaskan genggaman tanganku dari Jungsu. Jungsu juga kelelahan, keringat terus menetes dari keningnya dan napasnya tak beraturan. Aku berusaha mengatur napasku sambil melihat sekeliling. Kurasa kami ada di suatu gang sempit yang sepi. Dan kulihat tak ada yang mengejar kami di kejauhan.

‘’Berhasil, kita berhasil lolos dari mereka.’’ kataku terengah-engah. Kuseka keringat dari dahiku sambil terus berusaha mengatur napas.

‘’Kenapa, kenapa kau membawaku pergi?’’ tanya Jungsu masih dengan napas tak beraturan.

‘’Aku tak mau lagi melihatmu terluka.’’ kataku pelan tapi tegas.

‘’Sudah kubilang jangan campuri urusanku, apa kau tidak mengerti?!’’ tanya Jungsu dengan nada meninggi.

‘’Aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja dipukuli oleh orang-orang itu. Aku berusaha menolongmu!’’ seruku pada Jungsu.

‘’Ribuan kali aku bilang jangan campuri urusanku, jangan pernah mengikutiku, tapi kenapa kau selalu saja menggangguku?! Selalu melibatkan diri dalam urusanku, selalu muncul di hadapanku, selalu ingin tahu tentangku, sebenarnya kenapa kau bertindak semua ini padaku?! Hidupku ini tidak ada hubungannya denganmu, tapi kenapa kau selalu saja berusaha memasuki kehidupanku?! Kau bukan siapa-siapa, mengerti?!’’ bentak Jungsu, tatapannya tajam menatapku.

Aku hanya diam menatap Jungsu. Air mataku mulai menggengang di pelupuk mataku. Sebenarnya aku juga tak tahu kenapa aku melakukan ini semua. Tiba-tiba kata-kata Eunbi terngiang lagi di telingaku, ‘’. . . itu berarti perasaan CINTA, Amane.’’

Aku berdiri tanpa bersandar lagi pada dinding. Aku menatap Jungsu lekat-lekat. Tatapan Jungsu menyiratkan kemarahan.

‘’Aku melakukan ini semua karena. . . karena. . .’’ kata-kataku terputus, aku tidak bisa mengatakannya.

‘’Apa karena apa? Katakan dengan jelas? Apa kau punya maksud tersembunyi terhadapku? Atau kau punya maksud jahat? Jangan-jangan kau. . .’’

‘’AKU MENYUKAIMU! Jantungku berdebar cepat saat bertemu denganmu. Saat dulu kau bilang padaku untuk jangan mencampuri urusanmu aku penasaran denganmu, siapa tahu kau sedang dalam masalah dan mungkin aku bisa membantumu. Aku sangat khawatir melihatmu dipukuli waktu itu, aku tidak tega melihatmu yang terluka parah waktu itu, aku tidak ingin kau terluka. Aku ingin melindungimu kalau bisa, aku tidak ingin melihatmu terus tersiksa dipukuli mereka waktu itu. Dan. . . dan. . . aku takut. . . aku takut kehilanganmu.’’ kataku pada Jungsu. Aku menunduk, tak kuasa lagi aku menahan tangis. Air mataku langsung berjatuhan dan aku jatuh terduduk. Kutekuk kedua lututku dan kudekap. Kuletakkan kepalaku yang terasa berat di kedua lututku dan air mata terus saja berjatuhan.

Lama kami dalam keheningan, hanya suara isak tangisku yang terdengar. Tiba-tiba aku mendengar langkah kaki yang mendekatiku, tapi aku tak bisa mengangkat kepalaku, kepalaku terasa berat dan air mata ini masih saja berjatuhan. Langkah kaki itu kemudian berhenti tepat di depanku. Aku tak tahu lagi apa yang harus kukatakan atau kulakukan sekarang. Kudekap lututku semakin erat. Kurasakan usapan lembut di kepalaku tiba-tiba.

‘’Maaf, maafkan aku, Amane.’’ kata Jungsu sambil mengusap kepalaku. Aku terhenyak kaget, tapi aku masih terus menunduk.

‘’Sudah, aku mohon jangan menangis lagi.’’ kata Jungsu berusaha menenangkanku, tapi air mata ini tak bisa berhenti. Kurasakan tangan Jungsu merangkul tubuhku.

‘’Aku tidak cukup berharga untuk kau tangisi, Amane.’’ kata Jungsu lirih.

‘’Dan aku juga tidak cukup berharga untuk kau cintai. Maafkan aku, Amane.’’

* * *

Waktu tetap berjalan sejak kejadian itu. Dan selama waktu ini berjalan, tak kudengar lagi kabar dari Jungsu. Aku tak pernah sengaja mencarinya ataupun menanyakan tentangnya pada Yunho. Aku tak menceritakan seluruh kejadian waktu itu pada Eunbi. Lebih baik kusimpan ini dalam hatiku saja, pikirku dalam hati. Tapi hari ini aku bertekad menceritakan semuanya pada Yunho. Aku tak bisa membohongi Yunho lebih dari ini. Jadi malam ini aku mengajaknya makan di restoran favoritku.

Aku merasa malam datang lebih cepat hari ini. Segera aku melangkahkan kaki keluar rumah setelah berpamitan pada umma dan appa. Kutarik napas dalam-dalam dan kuhembuskan keluar. Aku sudah memikirkan semuanya dengan matang dan aku yakin dengan tindakanku.

Begitu masuk ke restoran itu, kulihat sosok tinggi yang sangat kukenali dari belakang. Sesaat aku berdiri disana, hanya diam dan menatapnya. Aku mulai melangkahkan kaki lagi menuju meja tempat Yunho berada.

‘’Ah~ Yunho, sudah lama menunggu?’’ tanyaku dengan nada ceria.

‘’Belum, barusan saja.’’ jawab Yunho singkat sambil menatapku.

‘’Hm, belum pesan makanan kan? Kau mau makan apa hari ini?’’ tanyaku padanya sambil memanggil pelayan.

‘’Kurasa aku makan. . .’’ kata Yunho, tapi tiba-tiba aku memotong perkataannya.

‘’Tunggu, biar aku yang pilihkan. Hari ini kan kita janjian makan di restoran Italia, bagaimana kalau pasta saja?’’ tanyaku pada Yunho sambil mendekatkan wajahku padanya.

‘’Baiklah.’’ jawab Yunho lalu menutup daftar menunya.

Setelah pelayan tadi menuliskan pesanan kami, dia berjalan meninggalkan kami. Aku memutuskan untuk mengajaknya bicara duluan.

‘’Eh, Yunho, ada yang ingin kuceritakan padamu.’’ kataku sedikit ragu. Beberapa detik kami hanya diam, dan Yunho menatap mataku dalam, seolah sudah mengerti dan sedang menungguku untuk mengatakannya.

‘’Tentang Jungsu?’’ tanya Yunho padaku. Dalam hati aku sangat kaget, tapi aku berusaha untuk berekspresi biasa.

‘’Jungsu? Kenapa kau mengira aku akan mengatakan sesuatu tentang Jungsu?’’

tanyaku, Yunho diam beberapa saat.

‘’Ah tidak, aku hanya menebak tadi.’’ sahut Yunho lalu tertawa pelan. ‘’Jadi ingin menceritakan apa padaku?’’

Aku menarik napas dalam.

‘’Yunho, sebenarnya. . . aku menyukai Jungsu.’’ kataku pelan dan sedikit ragu, sambil menundukkan kepala. Kami berada lagi dalam keheningan selama beberapa saat.

‘’Hm, sebenarnya, beberapa hari lalu Jungsu menceritakan semuanya padaku. Saat kau menolong Jungsu yang terluka waktu itu dan saat kau mengajaknya kabur dari orang-orang yang mengejarnya.’’ kata Yunho.

Aku diam, masih tetap menunduk, tapi jujur aku sangat kaget saat mendengar Yunho sudah mengetahui semuanya.

‘’Jungsu bilang padaku kalau kau mencintainya. Waktu mendengar itu, aku kaget. Ya kaget sekali, serasa jantungku lepas, haha.’’ katanya lagi sembari tertawa. Tapi tawanya hambar, tak ada keceriaan dalam tawanya.

‘’Sebenarnya juga, aku sudah menduga kau berubah, sejak aku memperkenalkan Jungsu padamu waktu itu. Kau seperti menyembunyikan sesuatu padaku. Tapi waktu itu kukira itu hanya perasaanku, jadi tak kuanggap serius.’’ kata Yunho lagi. Aku masih saja menunduk.

‘’Dan sejak kau menolong Jungsu yang terluka waktu itu, kau berubah, Amane, tak seperti biasanya. Entahlah, tapi aku merasa kau menyukai Jungsu. Awalnya aku juga ragu, tapi. . . ternyata aku juga merasakan perubahan dari diri Jungsu sejak kau menjenguknya di rumah sakit bersamaku waktu itu. Walaupun Jungsu terlihat seperti biasa, tapi aku tahu kalau dia berubah, walau mungkin hanya sedikit. Aku berusaha menanyakan pada Jungsu apa dia sedang punya masalah. Kalau iya, kan dia bisa membaginya bersamaku. Tapi dia hanya berkata dia baik-baik saja.’’ kata Yunho. Akhirnya kudongakkan kepalaku, kutatap matanya. Yunho tersenyum padaku, tapi aku tahu matanya menyiratkan kesedihan.

‘’Belakangan kau juga sering melamun. Aku khawatir, jadi aku tanyakan pada Eunbi apa kau sedang punya masalah. Eunbi berkata kau baik-baik saja, tapi lalu aku mengatakan padanya kau sering melamun belakangan ini. Lalu Eunbi berjanji padaku dia akan mencoba menanyakannya padamu, Amane.’’ kata Yunho sembari menatap keluar jendela, menatap gelapnya langit tanpa bintang disana.

‘’Aku juga menceritakan tentang Jungsu padanya. Dan setelah kuceritakan, aku kaget. Eunbi bilang mungkin kau menyukai Jungsu. Ya, sebenarnya dari awal aku juga mengira begitu.’’ Yunho kembali menatapku, senyum tipis terlukis di bibirnya.

‘’Dan waktu Jungsu bercerita bahwa kau mengatakan padanya kalau kau menyukainya, aku terkejut, ternyata benar dugaanku.’’ diam sesaat, lalu Yunho berkata lagi, ‘’Jungsu sebenarnya juga menyukaimu, Amane. Tapi, dia bilang, dia tidak bisa mencintaimu, entah apa alasannya aku juga tidak tahu.’’

Aku sangat kaget sekarang, tak bisa lagi kusembunyikan ekspresi terkejut ini, apalagi saat mendengar bahwa Jungsu juga ternyata menyukaiku, tak pernah kusangka hal ini sama sekali.

‘’Sebenarnya, Amane, sejak dulu, sejak aku pertama kali bertemu denganmu, aku langsung menyukaimu, sejak aku memandangmu, aku suka melihatmu tertawa penuh keceriaan. Rasanya setiap melihat senyummu aku juga akan tersenyum dan tiap kudengar tawamu aku juga akan tertawa. Aku tidak pernah dengan sengaja menyembunyikan perasaan ini, tapi setiap kali aku mengatakan aku menyukaimu kau selalu menganggapku bercanda. Jadi kupikir lebih baik seperti ini saja, asal aku bisa terus ada di sampingmu. Aku juga tidak pernah menyesal kau menganggap seperti itu, Amane.’’ kami berada dalam keheningan lagi selama beberapa detik. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus kukatakan sekarang pada Yunho. Aku hanya bisa diam dan mendengar setiap perkataannya.

‘’Dan saat aku tahu bahwa kau mencintai Jungsu, awalnya aku hanya kaget, tapi kusadari semakin lama rasa sakit ini mulai muncul. Dan kusadari, aku mencintaimu, Amane.’’ diam, kami terus diam setelah Yunho mengatakan kata-kata itu. Rasanya aku dipenuhi rasa bersalah pada Yunho, selama ini aku tak pernah mempedulikan perasaan Yunho, aku selalu saja egois terhadapnya. Juga, tak pernah terpikirkan di benakku kalau Yunho akan menyukaiku.

Sepiring pasta sudah ada di hadapanku sekarang. Aku terdiam beberapa saat hanya memandang makanan di depanku.

‘’Ayo makan, Amane, aku lapar sekali.’’ kata Yunho riang, berusaha menganggap tidak terjadi apa-apa.

Kuraih sendok dan mulai kusuapkan pasta ke dalam mulutku. Kami tak bicara sepatah katapun. Kumakan pasta itu sambil terus berusaha menenangkan diri. Lidahku terasa begitu kelu, tak bisa berkata-kata sedikit pun, makan pun rasanya sangat hambar.

‘’Pastanya enak sekali, kali ini biar aku yang traktir ya, Amane.’’ ucap Yunho setelah kami selesai makan, diiringi seulas senyum. Kulihat dia memanggil pelayan dan membayar tagihannya. Sungguh, rasanya aku mendadak bisu, aku bingung harus berkata apa pada Yunho, ternyata selama ini dia. . .

‘’Ayo, Amane, kuantar kau pulang.’’ kata Yunho mendadak sambil bangkit dari kursi, membuyarkan pikiranku.

Yunho mengantarku pulang ke rumah, dia memutuskan untuk jalan kaki saja karena restoran ini tidak begitu jauh dari rumahku. Aku hanya diam dan mengikutinya berjalan. Sepanjang jalan kami hanya diam, baru kali ini aku merasa begitu canggung dengan Yunho. Tapi aku sadar, dalam lubuk hatiku aku merasa bersalah juga menyesal terhadap Yunho. Bagaimana bisa selama ini aku tidak menyadari perasaannya padaku? tanyaku dalam hati.

‘’Yak, sudah sampai. Sudah ya, selamat malam, Amane.’’ katanya menyadarkanku dari lamunan, ternyata aku sudah sampai di depan rumahku. Aku menatap Yunho, dia tersenyum dan melambaikan tangan padaku. Dia mulai berjalan pergi. Aku harus mengatakan sesuatu pada Yunho, ya, harus, seruku dalam hati.

‘’Yunho.’’ panggilku. Yunho berhenti dan membalikkan badannya. Dia hanya diam menatapku.

‘’Maaf, maafkan aku. Selama ini aku selalu egois, sama sekali tidak mempedulikan perasaanmu padaku, aku. . . aku sungguh tidak tahu, Yunho. Aku benar-benar minta maaf padamu.’’ kataku sambil menatapnya. Kurasakan air mata mulai mengaburkan pandanganku. Kudengar langkah kaki yang mulai mendekat dan langkah kaki itu berhenti, berdiri tak jauh dariku.

‘’Kau tidak perlu minta maaf, Amane, kau tidak bersalah.’’ kata Yunho. Aku tak bisa menatapnya, aku menunduk berusaha menahan air mataku.

‘’Maaf. . . maafkan aku, Yunho.’’ kataku sambil terisak, aku memeluk Yunho.

‘’Tidak, kau tidak perlu minta maaf.’’ Yunho melingkarkan tangannya di pundakku.

‘’Sampai kapanpun, aku akan tetap mencintaimu, Amane, tapi seperti yang sering dikatakan orang, cinta tidak harus memiliki kan? Aku akan selalu mencintaimu. . . dengan caraku sendiri.’’ kata Yunho lalu mengusap kepalaku.

* * *

Waktu terus berjalan seiring dengan kabar tentang Jungsu. Aku tak pernah lagi bertemu dengannya sejak kali terakhir aku bertemu dengannya dan mengatakan perasaanku padanya. Yunho juga bilang, Jungsu sudah lama tidak terlihat di kampus, dia tidak lagi berangkat kuliah. Yunho dan kawan-kawannya yang khawatir, mencari tahu alamat Jungsu dan ketika mereka mencoba mendatangi rumah Jungsu, ternyata rumahnya kosong, tidak ada apapun dan siapapun disana.

Dia pergi begitu saja, tanpa mengucapkan salam perpisahan, baik kepada teman-teman kampusnya maupun kepadaku. Semuanya seolah menjadi misteri, siapa orang yang waktu itu memukuli Jungsu, apa sebenarnya yang terjadi antara orang itu dengan Jungsu, kenapa dia menghilang tiba-tiba, dan kenapa dia tidak bisa mencintaiku, tidak ada seorangpun yang tahu. Seolah tertutup kabut, tidak ada seorangpun, termasuk aku, yang tahu tentang kehidupan Jungsu.

Awalnya sulit bagiku menerima ini, tapi aku tahu, disampingku akan selalu ada appa, umma, Yunho, dan Eunbi. Aku harus tetap berjalan demi mereka, walaupun tanpa Jungsu lagi dalam hidupku.

* * *

‘’Amane, sebentar lagi kita siaran, siap-siap ya.’’ kata Kyuhyun sambil menyodorkan sekumpulan kertas padaku.

‘’Oke.’’ sahutku sambil menerima kertas itu dan kemudian mengacungkan jempol pada Kyuhyun.

Entah sudah berapa lama berlalu sejak Jungsu pergi tanpa kabar. Kegiatan baruku kini menjadi penyiar radio kampus. Eunbi yang menyarankanku kesini, dan sekarang aku malah ketagihan menjadi penyiar, ternyata menjadi penyiar asyik juga.

Setidaknya kegiatan baruku ini bisa membantuku sedikit demi sedikit melupakan Jungsu. Bukan melupakan untuk selamanya, tapi melupakannya untuk kukenang dalam hati.

‘’Amane, kita ada penyiar baru, hanya sementara sih. Dia akan datang hari ini, menggantikan Jiyool yang sedang cuti.’’ kata Kyuhyun lagi padaku.

‘’Jadi hari ini aku siaran dengannya?’’ tanyaku.

‘’Tidak, hari ini kau siaran dengan Changmin. Penyiar sementara itu kan masih anak baru, belum begitu berpengalaman, pasti perlu waktu untuk adaptasi dulu kan?’’ kata Kyuhyun sambil menjitak kepalaku. Aku hanya meringis kesakitan sambil memasang muka sebal pada Kyuhyun.

‘’Sudah sana, pelajari dulu bahan siaran hari ini.’’ kata Kyuhyun sambil berjalan meninggalkanku. Aku membalas cengiran kudanya dengan menjulurkan lidah padanya.

Aku mulai sibuk membaca kertas-kertas di hadapanku. Tiba-tiba aku mendengar sesuatu yang menarik perhatianku, tapi mataku masih tetap tertuju pada tulisan-tulisan di kertas itu.

‘’Oh, kau anak baru itu ya? Yang menggantikan Jiyool?’’ kudengar suara Kyuhyun yang bertanya.

‘’Ya, namaku Yoon Dujun.’’ jawab orang itu.

Tiba-tiba saja aku langsung menegokkan kepalaku, aku juga tak tahu kenapa aku bisa dengan tiba-tiba menengokkan kepalaku. Aku menatap orang itu, aku melihat wajahnya. Mendadak tanpa disadari, aku menahan napas. Orang itu, ya tidak salah lagi, dia orang yang pernah menabrakku waktu itu, dan yang pernah hampir tertabrak truk di jalan. Ya, aku yakin dia orangnya. Tapi, kenapa begitu melihatnya jantungku berdebar kencang? tanyaku heran dalam hati, masih menatap orang bernama Yoon Dujun itu.

Tunggu, aku tahu, aku pernah merasakan perasaan seperti ini. Perasaan yang sama ketika aku bertemu Jungsu. Jungsu? Apa ini berarti aku memiliki perasaan yang sama seperti perasaanku pada Jungsu terhadap orang bernama Yoon Dujun ini?? Apa aku jatuh cinta pada orang ini? Pada orang bernama Yoon Dujun ini? tanyaku dalam hati, perasaanku tak karuan, sementara jantung ini masih terus berdetak dengan cepat.

--- THE END ---

endingnya nggantung ya, chingu?? bagaimana menurut kalian FF pertamaku ini??

mungkin masih byk krgnya ya. :) berikan kritik dan saran ya, chingu, kritik dan saran kalian akan slalu kuingat dan smg lain kali bisa lebih baik.

kamsahamnida, chingu. ^^

FF--Pandangan pertama, awalku berjumpa. [PART 1]

ini FF ku yg pertama, chingu, baca ya dan berikan komentar utkku. :)

smg chingu suka, okee selamat membaca. ^^

---

Title : Pandangan pertama, awalku berjumpa.

Author : Kristalicia 'kikie' Rizki

Genre : Romance

Summary : About love at the first sigh.

Cast : Park Jungsu, Jung Yunho, Amane Kamori, Jang Eunbi, Cho Kyuhyun, Yoon Dujun.

---

Kubuka jendela di kamarku. Kurasakan angin musim dingin menerpa wajahku. Segera kuusap-usap wajahku dengan tangan agar hangat dan langsung kututup jendela itu. Dingin sekali pagi ini. Apa aku batalkan saja janjiku dengan Yunho ya?, tanyaku dalam hati. Tiba-tiba ponsel yang sedari tadi aku genggam bergetar, ada email dari Yunho.

‘’Amane,apakah kau sudah bangun?Pagi ini setelah bangun tidur tiba-tiba aku teringat denganmu. Kamu bisa datang nanti kan? Baiklah, sampai jumpa.’’

Kubaca isi email itu sambil tersenyum. Hmm, sebaiknya aku datang kesana. Aku juga tak ingin membuat Yunho kecewa.

* * *

‘’Sudah lama menunggu?’’ tanyaku pada Yunho yang hari ini memakai syal warna abu-abu favoritnya itu.

‘’Ah belum, aku juga baru sampai disini.’’ jawabnya sambil tersenyum padaku.

‘’Kita berangkat sekarang?’’ tanyaku lagi sambil memandang sekeliling. ‘’Hari ini begitu dingin, aku malas berada lama-lama di luar.’’

‘’Haha, iya benar, ayo kita berangkat.’’ jawab Yunho sambil mulai melangkahkan kaki.

Hari ini aku janji pada Yunho akan menemaninya ke Perpustakaan Kota, juga membantunya mengerjakan beberapa tugas kuliahnya. Yunho dan aku adalah teman sejak kecil. Kami juga selalu sekolah di tempat yang sama, kecuali saat masuk universitas, kami ada di jurusan yang berbeda dan tempat yang berbeda pula.

‘’Jadi, tugas apa itu sampai kau butuh bantuanku?’’ tanyaku padanya setelah kami sampai disana dan berdiri di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi.

‘’Aku harus membuat sebuah, hmm, sebuah makalah. Ayolah, Amane, Bantu aku carikan resensi bukunya ya.’’ sahut Yunho dengan muka yang –dipaksakan- terlihat memelas.

‘’Ah ya ya, baiklah. Tapi setelah ini kau traktir aku segelas kopi ya, oke?’’

‘’Kau tidak pernah berubah, Amane. Baiklah, baiklah.’’ katanya sambil mengangkat kedua tangan seolah menyerah.

Aku mulai menyusuri rak-rak buku itu dan mulai mengambil beberapa buku. Sambil melamun di hadapan rak-rak buku itu, tanpa sadar kualihkan pandangan ke arah Yunho. Kuperhatikan sosoknya dari jauh. Dari dulu, banyak teman-temanku yang memintaku menjadi ‘mak comblang’ antara dia dengan Yunho. Yunho memang ganteng, aku akui itu. Wajahnya bisa membuat semua wanita terpesona, bahkan bertekuk lutut di hadapannya. Apalagi sorotan matanya, kata teman-temanku itulah yang menjadi daya tariknya. Tiba-tiba terpikir sesuatu di benakku, seperti apa ya tipe wanita idamannya?

Ponselku tiba-tiba bergetar. Eh, ada email dari Yunho? Dengan heran aku menatap Yunho lagi, tapi dia seolah sedang membaca buku dengan serius. Kubuka email itu.

‘’Apa kau jatuh cinta padaku?’’

‘’EHH YUNHO, APA MAKSUD EMAILMU ITU?!’’ tanyaku dengan suara lantang. Seisi perpustakaan langsung menatapku. Yunho tertawa dan mulai mengetik sesuatu di ponselnya lagi.

‘’Responmu itu berlebihan. Sedari tadi kau melihat ke arahku kan? Apa mulai terpesona denganku?’’ tulis Yunho di emailnya.

Dasar kurang kerjaan, dari dulu dia memang hobi menjahili ataupun menggodaku seperti itu. Aku abaikan emailnya dan berjalan ke rak buku lain.

* * *

‘’Ayolah, Amane, itu cuma bercanda kok. Jangan acuhkan aku seperti ini.’’ kata Yunho sambil berjalan menjajari langkahku yang cepat. Aku hanya diam. Tiba-tiba Yunho menggandeng tanganku dan menyeretku.

‘’Eh, apa-apaan ini? Lepaskan, lepaskan.’’

‘’Katanya kau minta ditraktir kopi, makanya ayo kita pergi ke kedai kopi.’’

Aku diam, selain karena kedinginan aku juga membutuhkan kopi saat ini. Kutarik tanganku dari genggamannya dan berjalan di sampingnya. Yunho tersenyum ke arahku tapi tak kupedulikan.

‘’Besok aku mau pergi ke rumah Eunbi, aku sudah janji untuk mengajarinya memasak. Jadi jangan minta makanan ke apartemenku besok.’’ kataku sebelum mulai menyeruput kopi di depanku.

‘’Memasak? Memasak pie apel??’’ tanya Yunho.

‘’Ya. Aku tahu kau akan menghinaku karena aku cuma bisa memasak pie apel, ya kan?’’ sahutku sewot.

‘’Tidak, tidak. Amane kenapa kau jadi sensitif begitu?’’

‘’Kau lupa, aku ini masih marah padamu.’’

‘’Ah jangan marah lagi, Amane, kan aku sudah mentraktirmu kopi.’’

‘’Hm hmm.’’ kataku singkat sambil mengedarkan pandangan keluar jendela, menatap jalanan yang ramai dengan kendaraan dan orang lewat.

Yunho terus mengoceh, membujukku untuk memaafkannya tapi tak kuhiraukan. Aku terus menatap keluar. Tiba-tiba kulihat seseorang laki-laki berpakaian hitam, menggunakan kacamata yang juga hitam dan topi, berlari dengan tergesa-gesa. Tiba-tiba lelaki itu berhenti sejenak dan dengan gelisah melihat ke sekelilingnya. Dia berdiri tepat disebelahku, hanya terhalang kaca. Aku memperhatikannya, tiba-tiba saja dia menengokkan kepalanya ke arahku dan –aku yakin- kami saling berpandangan. Tidak lama, hanya sekitar 3 detik. Aku masih memandang wajahnya, dan kurasakan jantungku berdegup semakin cepat.

* * *

‘’Halo. Ya, ini Amane.’’ jawabku di telepon.

‘’Halo, ah, Amane. AKu butuh bantuanmu.’’ jawab seseorang di seberang.

‘’Bantuan? Lagi? Tolong ya, Yunho, kau sudah 20 tahun. belajarlah hidup mandiri. Aku bukan pengasuhmu kan.’’

‘’Tapi ini darurat, hari ini aku harus mengumpulkan makalah, dan. . .’’

‘’Tertinggal di apartemen, iya kan?’’ jawabku ketus.

‘’Kau memang pengertian, Amane. Bisa tolong ambilkan? Hari ini aku harus menghadap dosen, jadi tidak sempat mengambil. Ayolah, bisa kan?’’

Yunho tidak pernah berubah, terkadang ceroboh di saat penting.

‘’Baiklah. Nanti aku bawakan kemana?’’

‘’Tolong bawakan ke kampusku, tunggu aku di pinggir lapangan, oke?’’

‘’Oke akan kubawakan, tapi awas kalau aku menunggumu lebih dari 10 menit.’’

‘’Iya, iya. Terima kasih ya, Amane.’’ Yunho segera menutup telepon.

Dasar manja, dia harus cepat punya pacar supaya aku tidak lagi jadi baby sitter nya. Kulangkahkan kaki ke apartemen Yunho.

Hari ini masih tetap dingin, kurapatkan lagi baju hangatku. Mataku teralih pada selebaran diskon yang tadi aku dapatkan di stasiun. Tiba-tiba, sesosok laki-laki menabrakku dengan keras. Aku jatuh terjerembab, laki-laki itu juga. Aku membuka mulut, hendak mengumpat orang itu, tapi kuurungkan niatku saat kulihat orang itu.

Dia laki-laki yang pernah kulihat di kafe waktu itu. Aku terdiam, hanya menatapnya dengan heran. Laki-laki itu segera bangkit berdiri dan membungkukkan badannya, yang berarti minta maaf, padaku. Dia segera berlari lagi. Aku masih terpana dan tetap duduk disana. Lalu kulihat sekelompok orang berlarian sambil berteriak.

‘’Hei, tunggu, jangan lari !!!’’ teriak mereka kompak sambil terus mengejar.

‘’Permisi, apa anda melihat seseorang berpakaian hitam di sekitar sini?’’

‘’Ah iya, dia berlari kesana.’’ kataku sambil menunjuk pada suatu jalan.

‘’Terima kasih.’’ jawab orang itu singkat.

‘’Cepat kejar, dia pergi kesana !’’ teriak orang tadi pada teman-temannya.

Aku yakin, orang itu sama dengan orang yang kulihat di kafe. Dia berpakaian sama persis dengan waktu itu. Tapi, apa yang sedang dia lakukan???

* * *

‘’Ah, terima kasih sekali, Amane, aku berhutang lagi padamu.’’ kata Yunho sambil tersenyum padaku.

‘’Sama-sama. Sudah dulu ya, aku harus pergi.’’

‘’Kau tidak mau menungguku? Aku cuma akan menyerahkan makalah ini lalu pulang. Nanti akan kutraktir kau kopi, bagaimana?’’

‘’Hm, okelah. Aku tunggu disini ya. Cepat sana, aku tidak mau kedinginan disini.’’

‘’Siap, nona. ‘’ katanya sambil berlagak hormat padaku dan dengan cengiran kudanya.

Yunho segera berlari meninggalkanku. Aku duduk disebuah bangku di pinggir lapangan. Lelaki tadi terbesit di pikiranku. Jujur saja, aku penasaran dengannya. Sebenarnya siapa dia?? Dan apa yang sedan dilakukannya???

Masa iya dia tidak kuliah?? Kukira, dia berumuran sebaya denganku, mungkin hanya berbeda 1 atau 2 tahun. Semakin berpikir tentangnya, semakin banyak pertanyaan yang muncul di benakku.

‘’Hei, Amane, jangan melamun di siang bolong.’’ seru Yunho mengagetkanku.

Aku tersentak. Waktu serasa cepat berlalu sembari aku berpikir tadi. Kudongakkan kepala berniat memarahi Yunho yang mengagetkanku tadi. Tapi aku terdiam. Aku terpana menatap sosok disamping Yunho saat itu.

‘’Oh ya, Amane, ini Jungsu, temanku di kampus.’’ kata Yunho ringan sambil menatap orang bernama Jungsu itu.

‘’Selamat siang. Perkenalkan saya Jungsu.’’ katanya sambil menyodorkan tangan hendak berjabat tangan denganku.

* * *

Aku jatuh terduduk di kasurku seketika saat aku sampai di apartemenku. Aku yakin dia orangnya, dia yang menatapku saat di kafe, dia yang menabrakku di jalan. Aku yakin dia orangnya.

Jungsu, seketika hatiku tergetar saat aku melihatnya, menatap matanya, mendengar namanya, dan menjabat tangannya. Dia masih sama dengan saat aku bertemu dengannya, hanya saja pakaiannmya lebih rapi, memakai kemeja putih dan celana panjang hitam, tanpa kacamata hitam dan tanpa topi. Aku terpana menatapnya, dan aku menangkap sinyal dari matanya, sinyal yang seolah menyatakan ‘aku pernah bertemu dengan dia’.

Aku merebahkan badanku ke tempat tidur, kuambil ponsel dari saku dan kutatap layar ponselku. Tadi siang setelah pertemuan yang mengejutkan itu, aku dan Yunho pergi minum kopi bersama dengan Jungsoo. Kulihat Yunho sangat akrab dengan Jungsu, mereka membicarakan banyak hal sepanjang perjalanan dan juga saat minum kopi. Aku lebih banyak diam tadi, masih sulit kuterima rasanya bisa berkenalan dengan seseorang yang sangat misterius yang belakangan ini selalu muncul di benakku.

Hidup ini rasanya sangat sempit. Sangat sempit hingga rasanya aku sulit untuk menerima semua kenyataan yang ada. Kutarik napas panjang dan kuhembuskan dengan keras. Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kutanyakan kalau bertemu dengannya lagi? Apa aku harus bertanya pada Yunho tentang Jungsu? Banyak pertanyaan muncul di benakku. Tiba-tiba ponselku bergetar. Email masuk dari nomor asing.

‘’Ini Amane??’’ itulah yang tertulis di email tersebut, sangat singkat.

‘’Iya, ini Amane. Maaf, dengan siapa ya?’’ jawabku pada nomor asing itu.

Beberapa detik kemudian muncul email balasan. Kira-kira siapa dia?

‘’Ini Jungsu. Bisa kita bertemu besok sore di taman kota?’’

APAAAAA??? JUNGSU???!! DARIMANA DIA TAHU NOMORKU??!! DAN ADA PERLU APA DENGANKU?? Jantungku mulai berdegup tak teratur. Apa yang hendak dia lakukan terhadapku?

* * *

Aku berdiri di bawah pohon yang tak lagi rindang karena saat ini musim dingin. Gelisah dan penasaran, dua kata itu yang mengekspresikan keadaanku saat ini. Taman kota terasa sepi, hanya ada beberapa orang yang lewat. Ya, inikan musim dingin, mana ada yang iseng jalan-jalan di taman untuk mengisi waktu luang. Lebih baik berdiam di dalam rumah dengan penghangat ruangan.

Angin musim dingin menerpa tubuhku. Tapi, bukannya kedinginan, malahan aku bisa merasakan keringat menuruni pelipisku. Apa-apaan ini, kenapa aku jadi grogi begini? Aku kan bukan tersangka pembunuhan yang akan dieksekusi mati, kenapa harus grogi begini? tanyaku dalam hati.

‘’Maaf menunggu lama.’’ kata seseorang di dekatku. Suaranya berat layaknya suara laki-laki. Laki-laki?? LAKI-LAKI????!! JANGAN-JANGAN ITU JUNGSU??

Kudongakkan kepalaku menatapnya. Benar dia orangnya. Dengan pakaian hitam, kacamata hitam dan topi, sama seperti pakaian saat itu.

‘’Aku perlu bicara denganmu.’’ katanya padaku, matanya tidak menatapku melainkan menatap ke arah lain seolah membuang muka. Keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku. Mau apa dia bicara padaku?

‘’Hm, apa itu?’’ kataku padanya, suaraku sedikit bergetar, semoga dia tidak menyadarinya.

‘’Kamu pernah melihatku sebelum kita bertemu di kampus waktu itu kan?’’

Napasku terhenti selama beberapa detik. Mataku menatap ke arahnya, menatap matanya yang tegas. Aku bingung harus menjawab apa, bagaimana ini? Apa yang harus kukatakan padanya? tanyaku panik dalam hati.

‘’Ehm, ya mungkin begitu.’’ jawabku singkat sambil mengalihkan pandangan. Menatap matanya membuatku merasa terintimidasi.

‘’Tolong jangan katakan apapun tentang diriku yang kau tahu pada siapapun, termasuk Yunho.’’

Aku terkejut mendengar perkataannya. Darahku serasa berhenti mengalir saat kudengar perkataannya. Tolong? Apa ini tidak salah? Aku menatapnya heran.

‘’Tentang dirimu? Memang apa yang aku tahu tentang dirimu?’’ tanyaku padanya.

‘’Apapun itu. Aku tidak seperti yang kau lihat ataupun yang kau kira.’’ jawabnya tegas. Matanya masih menatapku, menyiratkan kesungguhan dalam tiap perkataannya.

‘’Kau mahasiswa kan? Lalu apa yang sedang kau lakukan saat aku melihatmu? Saat di kafe, saat kau menabrakku.’’ tanyaku penasaran.

‘’Jangan campuri urusanku. Aku kesini untuk minta tolong padamu, bukan untuk menceritakan kehidupanku.’’ seru Jungsu dengan nada meninggi.

Aku terdiam, masih menatap matanya.

‘’Maaf. Bukan maksudku untuk membentakmu.’’ tandasnya cepat seraya melangkah mundur seolah menjauhiku.

‘’Tapi, aku tidak bisa membiarkan ini, kalau kau ini. . .’’

‘’AKU TIDAK SEPERTI YANG KAU LIHAT DAN KAU PIKIR !’’

Aku terdiam. Kini matanya memancarkan kemarahan. Aku tak tahu harus berbuat apalagi.

‘’Jangan campuri urusanku.’’ katanya singkat. Aku diam menatapnya pergi.

* * *

Pikiranku masih terus tertuju pada perkataan Jungsu kemarin. Pelajaran hari ini pun tak ada yang masuk ke otakku karena pikiranku terpusat pada Jungsu. Setelah perkataannya kemarin, rasanya aku semakin penasaran dengan Jungsu, dengan kehidupannya yang serasa penuh misteri.

‘’Amane, dari tadi kulihat kau sering melamun. Ahh~ apa kau rindu dengan Yunho?’’ tanya Eunbi sambil mencolek pundakku.

‘’Ah~ apa maksudmu, Eunbi? Aku sedang memikirkan hal lain. Lagipula kenapa aku harus rindu dengan Yunho?’’ kataku sambil memasang muka sebal.

‘’Haha iya kan aku hanya bercanda tadi. Memang apa yang kau pikirkan sampai-sampai kau lupa membawa ponsel hari ini? Setahuku ponsel itu belahan jiwa yang selalu kau bawa kemana-mana’’ sahut Eunbi sembari tertawa kecil.

‘’Sesuatu, sesuatu yang penuh misteri.’’ jawabku asal.

‘’Ayolah, Amane, ayo katakan padaku. Kau tahu kan kalau aku sudah penasaran aku akan terus berusaha mendapatkan jawabannya.’’ rayu Eunbi.

‘’Lain kali saja kuceritakan padamu, aku harus pergi dulu sekarang.’’ jawabku cepat. Tiba-tiba saja aku teringat, Jungsu kan teman se-kampus Yunho.

‘’Eh, pergi? Pergi kemana? Kita kan masih ada kuliah setelah ini.’’

‘’Tidak lama kok. Aku pergi dulu ya, kau ke perpustakaan saja duluan kalau masih ada waktu aku akan menyusulmu kesana.’’ kataku seraya mulai berlari-lari kecil meninggalkan Eunbi.

‘’Dasar Amane.’’ kata Eunbi lirih.

Iya ya, Jungsu kan teman sekampus Yunho, dan pasti mereka juga sekelas kan, karena mereka terlihat begitu akrab waktu itu. Segera kupercepat langkah kakiku, tujuanku telepon umum. Akan kutanyakan jadwal kuliah Yunho hari ini, aku harus bertemu dengan Jungsu lagi hari ini, aku perlu meluruskan semuanya.

Kumasukkan beberapa koin dari sakuku, kuangkat gagang telepon dan mulai kutekan nomor telepon Yunho.

‘’Halo.’’ sahut seseorang di seberang. Suaranya sedikit berbeda dengan suara Yunho, hm siapa ini, tanyaku dalam hati.

‘’Ehm, halo, bisa bicara dengan Yunho?’’ kataku sedikit ragu.

‘’Oh ya, tunggu sebentar.’’ sahut seseorang di seberang, kudengar dia berteriak memanggil Yunho.

‘’Ya Yunho disini, dengan siapa?’’ jawab Yunho beberapa saat kemudian.

‘’Ah, Yunho, ini aku Amane.’’ jawabku singkat.

‘’Oh Amane, ada perlu apa? Ehm tunggu kau telepon darimana ini?’’

‘’Ponselku tertinggal di rumah pagi tadi dan aku tidak sempat mengambilnya.’’

‘’Apa-apaan itu, ceroboh sekali kau Amane.’’ kata Yunho dengan nada jahil. Aku tahu sekarang dia pasti sedang tersenyum sekarang.

‘’Ah sudahlah, oh ya, Yunho, hari ini kau selesai kuliah jam berapa?’’

‘’Hm, mungkin sekitar jam 2 siang, tapi aku harus ke pergi ke rumah Donghae dulu setelah selesai kuliah, ada tugas yang harus kukerjakan.’’

‘’Tugas? Kau mengerjakannya bersama Donghae?’’ tanyaku lagi.

‘’Ya, aku, Yoochun dan Hyukjae akan mengerjakannya bersama Donghae. Tapi, tumben sekali kau bertanya seperti itu Amane, apa kau mau mengajakku kencan?’’ tanya Yunho padaku. Dasar anak ini, selalu saja berkata yang tidak-tidak, pikirku dalam hati.

‘’Jangan ngawur, Yunho, aku hanya ingin bertanya.’’ sahutku dengan nada sewot.

‘’Lalu ada perlu apa bertanya seperti itu?’’ tanya Yunho lagi, berusaha menjahiliku.

‘’Sudah kubilang aku hanya ingin bertanya. Sudah ya kututup dulu.’’ kataku dingin dan langsung meletakkan gagang telepon.

Hm, jam 2 siang ya, pikirku dalam hati.

* * *

‘’Darimana saja kau, Amane?’’ tanya Eunbi padaku.

‘’Ada urusan sebentar tadi.’’ jawabku sambil tetap menatap dosen di depan kelas.

‘’Hm, begitu. Nanti siang aku dan Hyeyeon akan pergi ke mall, kau mau ikut?’’ tanya Eunbi sambil mencatat sesuatu di bukunya.

‘’Siang ini ya, sepertinya aku tidak bisa Eunbi. Maaf ya, kau pergi bersenang-senanglah bersama Hyeyeon.’’

‘’Ah kenapa tidak bisa, ayolah Amane.’’ kata Eunbi memohon padaku.

‘’Ehm aku ada urusan hari ini, maaf tidak bisa pergi denganmu dan Hyeyeon, lain kali ya.’’ sahutku. Aku tak bisa mengatakan kalau aku akan mencari Jungsu siang ini.

‘’Baiklah, awas ya kalau lain kali kau tidak ikut.’’ kata Eunbi dengan nada mengancam. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Setelah selesai kuliah aku langsung keluar kelas setelah berpamitan dengan Eunbi dan segera pergi ke kampus Yunho. Aku harus bertemu dengan Jungsu hari ini, aku harus mendapatkan penjelasan darinya.

Sesampainya di kampus Yunho, aku menunggu di dekat gerbang kampus tersebut. Aku berdiri tikungan jalan, jangan sampai aku bertemu dengan Yunho. Kulihat beberapa anak mulai keluar, dan kulihat Yunho berjalan bersama beberapa orang temannya. Aku segera berjalan sedikit menjauh untuk menyembunyikan diriku. Setelah kulihat Yunho sudah jauh, aku berjalan mendekati gerbang. Saat itulah aku melihat Jungsu sedang bersama seorang temannya, mereka berbincang-bincang sambil berjalan keluar dari kampus. Akhirnya kuputuskan untuk mengikuti Jungsu dahulu, lalu nanti setelah dia sendirian baru aku memanggilnya.

Aku berjalan mengikuti Jungsu dan temannya itu. Sepanjang jalan mereka terus mengobrol. Saat tiba di tikungan jalan, kulihat mereka berhenti dan saling melambaikan tangan, mereka berpisah di tikungan jalan itu. Yak, ini saatnya. Kupercepat langkahku mengejar Jungsu, aku berbelok di tikungan tempat Jungsu berbelok tadi. Aku melihat sosoknya, semakin kupercepat langkahnya.

‘’Jungsu !’’ panggilku, tapi tampaknya Jungsu tidak mendengarku. Aku berjalan lagi mendekatinya dan kupanggil dia lagi.

‘’Hei, Jungsu !’’

Dia berhenti berjalan dan menengokkan kepalanya ke belakang lalu menatapku. Wajahnya tampak terkejut dan matanya menyiratkan keheranan. Aku berjalan mendekatinya dan berhenti, jarak kami hanya beberapa langkah sekarang.

‘’Aku perlu bicara denganmu.’’ kataku memulai pembicaraan.

‘’Bicara? Tak ada yang perlu kita bicarakan.’’ sahutnya dingin dan segera berjalan lagi.

‘’Tunggu, aku perlu penjelasan darimu.’’ seruku sambil mengejar langkahnya.

Tiba-tiba Jungsu berhenti berjalan dan membalikkan badannya.

‘’Penjelasan? Apa yang harus kujelaskan padamu?’’ tanyanya dengan nada sinis.

‘’Sebenarnya apa yang kaulakukan saat itu? Saat di kafe dan saat kau menabrakku.’’ aku balik bertanya padanya.

‘’Sudah kubilang jangan campuri urusanku, apa kau tidak mengerti maksud perkataanku?!’’ jawabnya dengan nada meninggi.

‘’Apa, apa sebenarnya yang kau sembunyikan?’’

‘’Berhenti mengikutiku dan berhenti mencampuri urusanku. Lebih baik kau segera pergi dari sini.’’ kata Jungsu dengan raut muka marah.

‘’Aku tidak akan pergi sebelum kau mengatakan yang sebenarnya padaku. Kalau kau bukan penjahat dan tidak melakukan kejahatan, apa yang perlu disembunyikan?’’ seruku keras kepala.

‘’Pergi dan jangan pernah muncul dihadapanku lagi !’’ teriak Jungsu sambil melangkahkan kakinya lagi, dan mempercepat langkahnya.

‘’Eh tunggu Jungsu !’’ teriakku sambil mengejarnya lagi.

‘’Wah wah tak kusangka kau sudah punya pacar, Jungsu.’’ tiba-tiba kudengar seseorang tak jauh di belakangku. Suaranya berat dan kurasakan hawa yang kurang menyenangkan. Kutengokkan kepalaku dan kulihat seorang laki-laki bertubuh kekar, mungkin berumur 30-an, dan di belakang laki-laki itu ada sekitar 10 orang, mereka juga bertubuh kekar. Aku terkejut dan melangkah mundur menjauhinya.

‘’Apa maumu?’’ tanya Jungsu pada laki-laki itu.

‘’Apa kau sudah lupa dengan pembicaraan kita kemarin, hah?!’’ seru laki-laki itu dengan nada sinis. Kulihat orang-orang di belakangnya memegang tongkat pemukul yang sering digunakan dalam permainan bisbol. Aku mulai ketakutan.

‘’Kau memberiku waktu 1 minggu kan?’’ Jungsu balik bertanya.

‘’1 minggu, aku kira ini sudah 1 bulan berlalu, hahaha.’’ kata laki-laki itu lalu tertawa keras, orang-orang di belakangnya juga mulai tertawa, seolah menyindir Jungsu.

Aku mulai ketakutan, bisa kurasakan tubuhku gemetaran. Aku melangkah mundur berusaha menjauhinya. Rasanya aku ingin segera lari dari sini. Orang-orang itu, mereka pasti punya maksud jahat terhadap Jungsu.

‘’Kalau kau belum bisa menepati janjimu, ku pinjam dulu wanitamu ini.’’ kata laki-laki itu sambil menarik tanganku dan merangkulku.

Aku sangat terkejut. Badanku semakin gemetaran, aku tak kuasa untuk melepaskan diri dari tangan laki-laki itu, dia sangat kuat. Dengan ketakutan aku menatap Jungsu. Aku ingin menjerit minta tolong tapi tidak satu katapun yang keluar dari mulutku.

‘’Hentikan, jangan sentuh dia !’’ seru Jungsu sambil melangkah maju.

‘’Wah wah, apa kau tidak mau meminjamkan pacarmu ini 1 malam saja, hah?’’ tanya laki-laki itu lalu tertawa keras.

‘’Aku bilang jangan sentuh dia !’’ teriak Jungsu sambil melayangkan kepalan tangannya ke wajah laki-laki itu.

‘’Bocah sialan ! Cepat pukul dia !’’ laki-laki itu berteriak sambil memegangi pipinya yang lebam karena pukulan Jungsu tadi.

Seketika orang-orang tadi bergerak sesuai instruksi laki-laki itu. Mereka mulai menyerang Jungsu. Kulihat Jungsu bisa mengatasi orang-orang tersebut. Tapi, kusadari jumlah mereka terlalu banyak sementara Jungsu cuma seorang diri, dia tak akan bisa mengatasi semua orang itu. Dan benar seperti yang kukira, Jungsu tidak bisa mengatasi mereka dan dia terlihat mulai kewalahan menghadapi mereka. Orang-orang itu terlihat semakin geram dan mulai memukuli Jungsu yang sudah tidak berdaya itu. Aku tak sanggup melihatnya.

‘’Hentikan, jangan pukuli dia !’’ teriakku keras, air mata mulai menggenang di pelupuk mataku.

‘’Dengar, pacarmu ini berusaha melindungimu. Dasar bocah tidak berguna.’’ kata laki-laki itu.

Kulihat darah mulai mengalir di pelipisnya, pipinya lebam, dan darah menetes dari ujung bibirnya. Aku yakin badannya penuh dengan luka-luka.

‘’Jangan, jangan pukuli dia lagi.’’ kali ini suaraku bergetar, air mataku mulai jatuh.

‘’Hentikan.’’ seru laki-laki itu beberapa saat kemudian.

‘’Dia belum kapok, bos, apa kita akan melepaskannya begitu saja?’’ tanya seorang laki-laki yang memegang tongkat bisbol. Jungsu jatuh tidak berdaya, tiba-tiba laki-laki tadi meletakkan kakinya di atas kepala Jungsu. Aku sangat geram melihat kelakuannya.

‘’Sudahlah, aku kasihan pada pacarnya yang menangis karena bocah tengik itu. Lepaskan saja dia.’’ kata laki-laki itu sambil melepaskan rangkulannya dariku.

‘’Angkat kakimu darinya !’’ seruku pada laki-laki tadi.

‘’Wow, tenang saja, sayang, dia tidak akan mati.’’ katanya menggodaku sambil mengangkat kakinya dari kepala Jungsu.

‘’Sudah hentikan, jangan buang-buang waktu, cepat kita pergi dari sini. Dan kau, Jungsu, kutunggu kau minggu depan di tempat biasa. Awas kalau kau mengelak lagi aku tidak akan mengampunimu.’’ ancam laki-laki itu pada Jungsu. Mereka berjalan mulai meninggalakan tempat itu.

‘’Berterima kasihlah pada pacarmu.’’ kata seseorang laki-laki pada Jungsu dan kemudian tertawa sinis.

Seluruh tubuhku gemetaran melihat Jungsu yang tergeletak tidak berdaya. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Apa aku harus menelepon polisi? Atau aku sebaiknya menelepon rumah sakit dan minta dikirim ambulance kemari? Apa, apa yang harus kulakukan sekarang? muncul banyak pertanyaan di benakku.

Aku berjalan mendekati Jungsu, kulihat dia tidak bergerak sama sekali, sementara darah terus mengalir dari pelipisnya. Jantungku berdetak semakin cepat, aku takut Jungsu akan mati kalau begini terus. Air mataku terus mengalir, aku mencoba menyadarkan Jungsu.

‘’Jungsu, apa kau baik-baik saja?’’ tanyaku dengan suara bergetar. Kulihat air mataku menetes di pipi Jungsu. Tiba-tiba saja aku teringat pada Yunho, apa sebaiknya aku minta tolong pada Yunho? tanyaku dalam hati.

‘’Pergi dari sini, aku baik-baik saja.’’ sahut Jungsu tiba-tiba mengagetkanku, suaranya terdengar lirih dan lemah.

‘’Apa kau gila? Kau babak belur seperti ini tak mungkin aku meninggalkanmu sendirian disini !’’ seruku pada Jungsu sambil menghapus air mata dari pipiku.

‘’Aku baik-baik saja, pergilah dan jangan katakan ini pada siapapun.’’ kata Jungsu lirih sambil mencoba berdiri.

Aku harus minta pertolongan. Jungsu terluka sangat parah dan aku tak mungkin membiarkannya begitu saja. Baiklah, aku akan menelepon Yunho, kataku dalam hati.

‘’Jungsu, kau punya ponsel kan?’’ tanyaku pada Jungsu sambil merangkul lengannya, berusaha membantunya berdiri.

‘’Mau apa kau dengan ponselku? Jangan coba-coba untuk meminta bantuan pada siapapun, mengerti.’’ kata Jungsu memperingatkanku.

Aku tidak peduli dengan perkataannya, segera kurogoh saku celananya dan beruntung aku langsung menemukan ponselnya.

‘’Hentikan.’’ kata Jungsu sambil berusaha merebut ponselnya dari tanganku.

Langsung ku tekan nomor telepon Yunho.

‘’Ya, dengan Yunho disini. Wah Jungsu ada perlu apa meneleponku?’’ sahut Yunho.

‘’Ah~ Yunho, ini aku Amane.’’ jawabku cepat.

‘’Amane? Kenapa bisa ponsel Jungsu ada padamu?’’ tanya Yunho heran.

‘’Penjelasannya panjang, Yunho, bisakah kau datang kesini, Jungsu sedang terluka dan aku membutuhkan bantuanmu.’’ kataku cepat.

‘’Kubilang jangan meminta bantuan pada siapapun.’’ kata Jungsu, dia segera menarik lengannya dari dekapanku dan berusaha merebut ponselnya. Aku segera mengelak.

‘’Apa yang terjadi dengan Jungsu?’’ tanya Yunho semakin heran.

‘’Sudah, cepatlah datang kesini dahulu.’’ seruku tidak sabar.

Keadaan Jungsu semakin parah, darah masih mengalir dari pelipisnya. Langit masih terang dan matahari masih memancarkan panasnya, aku membawa Jungsu ke bawah sebuah pohon untuk berteduh dan menyuruhnya duduk disana.

10 menit kemudian, Yunho datang ketempat aku dan Jungsu berada. Sesampainya disana, Yunho menatapku dan Jungsu dengan heran.

‘’Apa ini? Apa yang terjadi?’’ tanya Yunho sambil berjalan mendekatiku.

‘’Ah, Yunho, syukurlah kau cepat datang kemari.’’ kataku lega.

‘’Apa yang terjadi sebenarnya Amane, kenapa Jungsu bisa terluka separah itu?’’ tanya Yunho sambil menatap Jungsu.

‘’Itu, tadi. . .’’ belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba kurasakan tangan Jungsu menggenggam tanganku. Aku kaget, kutatap Jungsu, kepalanya menunduk dan dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Tapi aku mengerti apa yang dimaksud oleh Jungsu.

‘’Apa, apa yang terjadi?’’ tanya Yunho tidak sabar padaku.

‘’Lebih baik sekarang kita tolong Jungsu dulu, keadaannya semakin parah.’’ kataku mengelak dari pertanyaan Yunho. Yunho masih menatap aku dan Jungsu dengan heran.

* * *

‘’Cepat Amane, katakan padaku apa yang terjadi.’’ kata Yunho padaku.

Kami berada di depan ruang tempat Jungsu di rawat. Ya, akhirnya kami memutuskan untuk membawa Jungsu ke rumah sakit.

‘’Aku. . . aku juga tidak tahu apa yang terjadi.’’ kataku pada Yunho yang sedari tadi menatapku dengan tajam meminta penjelasan.

‘’Lalu kenapa bisa kau berada bersama Jungsu saat itu?’’ Yunho masih berusaha mendapatkan informasi dariku.

‘’Itu. . . itu panjang ceritanya.’’ jawabku tergagap.

‘’Amane, apa yang kau sembunyikan dariku?’’ tanya Yunho lagi padaku, dia memegang pundakku dan menatapku dengan tajam.

‘’Ehm. . . itu, tidak. . . ehm, sebanarnya. . .’’ aku bingung harus mengatakan apa pada Yunho. Aku tidak berani menatap matanya.

‘’Amane. . .’’ sahutnya lembut padaku. Badanku mulai gemetar saat aku mengingat kejadian tadi, saat Jungsu dipukuli oleh orang-orang itu.

‘’Jungsu. . . Jungsu dipukuli oleh orang-orang, aku tak tahu siapa mereka. Mereka. . . mereka memukuli Jungsu. . . dengan tongkat bisbol sampai. . . sampai dia tergeletak tidak berdaya. Aku tak tahu maksud mereka, tapi mereka terus memukuli Jungsu. Aku memohon. . . memohon pada mereka supaya berhenti memukuli Jungsu. . . tapi, tapi. . . mereka. . .’’ aku tak bisa melanjutkan kata-kataku, air mata mulai menggenang di pelupuk mataku, suaraku bergetar, tubuhku gemetar ketakutan.

Tiba-tiba, kurasakan Yunho merangkul tubuhku, dia memelukku dengan erat sambil berusaha menenangkanku.

‘’Sudah, Amane, semuanya sudah berakhir. Aku yakin Jungsu juga akan baik-baik saja, dia orang yang sangat kuat.’’ Yunho berkata lembut persis di telingaku, dan aku mulai menangis di pelukan Yunho.

‘’Aku takut. . . Jungsu. . . dia mengeluarkan banyak darah. . . dia tergeletak tidak berdaya sementara orang-orang itu. . . mereka terus saja. . .’’

‘’Sshh, sudah Amane, jangan lanjutkan lagi, jangan ingat-ingat kejadian itu lagi. Semuanya akan baik-baik saja.’’ sela Yunho sambil mengusap kepalaku.

--- to be continued ---


Park Jungsu.

Jung Yunho.

Yoon Dujun.

Cho Kyuhyun.


bgmn chingu??? berikan komentar ya, nantikan part selanjutnya. ^^

kamsahamnida, chingu. ^^


Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

ABOUT ME

Foto saya
Im a HUMANOIDS, not A-N-D-R-O-I-D~! I ♥ TVXQ. Fan of Lee Min Ho. Support VR46. Love watching SHINHWA Broadcast. :) me YUNJAE-shipper. not really into KPOP, but interest in JPOP esp ARASHI. member of GARUDA SIPIL 2013. ALWAYS KEEP THE FAITH!